Indonesia Tak Miliki Data Akurat Pencemaran Merkuri

Kendati terbilang berdampak mengerikan, Indonesia ternyata tidak memiliki data terkait jumlah merkuri dan pencemaran yang terjadi di sejumlah sungai di tanah air. Hal ini terungkap dari paparan Profesor Takanobu Inoue dari Jurusan Arsitektur dan Teknik Sipil Sekolah Teknik Toyohashi di Jepang yang telah melakukan penelitian terkait pencemaran merkuri di sungai-sungai di Indonesia selama lebih dari satu dekade. Sumber terbesar dari racun merkuri, menurut sang profesor, berasal dari penambangan emas skala kecil yang dilakukan secara mandiri oleh penambang-penambang rakyat.

“Penambangan emas itu sangat mudah dipelajari dan dipraktekkan, terutama bagi orang-orang yang hidup di garis kemiskinan, karena dianggap memberikan harapan kesejahteraan,” ungkap pakar teknik pengairan ini.

Jika tidak ada teknologi canggih yang tersedia, penambangan emas cukup menggunakan campuran merkuri dan air untuk membersihkan biji emas. Campuran ini kemudian dipanaskan untuk menghilangkan merkuri melalui penguapan, sementara sisa air yang mengandung merkuri biasanya langsung dibuang ke sungai.

Merkuri adalah jenis metal yang bisa menyebabkan kecacatan serta kematian bagi orang yang terkontaminasi, dan juga kepada keluarga mereka yang ikut terpapar melalui baju dan barang-barang lain yang digunakan oleh penambang. Jika tahap keracunan ini sudah akut maka akan berakibat pada kerusakan ginjal dan sistem reproduksi. Hal yang sama bisa juga terjadi dengan paru-paru dan sistem syaraf yang akan mengalami kerusakan berat.

“Sangat penting untuk mendidik orang-orang tentang dampak bahaya dari racun merkuri,” ungkap Inoue. “Namun hanya sedikit peneliti lingkungan di negeri ini, dan peralatan yang mereka miliki untuk mengukur tingkat paparan racun sangat terbatas, demikian juga dengan dana dan dukungan pemerintah.”

Tambang emas ilegal di Danau Serantangan. Foto: Yohanes Kurnia Irawan
Tambang emas ilegal di Danau Serantangan. Foto: Yohanes Kurnia Irawan

Akibatnya, informasi kuantitatif terkait tingkat paparan racun merkuri setiap tahun seringkali tidak akurat. Lembaga seperti UNEP (United Nations Environment Program) memperkirakan bahwa tahun 2011 sekitar 70 ton merkuri sudah mencemari lingkungan. “Namun angka yang dikeluarkan oleh PBB ini hanya berdasar pada jumlah impor merkuri ke Indonesia,” jelas Inoue lebih lanjut. “Belum terhitung jumlah impor ilegal, karena jumlah angka sebenarnya jauh lebih besar.”

Profesor Inoue sudah menjelaskan temuannya dengan sejumlah profesor dari beberapa universtas di Indonesia. Dirinya meminta para akademisi ini untuk bergabung dengan Asosiasi Lingkungan Perairan Indonesia, dimana informasi bisa disebarkan dengan efektif dan kajian-kajian ilmiah tentang polusi tersedia disini.

Untuk membantu menjelaskan kasus pencemaran air yang berat, Profesor Inoue memberikan contoh kasus dari Tragedi Minamata yang terjadi di Kota Minamata, Jepang tahun 1956. Tragedi ini disebabkan oleh pembuangan limbah yang mengandung merkuri ke Teluk Minamata oleh sebuah perusahaan setempat. Akibatnya limbah ini bercampur dengan air yang menjadi sumber kehidupan spesies-spesies laut setempat yang serngkali dikonsumsi oleh para penduduk Kota Minamata.

“Kita membutuhkan lembaga riset untuk saling bekerjasama untuk memfasilitasi kajian yang sangat komprehensif tentang polusi merkuri di Indonesia,” ungkap Inoue. “kerjasama semacam ini akan memudahkan pengawasan kandungan merkuri di tambang-tambang emas dan dampak polutan lingkungan ini terhadap penduduk setempat.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,