, , ,

Laporan: Danai Tambang, Bank Asing dan Nasional Andil Rusak Lingkungan Indonesia

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkapkan setidaknya 21 bank asing dan delapan bank nasional turut andil dalam memperluas kerusakan lingkungan di Indonesia, lewat penyaluran dana mereka ke tambang batubara. Demikian laporan Jatam, bertajuk Deadly Coal series II; Potret Pembiayaan Pengerukan Batubara di Indonesia yang dirilis Kamis (28/11/2013) di Jakarta.

Sebelum ini,  World Development Movement juga merilis laporan pada Selasa (1/10/13) , menyebutkan, lima bank ternama dari Inggris, HSBC, Barclays, Standard Chartered, RBS dan Lloyds telah ‘membakar’ alam Kalimantan.  Lewat pendanaan kepada perusahaan-perusahaan tambang batubara, bank-bank ini andil dalam perubahan iklim, menyengsarakan masyarakat dan lingkungan di hutan Kalimantan.

Merah Johansyah Ismail, Kepala Divisi Huku dan Advokasi Jatam mengatakan,  laporan ini menunjukkan perbankan punya andil besar dalam memperluas krisis lingkungan hidup di kawasan eksploitasi batubara. “Mereka ikut bertanggung jawab terhadap kejadian yang menimpa Kalimantan dan Sumatera,” katanya.

Adapun bank-bank dan lembaga keuangan lain penyokong keuangan untuk memperluas eksploitasi tambang batubara itu antara lain, CIMB Bank, Standard Chartered, Mihuzo, UOB, OCBC Bank, dan HSBC. Juga, China Trust, Citibank, Bank Mega, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Sumitomo Mitsui banking Corporation, ANZ, China Development Bank, Bank Mandiri, Barclays, Bank of China, Permata Bank, BRI, Maybank, Paninbank dan DBS Bank.

Bank Mandiri menjadi bank nasional urutan teratas sebagai pemberi bantuan, tercatat 12 perusahaan, antara lain PT Arutmin, PT Indominco Mandiri, PT Bukit Asam, PT. Kideco, PT Jorong Barutama Greston, PT Antang Gunung Meratus, PT Allied Indo Coal. Lalu, PT Bukit Kendi (Anak usaha PT Bukit Asam), PT Gunung Bayan Pratama Coal, PT Indo Tambang Megah Raya, PT International Prima Coal dan PT Cipta Kridatama.

Merah mengatakan, banyak sekali ekses masyarakat kampung dekat kawasan tambang batubara, seperti problem kesehatan. Contoh, di Samarinda 40 persen masyarakat mengidap infeksi saluran akut pencernaan (ISPA).“Belum lagi debu, dan penyakit kulit.”

Masalah lain, kata Merah, tambang banyak menyikat kawasan hutan dan kawasan sakral masyarakat adat. “Sisanya, dampak ekologis akut seperti banjir bandang,  banjir lumpur, pencemaran sungai dan sumber air warga. Sedang perusahaan menikmati dan melipatgandakan keuntungan lewat pinjaman dan transaksi keuangan perbankan tadi.”

Dia mencontohkan, di Makroman, Samarinda, salah satu kawasan di Kaltim mengalami krisis air bersih. Jatam Kaltim mencatat,  tahun 2010 di sana ada sembilan aliran sungai kecil hilang. Di daerah aliran sungai Kandilo, Kabupaten Paser, terdapat 8.009 keluarga kekurangan pasokan air bersih karena sungai tercemar.

Data Jatam menyebutkan, ada 1.488 izin usaha pertambangan (IUP) batubara mengkapling 5,4 juta hektar plus 1,8 juta hektar lagi 33 PKP2B. Perizinan batubara ini belum ditambah luasan konsesi sektor lain yaitu perkebunan, perkayuan dan pertambangan migas.

Pada Februari 2013, Kementerian Energi dan Sumber Daya Meniral (ESDM) mengumumkan ada 10.667 IUP mengkapling 34 % daratan Indonesia. Bahkan,  Kecamatan Samboja diobral murah melalui 90 IUP batubara oleh Pemkab Kutai Kartanegara. “Ini penerbitan IUP batubara terbanyak di Indonesia saat ini. Padahal, Kecamatan Samboja adalah kawasan penopang pertanian, kini dikorbankan. Sudah  tiga tahun ini dilanda banjir bandang akibat tambang,” ucap Merah.

Dia berharap, dengan fakta ini ada perubahan kebijakan pemerintah terutama sektor keuangan dan perbankan.  Perubahan itu, dengan tak lagi memberikan pembiayaan kegiatan yang berdampak pada lingkungan hidup. “Mereka harus mereformasi itu semua. Termasuk bursa efek indonesia.  Ada 17 perusahaan batubara ada di sana dengan saham sudah go public.”

Dalam laporan itu jugamenyebutkan, Bumi Plc dan tiga perusahaan batubara terkait, merupakan kekuatan terbesar dalam industri batubara. Di bursa saham London, sejak Desember 2012, Bumi Plc masuk indeks FTSE 250 (financial times stock index). Ini mencerminkan saham Bumi Plc 15% dari kapitalisasi bursa saham di Inggris. Selangkah lagi,  dengan dukungan keuangan bisa membuat saham itu masuk ke jajaran FTSE 100. “Harus ada sanksi terhadap perusahaan yang terdaftar di sana tapi  melanggar komitmen lingkungan.”

Merah meminta, mekanisme, prosedur dan pengawasan harus lebih diperketat terhadap industri perusak seperti pertambangan ini. “Kami berharap pemerintah mengubah kebijakan ekonomi dari kecanduan industri fosil terhadap hal lain yang lebih berkelanjutan.”

Andika, Manajer Kampanye Jatam mengatakan, laporan ini menjadi bahan pelajaran bagi masyarakat bahwa sektor produktif pertambangan mendapatkan modal dari perbankan baik internasional maupun nasional.

Menurut dia, bank turut serta membangun spekulasi bisnis dan menarik interest dari nilai kekayaan sektor pertambangan terutama batubara. “Bayangkan hanya berbekal IUP yang hanya dua hingga tiga lembar mereka bisa mengakses keuangan. Masyarakat banyak yang tidak tahu uang yang ditanamkan di bank-bank itu ternyata untuk merusak lingkungan.” Kondisi ini, katanya, menunjukkan proteksi negara dalam mengatur dan mengurus sumber daya alam, lemah.“

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,