,

Foto: Rangkaian Perjalanan Harrison Ford di Hutan Sumatera

Setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta menuju pedalaman hutan Kalimantan Tengah  untuk membuat film dengan judul “Years of Living Dangerously”, aktor gaek Hollywood, Harrison Ford akhirnya mendarat di Pekanbaru , Propinsi Riau di Pulau Sumatera Jumat malam, 6 September 2013 lalu bersama enam orang kru film dan seorang peneliti.

Setelah menginap satu malam di sebuah hotel bintang lima di pinggiran kota Pekanbaru,  Sabtu pagi, 7 September 2013, Harrison dan seluruh tim termasuk peneliti berangkat ke perkebunan kelapa sawit milik Sinar Mas dengan menggunakan dua helikopter. Dengan menghabiskan waktu setengah hari lebih membuat film di estate tersebut, bintang film “Indiana Jones” itu lalu bertolak ke taman nasional Hutan Tesso Nilo di Pelalawan dan tiba sekitar jam 5 sore di camp flying squad, yang dikelola oleh departemen kehutanan dan LSM WWF Indonesia.

Harrison Ford (bertopi biru) bersama Direktur Konservasi WWF Indonesia Nazir Fuad (dua kanan) saat sesi syuting di hutan Tesso Nilo, Minggu (8/9/2013). Foto : Zamzami
Harrison Ford (bertopi biru) bersama Direktur Konservasi WWF Indonesia Nazir Fuad (dua kanan) saat sesi syuting di hutan Tesso Nilo, Minggu (8/9/2013). Foto : Zamzami

Bintang gaek ini saat turun dari heli langsung memungut sampah minuman kotak yang terdapat di lapangan tersebut. Setelah berbincang dengan sang produser tentang adegan turun dari heli Harrison lebih banyak aktif memberikan arahan. Harrison disambut hangat oleh Kepala Balai Tesso Nilo, Kuppin Simbolon dan Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Fuad. Sementara Kepala Unit Presiden bidang Pengawasan dan Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto baru tiba di Tesso jam 10 malam lewat jalan darat.

Di Taman Nasional Tesso Nilo yang merupakan habitat gajah Sumatra dan harimau Sumatra, Harrison memulai syuting malam hari dengan mendengar pemaparan dari tim Eyes on the Forest tentang kondisi hutan Tesso Nilo. Pemaparan tersebut terlihat serius dan seksama apalagi Harrison telah melihat langsung dari atas saat flyover menuju Tesso Nilo.

Harrison Ford sebelum pengambilan gambar film terbarunya 'Years of Living Dangerously'. Foto: Zamzami
Harrison Ford sebelum pengambilan gambar film terbarunya ‘Years of Living Dangerously’. Foto: Zamzami

Dari panduan titik koordinat rute perjalanan selama flyover, Harrison menyaksikan belasan ribu hektar kawasan hutan yang telah dirambah oleh masyarakat pendatang, bekas lahan yang terbakar selama bulan Juni-Agustus lalu juga jalan koridor perusahaan HTI. Tingginya angka perambahan telah menyulut kebakaran di sebagian besar hutan Tesso Nilo selama periode itu.

Tesso Nilo sendiri memiliki luas 83 ribu hektar pada tahun 2009 dengan kondisi hutan sekunder setelah merubah fungsi dari hutan produksi terbatas yang telah dikuasai sejumlah perusahaan kayu. Kawasan ini sangat tinggi keragaman hayatinya setidaknya terdapat 360 jenis flora dalam 165 marga dan 57 suku di setiap hektarnya. Selain harimau dan gajah sumatra, di sini juga merupakan rumah bagi berbagai jenis primata, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis kumbang.

Berbincang dengan Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Foead sebelum proses pengambilan gambar. Foto: Zamzami
Berbincang dengan Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Foead sebelum proses pengambilan gambar. Foto: Zamzami

Namun tingkat perambahan yang cukup tinggi telah menyebabkan hutan Tesso Nilo yang masih bagus berkurang mencapai 52 ribu hektar lebih atau lebih dari 50% berubah fungsi menjadi perkebunan sawit. Menurut laman situs WWF, luas sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo dikuasai dan dikelola oleh individu dan kelompok yang teridentifikasi 524 orang mendominasi 72% atau 26.298 Ha dari total area perambahan yang telah dikonversi menjadi kebun sawit seluas 36.353 Ha. Rata-rata kebun yang dimiliki oleh individual adalah 50 hektar, jauh lebih besar dari rata-rata kebun yang dimiliki oleh petani, yang mengindikasikan adanya modal yang besar. Hasil investigasi WWF juga mengidentifikasikan 17 kelompok perambah yang memiliki kebun kelapa sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo.

Deforestasi yang cukup tinggi oleh perambahan inilah yang membuat sang produser membawa Harrison ke Tesso Nilo. Sayangnya Mongabay-Indonesia tidak bisa melakukan wawancara karena ketatnya jadwal syuting dari malam hingga Minggu sore. Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto juga nampak hadir di Tesso Nilo dalam rangka pengambilan gambar di salah satu lokasi perambahan.

Warga yang beruntung berfoto bersama Harrison Ford. Foto: Moeslim Rasyid/Jikalahari
Warga yang beruntung berfoto bersama Harrison Ford. Foto: Moeslim Rasyid/Jikalahari

Pada Minggu subuh 8 September 2013, Harrison dan tim telah berangkat menyusuri hutan di Taman Nasional Tesso Nilo dengan menempuh jalan kaki, mobil four wheel drive dan menunggangi gajah karena rute yang cukup sulit dilalui oleh kendaraan.

Informasi yang diperoleh Mongabay dari Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau) yang ikut rombongan UKP4 ke Tesso Nilo, film ini merupakan rangkaian dari 8 episode film yang ditayangkan pada April tahun 2014 di kanal TV kabel Showtime.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,