Kalimantan Timur Miliki 24 Mamalia Laut Rentan Terdampar

Perairan Kaltim merupakan habitat mamalia dari keluarga Cetacean, yakni paus dan lumba-lumba. Belakangan makin banyak mamalia itu yang terdampar ke pesisir. Berdasarkan data Yayasan Konservasi, Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) pertama kali kejadian mamalia terdampar di Kaltim mulai ditemukan tahun 1997. Di Kutai Timur tepatnya di perbatasan Sekrat dan Jepu, seekor sperm whale atau paus sperma (Physeter macrocephalus) yang ditemukan dalam keadaan mati. Pasca-kejadian tahun 1997 tersebut belum ada lagi catatan mamalia terdampar hingga tahun 2004.

Kejadian mamalia terdampar kembali ditemukan tahun 2004. Lagi-lagi seekor sperm whale ditemukan mati di kawasan timur laut Pulau Maratua, Kabupaten Berau. Selanjutnya, setelah itu hampir setiap tahun ditemukan mamalia terdampar. Dr Daniella Kreb, peneliti RASI mengatakan, “Antara tahun 2004-2013 12 ekor Cetacea dipastikan terdampar di pesisir dalam keadaan mati. Atau jika dirata-rata hampir setiap tahun ada satu ekor mamalia yang terdampar di pesisir dalam keadaan mati. Hanya dua ekor saja yang hidup.”

Tahun 2007, ada seekor sperm-whale terdampar dalam keadaan hidup di Karang Malalungan, Berau. Selanjutnya juga 1 Mei 2012 lalu, seekor lumba-lumba hidung botol terdampar dalam keadaan hidup di Teluk Balikpapan. Bahkan akhirnya, mamalia yang bernama latin Tursiops aduncus ini berhasil dikembalikan ke laut oleh Dinas Pertanian, Peternakan Perikanan dan Kelautan bersama masyarakat setempat.

daftar mamalia terdampar di Kaltim_Data RASI_foto Hendar

Dari data RASI jenis Paus dan Lumba-Lumba yang terdampar yakni Sperm whale, Irrawaddy dolphin , Short-finned pilot whale, Humpback whale, Spotted dolphin, Indo-Pacific bottlenose dolphin. Analisis regresi menunjuk bahwa terjadi penurunan signifikan beberapa tahun terakhir terkecuali tahun 2012. Kalau periode 1995-2000, 2001-2006 dan 2007-2012 angka rata2 kematian menurun dari 6 menjadi 4 dan kemudian 3 pesut mati per tahun.

Di Kaltim ada sedikitnya 23 jenis paus dan lumba-lumba dan di Indonesia ada 34 jenis. Sementara di dunia ada sekitar 88 jenis Paus dan Lumba-lumba. Paling tidak ada sekitar 20 persen Paus dan Lumba-lumba berada di perairan Kaltim. dan ini sangat rentan terhadap terdampar karena permasalahan kerusakan lingkungan laut dan pola berpindah mamalia tersebut.

RASI mengungkapkan, sekitar 67 persen kejadian mamalia terdampar di Kaltim akibat terjerat rengge (jaring nelayan). Meski kejadiannya terjerat rengge, namun itu juga termasuk kejadian mamalia terdampar. Menurut Yanti, dari www.whalestrandingindonesia.com yang juga menjadi salah satu pemateri dan instruktur dalam kegiatan ini, kejadian terdampar yang dimaksud bukan hanya mamalia laut yang terdampar di darat. “Tapi juga ketika terjebak di perairan dangkal, atau dapat dikatakan dalam kondisi tidak berdaya sehingga tidak memiliki kemampuan untuk kembali ke habitat alaminya dengan usahanya sendiri,” katanya.

Pesut Mahakam di kawasan perairan Muara Kaman. Foto: Hendar
Pesut Mahakam di kawasan perairan Muara Kaman. Foto: Hendar

Sementara itu untuk Pesut Mahakam terdampar di beberapa kawasan di Sungai Mahakam. Menurut catatan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI). Jumlah Pesut mati antara 1996-2012: 79 ekor pesut Komposisi pesut mati dewasa (76%), 9 % anakan dan 15% bayi. Hingga RASI sempat memfilmkan proses penyelamatan pesut di sungai Mahakam.

Sementara itu kejadian di Kaltim menurut Dr Putu Liza Mustika, dari Conservation Internasional (CI) Indonesia adalah yang paling tinggi. “Kaltim datanya yang paling sering. Tetapi, data itu juga berhubungan dengan usaha yang dilakukan. Lebih sering mengamati, lebih sering mencatat maka datanya lebih banyak. Jadi, belum tentu yang tidak ada datanya tidak ada kejadian,” kata wanita yang akrab disapa Icha ini.

