Laporan: Go Public, Namun Sawit Sumber Mas Sarana Menyimpan Potensi Masalah

Sebuah perusahaan kelapa sawit Indonesia gagal mengungkapkan semua resiko lingkungan dan keuangan kepada calon investor mereka menjelang penjualan saham mereka kepada publik yang direncanakan dimulai 12 Desember 2013 mendatang, seperti diungkapkan oleh sebuah laporan dari sebuah lembaga lingkungan bernama Commodity Finance Risk Analysis Unit yang dikelola oleh Profundo, Climate Advisers dan sejumlah lembaga lainnya.

Perusahaan tersebut, PT Sawit Sumber Mas Sarana (SSMS) yang memiliki perkebunan yang dioperasikan oleh PT Kalimantan Sawit Abadi, PT Mitra Mendawai Sejati (MMS), PT Ahmad Saleh Perkasa (ASP), dan PT Sawit Mandiri Lestari (SML) di Pulau Kalimantan menargetkan untuk meraih dana segar sekitar 88 juta dollar AS melalui penawaran saham mereka ke publik pekan ini. Perusahaan yang merupakan bagian dari Citra Borneo Indah, akan menggunakan dana segar ini untuk membuka perkebunan baru, mendapatkan konsesi lahan baru, membayar hutang-hutang mereka dan menyediakan modal usaha. Saham SSMS ini akan ditawarkan di Indonesia Stock Exchange (IDX) Jakarta.

Sumber: Profundo, Climate Advisers
Sumber: Profundo, Climate Advisers

Dalam laporan yang diterbitkan oleh Profundo, Climate Advisers dan sejumlah lembaga lainnya ini menyatakan bahwa Sawit Sumber Mas Sarana tidak memberikan keterangan yang lengkap kepada calon investor mereka terkait konflik lahan, penebangan ilegal, saluran penjualan yang tidak jelas, pendanaan perbankan yang tidak transparan dan sejumlah pertanyaan terkait dengan pemerintahan.

“Para investor yang membeli saham SSMS akan beresiko terkait dengan resiko ketidakberlanjutan dan pemerintahan, dimana hal ini akan mempengaruhi naik turunnya harga saham SSMS sendiri dan posisi pemegang saham publik SSMS,” ungkap laporan ini, dan memberikan tanda “AVOID” untuk saham SSMS alias “Harus Dihindari“.

Profundo mencatat bahwa sebagian besar lahan milik PT Sawit Sumber Mas Sarana yang belum dikembangkan masih bisa direbut pihak lain karena legalitasnya tidak cukup kuat, sementara pihak perusahaan telah menebangi blok-blok hutan tanpa perizinan yang semestinya.

Sumber: Profundo, Climate Advisers
Sumber: Profundo, Climate Advisers

“Lahan milik SSMS yang diperiksa dengan menggunakan peta terbaik untuk menjelaskan habitat orangutan di Pulau Kalimantan,” ungkap laporan itu. “Peta ini dibuat sekitar 10 tahun lalu, yaitu sebelum perusahaan memulai pembukaan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar. Kami menemukan bahwa sekitar 21.000 hektar atau 44% dari lahan yang diidentifikasi sebagai milik PT SSMS tumpang tindih dengan habitat orangutan. Kami memperkirakan bahwa duapertiga dari habitat ini telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012.”

Dua pembeli utama kelapa sawit PT Sawit Sumber Mas Sarana, yaitu Wilmar dan Golden Agri Resources, baru-baru ini menerapkan kebijakan untuk tidak membeli kelapa sawit dari hasil konversi hutan yang bernilai konservasi tinggi dan memiliki simpanan karbon signifikan, dan hal ini telah menekan prospek pertumbuhan perusahaan ini di lantai bursa.

“Untuk penjualan kelapa sawit mentah, SSMS saat ini bersandar pada dua pembeli utama, yaitu Wilmar yang membeli sekitar 60.7% total produksi dan SMART sekitar 28.6% dari total produksi,” ungkap laporan ini lebih lanjut. “Secara bertahap, kedua perusahaan ini kini mengadopsi kebijakan atau komitmen yang mewajibkan semua penyuplai mereka mematuhi aturan untuk menyediakan kelapa sawit dari sumber yang bisa dilacak untuk menghindari potensi kontroversial yang terjadi terkait dengan legalitas, deforestasi, pembangunan di lahan gambut dan konflik lahan.”

Sumber: Profundo, Climate Advisers
Sumber: Profundo, Climate Advisers

“Melihat isu terkait pemerintah dan keberlanjutan yang terjadi pada PT SSMS dan anak perusahaan mereka, kami melihat adanya resiko serius bagi PT SSMS dan meminta agar pembeli produk mereka untuk menghentikan hubungan bisnis dengan perusahaan ini.” Laporan ini juga menyoroti potensi konflik kepentingan dengan pihak perbankan dan pemerintah.

“Bank Mandiri diekspos sebagai pemberi pinjam utama kepada SSMS – dan pada saat bersamaan berperan sebagai underwriter dalam penjualan saham SSMS ke publik,” ungkap pernyataan yang dikeluarkan oleh Climate Advisers. “Sebagian dana yang diraih dari penjualan saham ini akan digunakan untuk membayar hutang kembali ke Bank Mandiri, dan hal ini menciptakan konflik kepentingan yang jelas.”

Sumber: Profundo.
Sumber: Profundo.

“Bahkan setelah penjualan saham ke publik, perusahaan ini akan terus dikelola oleh satu keluarga saja, dan hal ini meningkatkan resiko bahwa perusahaan tidak dapat dikelola untuk kepentingan pemegang saham minoritas.”

Laporan ini juga mengungkap bahwa ada beberapa resiko yang dimuat dalam prospektus mereka yang berbahasa Indonesia, namun tidak dimasukkan dalam prospektus mereka yang berbahasa Inggris.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,