,

Dari Seruan Setop Makan Satwa Liar sampai Jauhi Sirkus Orangutan

Brenti jo makang binatang liar! Begitu bunyi spanduk yang dipegang dua siswi berseragam pramuka, siang itu. Mereka berjalan paling depan. Ada gambar ular, yaki dan babi rusa pada spanduk berdasar putih ini. Jumat (4/10/13), sekitar pukul 14.00 bertepatan dengan Hari Satwa Sedunia, di Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut),  ratusan siswa pawai menyerukan setop makan satwa liar. Mereka berjalan tertib dari tugu KB, menuju kantor Walikota Bitung.

Victoria Sendy, Unit Informasi dan Edukasi Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) mengatakan, kampanye ini upaya memperjuangkan kelestarian satwa Sulawesi yang terancam, salah satu karena perburuan untuk dikonsumsi. Adapun satwa-satwa endemik Sulawesi yang terancam di Sulawesi antara lain, yaki, babi rusa, anoa, dan burung maleo.

Gawe yang diusung PPS Tasikoki ini, diikuti juga berbagai organisasi pecinta satwa, antara lain, Selamatkan Yaki, Private Course Class Bitung, The Tuturuga, dan Animal Friends Manado.

Tak hanya di Sulut, di berbagai daerah, komunitas peduli dan pecinta satwa andil dalam peringatan Hari Satwa Sedunia ini, seperti di Banda Aceh, Samarinda dan Yogyakarta. Di beberapa daerah ini, para relawan dari Centre for Orangutan Protection (COP) menyerukan kepada masyarakat agar tak mendukung bisnis pertunjukan orangutan yang umum di kebun binatang di Indonesia. Mereka aksi sambil membawa spanduk, pamflet dengan bermacam seruan seperti, “Orangutan Bukan Mainan.”

Daniek Hendarto, juru kampanye orangutan di Yogya mengatakan, sirkus orangutan dan berfoto bersama orangutan cara keliru mendidik para pengunjung kebun binatang. “Orangutan adalah satwa liar. Untuk bisa mengerti perintah tentu melalui pelatihan keras, dan tanpa ampun. Praktik kekejaman ini akan terus berlangsung jika masyarakat membeli tiket pertunjukan.”

Ramadhani, juru kampanye orangutan di Samarinda mengatakan, orangutan tergusur dari habitat karena hutan terbabat, seperti untuk perkebunan sawit. Kini, mereka harus menghabiskan sisa hidup dalam pusaran bisnis satwa liar berkedok konservasi. “Ini harus segera dihentikan.”

Senada dengan Ratno Sugito, juru kampanye orangutan di Banda Aceh. Menurut dia, kebun binatang harus konsisten sebagai lembaga konservasi ex situ. “Bukan malah mengembangkan diri sebagai tempat hiburan biasa.”

Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia, katanya, memiliki andil besar dalam kesesatan hiburan ini. Perhimpunan ini, seharusnya mensupervisi kebun binatang, bukan membiarkan sebagai kuburan satwa liar seperti kebun binatang di Medan maupun Surabaya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,