Meski diakuinya, saat ini masyarakat sudah memiliki kesadaran untuk melaporkan kejadian yang ditemuinya. Yang diharapkan,tentunya juga kesadaran masyarakat ketika ada kejadian akan ada orang-orang yang siap melakukan penanganan dengan baik dan benar sehingga mamalia yang terdampar hidup dapat dikembalikan ke laut.

Membentuk Tim Penanganan dan Penyelamatan Mamalia Terdampar

DARI tahun 2004 – 2013 tercatat ada 12 kejadian mamalia laut yang terdampar di perairan Kalimantan Timur (Kaltim). Untuk penanganan kejadian tersebut perlu dibentuk tim reaksi cepat. Sayangnya, wilayah Kaltim yang luas pengelolaan lautnya mencapai 10.216, 57 kilometer persegi juga menjadi kendala tersendiri. Pembentukan gugus tugas pun disarankan untuk dilakukan di masing-masing kabupaten/kota.

Keberadaan tim khusus penanganan mamalia terdampar sudah dibutuhkan di Kalimantan Timur (Kaltim), mengingat di sepanjang pesisir Kaltim insiden tersebut sudah terjadi secara rutin. Tim ini diperlukan terutama untuk kejadian terdampar hidup, sehingga mamalia dapat dikembalikan ke laut dengan selamat. Kesalahan saat penyelamatan dapat mengakibatkan kematian. Karena itu diperlukan sebuah tim penyelamat dengan seorang leader agar prosesnya terkoordinasi dengan baik.Daftar Mamalia Perairan Kaltim

Kalimantan Timur (Kaltim) termasuk salah satu lokasi dengan jumlah kejadian mamalia terdampar cukup sering, setidaknya satu tahun sekali. Sayangnya, hingga saat ini, belum ada tim yang secara khusus menangani masalah ini. “Hingga saat ini, Kaltim belum memiliki tim penanganan apabila terjadi mamalia terdampar,” kata Ir Chaidar Chairulsyah, Kepada Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan (DPKP) Kota Balikpapan.

Diakuinya, salah satu kelemahannya adalah kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk penanganannya. Oleh karenanya perlu ada dibentuk adanya gugus tugas penanganan pengendalian dan penyelamatan mamalia. Agar nantinya ketika ada kejadian atau ada indikasi akan terjadi, sudah diketahui tugas-tugas masing-masing, artinya siapa berbuat apa. Gugus tugas ini nantinya juga akan melibatkan berbagai unsur, mulai dari pemerintah daerah, institusi di daerah perairan dalam hal ini Angkatan Laut dan Polisi Air dan Udara (Polairud). Dengan demikian diharapkan ketika terjadi akan lebih cepat penanganannya.

Dengan berbagai kejadian mamalia terdampar inilah, penting kiranya dibentuk gugus tugas untuk penanganannya. Sebelumnya, KKP telah melaksanakan sosialisasi sekaligus pembentukan gugus tugas seperti ini di Bali dan Nusa Tenggara Timur. Hingga beberapa bulan lalu di Balikpapan telah terbentuk gugus tugas Penanganan Mamalia Terdampar yang terdiri dari berbagai unsur.

Begitupula dengan Kabupaten Kutai Kertanegara, rentannya ancaman terdampar atau terkena rengge mamalia air tawar di Sungai Mahakam yakni Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), membuat masyarakat di kawasan Sungai Mahakam yakni Muara Kaman, Desa Sangkuliman, Betuq/Muara Muntai dan Pela, membentuk Jejaring Penanganan dan Penyelamatan Pesut Mahakam.

“Kami memberi pengetahuan, kepada masyarakat di daerah yang sering muncul atau banyak di jumpai pesut, untuk dapat menjaga hewan langka tersebut dari masalah terdampar ataupun terkena rengge (jerat ikan). Kami ingin masyarakat juga peduli terhadap pesut Mahakam yang saat ini jumlahnya sangat sedikit,” ujar Dr Danielle Kreb. “Pembentukan Jejaring Penanganan dan Penyelamatan Pesut ini dilakukan, agar bila terjadi peristiwa terdampar atau terjaring rengge, maka ada koordinasi dalam melakukan penanganan, sehingga mamalia yang terdampar atau terjaring rengge dapat ditangani secara benar dan terselamatkan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,