Razia Penambangan Tanpa Izin Bentrok, Dua Warga Tewas

Operasi razia penambangan emas tanpa izin (PETI) di Dusun Mengkadai, Desa Tumenggung, Kecamatan Limun,  Kabupaten Sarolangun, tanggal 1 Oktober 2013 siang, sekitar jam 14.00 berujung bentrokan. Satu orang anggota Brimob bernama Briptu Marko Firnando Hutagalung tewas. Dua anggota Sabara Polda Jambi Briptu Arpenda dan Bribda Rizky Arpenda mengalami luka di bagian pelipis. Kabag Ops Polres Sarolangun,  Rikcy Harianta juga mengalami luka. Satu unit mobil patroli polisi jenis L-200 Strada juga hancur dibakar massa.

Di pihak penambang, dua orang tewas yaitu Safri (24 tahun) dan Asep (16 tahun) serta puluhan lainnya mengalami luka-luka, termasuk luka tembak. “Dua warga meninggal dunia. Satu terkena tembakan peluru tajam, dan satunya lagi tewas karena dikejar-kejar Wakapolres,” ujar Aswat, 32 tahun, warga Dusun Mengkadai kepada Mongabay Indonesia. Aswat mengaku menyaksikan langsung kejadian tersebut dari awal.

Menurut Aswat, awalnya tim gabungan yang datang hanya lima orang dipimpin langsung Wakapolres Sarolangun, Kompol Pria Budi Sik. Korban Safri ditembak dari jarak dekat oleh Wakapolres, sekitar 20 meter. Setelah itu Safri dibawa ke RSUD Prof DR HM Chatib Quzwain Sarolangun. Setengah jam kemudian, Safri dikabarkan meninggal.

Aswat mendengar langsung Wakapolres menelepon aparat yang berada di Desa Pulau Pandan. Jaraknya sekitar 6 kilometer dari Dusun Mengkadai. “Wakapolres saya dengar sendiri bilang ke anggotanya bahwa dia diserang massa padahal itu sama sekali tidak benar,” kata Aswat. Tak lama kemudian massa berdatangan jumlahnya mencapai ribuan orang hingga bentrokan tak terhindarkan.

Kata Aswat, warga yang luka-luka pada umumnya juga terkena tembakan peluru. “Ada yang peluru timah atau peluru tajam, ada juga peluru karet. Tapi sebagian besar terkena tembakan peluru tajam. Kami menemukan dua buah selongsong peluru tajam tapi sudah diambil pihak rumah sakit,” kata Aswat.

Aswat mengatakan, warga yang mengalami luka-luka tidak bisa dibawa ke rumah sakit. “Karena rumah sakit dikuasai polisi, jalan juga dikuasai polisi. Sekarang warga setelah pelurunya dikeluarkan oleh pihak rumah sakit langsung kami bawa pulang dan dirawat di dusun,” katanya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Almansyah belum berani berkomentar soal tuduhan bahwa anggota kepolisian menggunakan peluru tajam. “Kami masih mengumpulkan bukti-bukti untuk menyelidiki kasus ini,” ujarnya kepada Mongabay Indonesia.

Menurut Almansyah korban dari pihak kepolisian berjumlah lima orang. Satu tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka. Kemudian satu anggota TNI terluka. Sementara korban dari pihak masyarakat berjumlah lima orang. Dua tewas dan tiga lainnya mengalami luka-luka. “Untuk sementara situasi di lapangan sudah aman dan terkendali,” kata Almansyah.

Menurut Aswat, pihak yang paling bertanggung jawab atas kejadian itu adalah Wakapolres. Jika dia tidak memobilisasi anggotanya, korban yang jatuh tidak banyak. “Dalam waktu dekat kami akan melaporkan kejadian ini ke Komnas HAM,” katanya.

Aswat mengatakan bahwa sebenarnya tadi siang itu juga bukan jadwal operasi tim gabungan. Kecamatan Limun disepakati hanya berhenti beroperasi selama tiga hari, terhitung sejak 24 – 26 September 2013. Masyarakat juga sudah mematuhinya sehingga sejak Jumat, 27 September 2013, masyarakat kembali menambang. “Kami hanya sebatas untuk mengisi perut bukan cari kaya. Lagipula Kapolres Sarolangun pernah berjanji jika merazia tidak akan menghancurkan alat serta tidak akan melakukan kekerasan. Tapi apa kenyataannya?” ujar Aswat.

