Menhut Tandatangani SK No.180/2013, Warga Pulau Padang Kembali Usir RAPP

Sekitar duaratus warga dari empat desa di Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau berkumpul di Desa Lukit. Pagi itu, pukul 08.00, Pairan, 38 tahun, bersama 200 warga berjalan kaki melewati jalan setapak dikelilingi kebun sagu, kebun karet dan menembus ilalang menuju Tanjung Gambar, Desa Lukit, Sabtu 12 Oktober 2013.

Empat jam lebih menembus jalan setapak, pukul 12.30, melewati pinggiran jalan koridor yang dibangun PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP), mereka tiba di jetty atau pelabuhan yang dibuat PT RAPP setahun lalu di Tanjung Gambar. Jalan koridor itu menembus ke laut, tempat PT RAPP mengumpulkan dan mengangkut kayu-kayu dari hutan alam. kayu-kayu hutan alam itu diangkut menggunakan kapal khusus bernama tongkang ditarik menggunakan tugboat.

Tak lama berselang, sekitar 100 warga dari Desa Bagan Melibur dan Kelurahan juga sudah tiba dan bergabung dengan 200 warga. Desa bagan Melibur kebanyakan tokoh-tokoh masyarakat usia mereka rata rata setengah abad. Setidaknya, menurut pengakuan Pairan, ada 300 warga dari enam desa berkumpul dekat jetty yang dibangun PT RAPP.

Mereka segera merangsek mendekati Subhan Daulay dan Marhadi humas PT RAPP, meminta perusahaan tidak beroperasi di Tanjung Gambar, “Detik ini juga alat berat dan basecamp keluar dari jetty Tanjung Gambar,” kata Pairan. Daulay dan Marhadi belum merespon.

Surat Perjanjian Masyarakat dengan PT RAPP. Foto istimewa.
Surat Perjanjian Masyarakat dengan PT RAPP. Foto istimewa.

Sejam kemudian, Daulay dan Marhadi melakukan negosiasi dengan masyarakat diwakili Yahya HS, Zainudin, H Muslihat disaksikan 200 lebih warga. “Kami siap keluar dari sini kalau memang sudah ada surat dari pemerintah,” kata Marhadi. PT RAPP, lanjut Marhadi, bisa beroperasi karema memiliki izin SK 180 tahun 2013 yang diteken Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, “Kami sampai di pelabuhan Tanjung Gambar, juga dapat persetujuan dan diketahui tim Desa Lukit.”

Debat tak terelakkan. “Tim yang mana? Tim Desa Lukit sudah bubar, kalau Marhadi dapat izin dari tim masuk ke Tanjung Gambar, siapa namanya? Kalau memang ada, berarti mosi tak perccaya kami makin bertambah, tim sudah bubar malah berjalan,” kata Pairan. “Intinya, sebelum anda keluar, kami tetap bertahan.”

Negosiasi buntu. Warga mulai memberi kabar pada warga lainnya di enam desa, agar segera berkumpul untuk menambah massa dan menyiapkan logistik bila harus bertahan. Warga kebanyakan ibu-ibu mulai berkumpul di tugu berlawan desa Bagan Melibur. Ibu-ibu menyiapkan logistik berupa makanan dan minuman untuk para suami yang sedang berjuang mempertahankan lahan mereka.

Waktu menunjukkan pukul 16.00. AKP Lagomo, Kabag Ops Polres Bengkalis bersama Ali Azwar Kapolsek Merbau mendatangi warga yang memenuhi sekitar jetty. Lagomo mengajak masyarakat berdiskusi tanpa pihak perusahaan.

Masyarakat tetap pada tuntutannya. Tak menemukan jalan keluar, Lagomo menelepon Kapolres Bengkalis. Lantas Lagomo membacakan pesan singkat berupa sms dari ponselnya di depan masyarakat yang berkerumun. Isi pesannya Kapolres menjamin PT RAPP tidak beroperasi sementara waktu. Dan mengarahkan Lagomo memasang police line di depan jetty. Kapolres hendak mediasi pertemuan antara masyarakat, Kepala Desa, Bupati dan Perusahaan. “Masyarakat tetap tidak mau. Alasan sudah jelas, keinginan masyarakat simple alat berat hari ini keluar mumpung air masih pasang,” Pairan menjelaskan pada saya hampir sejam di balik selular sehari kemudian.

