, ,

Warga Wajo Tagih Janji PTPN XIV Kembalikan Lahan sesuai Kesepakatan

PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV dituntut segera mengembalikan lahan warga Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), sesuai kesepakatan bersama di Kantor Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel, Makassar, 30 April 2013.

Tuntutan ini disampaikan Forum Petani Wajo dan Front Pembela Rakyat kepada media melalui juru bicara, Arman, di Makassar, Rabu, (11/9/13). Arman, mengatakan, pada pertemuan 30 April 2013, PTPN XIV menyatakan persetujuan segera memenuhi tuntutan warga, berupa pengembalian lahan seluas sekitar 2.000 hektar.

Selama ini, lahan warga yang diklaim milik PTPN, ditanami sawit. Dalam kesepakatan itu, proses pengembalian lahan  melalui mediasi Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo.

Turut hadir pada pertemuan 30 April 2013 itu antara lain, perwakilan PTPN XIV, Polda Sulsel, Kejaksaan Tinggi Sulsel, BPN Sulsel, BPN Wajo, DPRD Wajo, Kodam VII Wirabuana, dan Pemerintah Sulsel, Asisten I Pemda Wajo, Polres Wajo, serta Kodim Wajo.

Hadir pula warga yang tergabung dalam Forum Petani Wajo dan sejumlah lembaga non pemerintah yang tergabung dalam Forum Pembela Rakyat, antara lain Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar (YLBHM), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel, Jurnal Celebes dan Wallacea.

Kesepakatan lain, menjadikan lahan 2.000 hektar bisa dikelola warga hingga proses pengembalian tuntas. PTPN XIV juga menghentikan seluruh aktivitas perluasan dan penanaman di wilayah yang menjadi tuntutan warga. Pertemuan itu juga mengabulkan permintaan warga agar Polri dan TNI, netral dan tidak melakukan tindakan refresif kepada warga.

Menurut Arman, meski telah lima bulan hingga saat ini belum ada realisasi. “Ini seperti mengulang apa yang terjadi sebelum-sebelumnya.” Menurut dia, mewujudkan janji ini sangat tergantung pada itikad baik PTPN XIV dan Pemerintah Daerah Wajo.

“Kami sudah komunikasikan ke DPRD Wajo, katanya semua tergantung pada PTPN dan Pemda Wajo. Bola ada di tangan mereka.”

Arman khawatir, jika tidak segera terealisasi proses pengembalian lahan kembali terhenti. “Makin panjang dan rumit.”  Padahal, warga sudah diberi janji dengan kesepakatan itu.

Konflik lahan antara warga Kecamatan Keera dan PTPN XIV sudah berlangsung lama. Dalam rentang tiga tahun terakhir ini, tercatat sudah tiga kali mediasi, terakhir pada 30 April 2013.

Pertemuan di Kantor Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan, Makassar, pada pada 30 April 2013. Dalam pertemuan ini PTPN XIV menyepakati pengembalian lahan warga seluas 2.000 hektar. Lima bulan setelah kesepakatan ini belum juga ada realisasi. Foto: Forum Petani Wajo
Pertemuan di Kantor Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan, Makassar, pada pada 30 April 2013. Dalam pertemuan ini PTPN XIV menyepakati pengembalian lahan warga seluas 2.000 hektar. Lima bulan setelah kesepakatan ini belum juga ada realisasi. Foto: Forum Petani Wajo

Konflik lahan ini berawal dari PT Bina Mulia Ternak (BMT) masuk di Kecamatan Pitumpanua—kini berubah nama menjadi Kecamatan Keera–, dengan hak guna usaha (HGU) untuk lokasi pengembangbiakan ternak tahun 1972.

Kala itu, BMT berjanji memberikan ganti rugi dengan nilai bervariasi dari Rp12 juta-Rp25 juta. Ternyata, tak ada satu ganti rugi yang sampai ke tangan warga.

BMT makin memperluas wilayah hingga ke Kecamatan Maniangpajo (sekarang wilayah Kecamatan Gillireng) dengan masa kontrak 25 tahun. Lagi-lagi, tak ada ganti rugi ke masyarakat. Bahkan dalam proses terjadi intimidasi kepada masyarakat agar mereka menyerahkan lahan.

Data PTPN XIV, luas lahan yang diklaim sebagai HGU BMT Unit Keera saat itu sekitar 12.170 hektar. Dalam perkembangan, lahan BMT ini diambilalih PTPN XIV, prosesnya tanpa sepengetahuan warga setempat, pemilik lahan sebenarnya.

Luas lahan masyarakat yang dikuasai PTPN XIV 7.934 hektar, di wilayah Desa Ciromani’e dan Desa Awo, Kecamatan Keera. Dari sekian tahun dikuasai PTPN XIV, ternyata hanya sebagian yang ditanami. Sisanya, berupa padang ilalang terbengkalai. Ironis, tak boleh dimasuki dan dikelola masyarakat.

“Jika merujuk pada kesepakatan awal warga dengan BMT, seharusnya masa kontrak itu sudah berakhir 1998. Masyarakat seharusnya sudah bisa mengambil alih kembali lahan itu.” Kenyataan, PTPN bersikukuh menguasai lahan.

Pada 23 April 2010, sebenarnya telah terbangun kesepakatan antara masyarakat dengan PTPN XIV. Dalam pertemuan itu, ada tiga poin penting. Pertama, PTPN IX segera menghentikan seluruh aktivitas perluasan dan penanaman wilayah konsesi PTPN Kabupaten Wajo.

Kedua, masyarakat boleh mengelola lahan yang dirampas PTPN IX Wajo tanpa syarat apapun. Ketiga, aparat kepolisian dan PTPN XIV tidak mengganggu dan menghalang-halangi masyarakat yang memasuki dan mengelola lahan sengketa.

“Berangkat dari kesepakatan itu, masyarakat mengelola kembali lahan-lahan kosong yang belum ditanami sawit oleh PTPN. Justru di saat sama PTPN juga menanam sawit. Ini jelas-jelas melanggar apa yang telah disepakati bersama,” ucap Arman.

Lebih parah lagi, PTPN dibantu oknum kepolisian setempat juga melarang dan mengintimidasi warga. Puluhan warga sempat diciduk Polres Wajo dengan tuduhan menganggu aktivitas perkebunan PTPN XIV.

Menyikapi kondisi ini, pertemuan kembali dilakukan pada 3 April 2012. Hasilnya mengukuhkan kembali kesepakatan sebelumnya. Lagi-lagi tak menunjukkan niat baik. Pelepasan lahan seluas sekitar 2.000 hektar hanya janji-janji manis. PTPN XIV terus menanam sawit. Pertemuan terakhir 30 April 2013, hasil tak berbeda jauh. Hanya, pada pertemuan ini dilakukan skala provinsi, sebelumnya level kabupaten.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,