Sudah sepekan ini aparat gabungan kepolisian, TNI, dan Satpol PP melakukan razia PETI di Sungai Limun, Sarolangun. Aparat gabungan ini dibagi menjadi dua tim dan melakukan razia di tempat terpisah.

para pekerja tambang di Bangka, yang terancam karena bekerja tanpa prosedur keamanan yang baik. Foto: Friend of the Earth
(Ilustrasi) Para pekerja tambang di Bangka. Foto: Friend of the Earth

Sempat Dihadang Masyarakat

Sehari sebelumnya, pada (30/9) Tim Gabungan Razia Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan di Kabupaten Merangin sempat mendapat penghadangan dari masyarakat. Tim gabungan ini terdiri dari personil polisi, brimob, dan TNI yang dipimpin langsung Kapolres Merangin, AKBP Satria Yusada, didampingi Komandan Detasemen Brimob Kompi B. Tim bergerak menyusuri empat desa: Muara Panco, Perentak, Tiangko dan Sungai Pinang. Semuanya berada di wilayah Kecamatan Sungai Manau, Merangin, Jambi.

Saat menggelar razia di Desa Perentak, Kecamatan Pangkalan Jambu, Merangin, warga sempat menghadang aparat dengan meletakkan sepeda motor pada pintu masuk lokasi. Warga akhirnya mengerti setelah tim melakukan pendekatan persuasif. Dan razia dilaksanakan kembali.

Kejadian yang sama terulang saat aparat hendak menyisiri kawasan Desa Sungai Pinang tepatnya di Dusun Senggering, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin. Ketika hendak menuju lokasi warga terlihat berkumpul tepat di badan jembatan Senggering. Puluhan motor warga sengaja ditumpuk guna menghadang laju kendaraan personil aparat. Walaupun akhirnya polisi dapat membujuk warga untuk membuka jalan.

Di wilayah ini penyisiran ke lokasi alat berat cukup sulit. Selain harus melewati area perbukitan dan lembah yang licin, penyisiran area dugaan keberadaan alat berat juga harus dilakukan menempuh pinggiran sungai. Rute tempuh yang harus dilewati cukup menantang, ratusan personil yang dibagi dalam dua tim harus melewati jalan terjal, hingga melewati lahan bekas persawahan warga.

Kasat Reskrim Polres Merangin, AKP Syamsi Ubai membenarkan bahwa ada warga yang hendak menghadang upaya razia tersebut. “Memang ada penghadangan saat kami akan memasuki lokasi keberadaan alat berat. Tapi warga hanya salah persepsi saja lantaran berhembus isu polisi akan menangkap para penambang emas tradisional,” katanya sembari menegaskan jika razia PETI masih rutin dilaksanakan.

Dalam razia tersebut, tim gabungan mengamankan enam alat unit alat berat. Satu alat berat ditemukan tertutup dedaunan di dalam kebun sawit, di Desa Muara Panco. Lima alat berat lainnya ditemukan di Desa Tiangko dan Sungai Pinang. Di dua desa ini para penambang cukup licik. Mereka menyembunyikan alat berat di daerah yang sulit dijangkau, di kawasan perbukitan, jauh dari pemukiman warga.

Untuk bisa sampai ke lokasi penyembunyian, harus melalui jalan yang terjal dan licin. Jaraknya 4 – 5 kilometer dari perkampungan penduduk. Tim bahkan juga harus menyeberangi sungai yang dalamnya mencapai satu meter lebih.

Wakapolres Merangin, Zulhir Destrian, menyatakan, pada operasi sebelumnya tim juga mengamankan enam unit alat berat dari tiga lokasi berbeda. Enam alat berat berbagai tipe itu ditemukan di lokasi berbeda dan jauh dari pemukiman penduduk.

“Kami memasang garis polisi karena alat berat itu barang temuan. Kami hanya membawa sejumlah barang bukti berupa handle, komputer dan beberapa komponen elektrik alat berat itu,” jelas Zulhir.

Zulhir menjelaskan, dalam razia itu pihaknya belum menemukan pelaku penambangan dan pemilik alat berat. Beberapa unit alat berat sudah ditinggalkan pemiliknya sebelum tim gabungan tiba di lokasi. Namun begitu razia akan terus dilanjutkan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,