Karena tetap dengan tuntutannya, akhirnya Kapolres memberi solusi: distatus quokan. “Kami terima dengan status quonya. Dengan catatan ada perjanjian tertulis hitam di atas putih,” kata Pairan. Lagomo memberi usulan, alat berat untuk pembangunan jetty tetap di lokasi. Masyarakat pun menolak.

Akhirnya, ditengah hujan deras, Lagomo membuat surat perjanjian antara masyarakat dan perusahaan tercapai kesepakatan penghentian sementara (status quo) operasional perusahaan.

Intinya tidak ada kegiatan apapun di Tanjung Gambar dan sekitarnya di Kecamatan Merbau dan distatus quokan. “Pihak perusahaan sempat kaget karena status quo. Perusahaan protes. Ini pemberhentian sementara, kata Kabag Ops. Dia langsung pulang,”kata Pairan.

“Perusahaan menghentikan sementara rencana pembangunan dermaga jetty karena sekelompok masyarakat menyampaikan aspirasinya, sambil menunggu mediasi dalam waktu dekat guna mencapai kesepakatan bersama,” kata Djarot Handoko, Corporate Communication Manager PT RAPP.

mongabay RAPP pembibitan 2
Pembibitan milik RAPP.

Tidak Menjawab Tuntutan Masyarakat

Isnadi Esman, Sekretaris Jenderal BPP Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), mengatakan ini bentuk kesadaran masyarakat guna menyelamatkan gambut dalam sekitar 85 persen masuk dalam kategori gambut dalam. Gambut selama ini terbukti bisa menghidupi tanaman karet dan sagu.“Semua pihak terutama pemerintah, perusahaan, dan masyarkat untuk duduk bersama menyelesaikan sengketa Pulau Padang. Karena addendum SK 327 tahun 2009 berupa SK 180 tahun 2013 tidak menjawab tuntutan masyarakat terkait penyelamatan hutan dan lahan gambut serta sumber sumber kedhiupan yang ada di Pulau Padang.”

“Kanalisasi dengan cara membuat parit dan mengeruk gambut untuk mengangkut kayu mengancam lahan masyarakat, bahkan kanal yang dibuat perusahaan dekat dengan perumahan warga,” kata Yahya HS, 45 tahun, kelahiran Meranti Bunting dan tinggal di Lukit.

“Masuknya perusahaan akan merusak tatanan dan mengancam keberlangsungan usaha mereka. Masyarakat yang bergantung dari sektor pertanian dan perkebunan membutuhkan lahan untuk penerus mereka. Juga adanya sumber-sumber alam di hutan sebagai penunjang hidup lainnya, seperti kayu yang digunakan secara bijak sebagai bahan pokok rumah penduduk. Sudah puluhan tahun hutan alam terperlihara baik oleh masyarakat,”kata Intsiawati Ayus, anggota DPD RI yang turun langsung ke Pulau Padang.

Masyarakat meminta pada Menhut dan perusahaan mengeluarkan atau enclave lahan-lahan yang masuk dalam konsesi PT RAPP yang masuk dalam Sembilan Desa dan satu Kelurahan seluas 25.000 hekatre atau 90 persen lahan di Kecamatan Merbau. “Masyarakat sepakat akan mengolah lahan yang tersisa di masing-masing desa untuk lahan perkebunan sagu dan karet,” kata Pairan.  Karena sagu dan karet yang mereka kelola di atas lahan gambut selama ini menjadi sumber utama mata pencaharian masyarakat Pulau Padang.

Satu alat berat dan enam basecamp di atas tongkang perlahan ditarik oleh tagboat meninggalkan jetty Tanjung Gambar. Masyarakat mendekati  kapal itu ditengah guyuran hujan. Kapal pun menghilang dari pandangan masyarakat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,