, , ,

Cemari Lingkungan, Pemerintah Didesak Putus Kontrak Karya PT NHM

”PT. NHM Dapat Emas, Masyarakat Dapat Limbah.” Begitu bunyi spanduk yang dibentang dalam aksi protes gabungan organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa pada Selasa (17/12/13), di Ternate, Maluku Utara. Mereka protes pencemaran Teluk Kao, akibat limbah perusahaan tambang emas, PT Nusa Halmahera Mineral (NHM).

Massa aksi yang tergabung dalam Front Penyelamat Teluk Kao, hari itu turun ke jalan mendesak pemerintah segera mencabut izin Kontrak Karya perusahaan Australia yang akan selesai pada 2016. Perusahaan ini menambang di wilayah adat Suku Pagu, Malifut, Halmahera Utara.

Masri Anwar dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut, sekaligus koordinator lapangan mengatakan, Teluk Kao, di Halmahera Utara, sudah tercemar limbah tambang NHM. Mata pencarian wargapun terganggu karena limbah menyebabkan kerusakan ekosistem, baik di darat maupun laut.

“Sekitar 13 warga adat menjadi korban terjangkit penyakit benjol–benjol dan gatal–gatal karena mengkonsumsi ikan dan air sungai yang diduga tercemar. Ini mengancam masa depan 5.000 jiwa warga yang hidup di sana,” dalam pernyataan yang dikirim kepada Mongabay.

Menurut dia, dulu Teluk Kao menghasil teri terbesar di Indonesia Timur, tetapi hilang saat NHM mulau penambangan dan membuang limbah ke sungai dan teluk.  Wargapun tak bisa lagi mengkonsumsi air sungai, karena sudah tercemar. “Jadi NHM harus dihukum seberat–beratnya. Mereka mengambil emas untuk mereka, limbah untuk kita.”

Lembaran kain putih untuk membubuhkan tandatangan bagi setiap warga yang ingin mendukung gerakan penyelamatan Teluk Kao. Foto: AMAN Malut
Lembaran kain putih untuk membubuhkan tandatangan bagi setiap warga yang ingin mendukung gerakan penyelamatan Teluk Kao. Foto: AMAN Malut

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, mereka mendesak pemerintah segera audit lingkungan secara jujur dan transparan. NHM, harus bertanggungjawab atas pelanggaran adat, hukum dan lingkungan.  Mereka juga mendesak pemerintah memberikan sanksi hukum kepada NHM dan memberikan perlindungan hukum ke masyarakat. “Kami mendesak pemerintah tak memperpanjang kontrak karya NHM. Mendesak NHM mengembalikan kondisi lingkungan seperti semula di Teluk Kao dan sekitar.”

Tak hanya orasi, para aktivis ini juga membagi-bagikan selebaran berisikan kondisi masyarakat di Teluk Kao. Ada juga penandatanganan petisi di atas kain putih. Masyarakat ikut memberikan tanda sebagai bentuk dukungan.

Aksi ini melibatkan 24 organisasi masyarakat dan mahasiswa antara lain, AMAN Malut, BPAN Malut, Perempuan AMAN, Togamaloka, FKPMM, Hipma Moro, KPMG, Hikmat, Himalok, Gamhas, BEM Faperta, dan BEM Perikanan. Lalu, BEM FKIP, BEM Sastra, BEM Fatek Unkhair, BEM Hukum Unkhair, BEM Ekonomi, LMND, HMI, IMM, Samurai, Baret, HPMK, Pembebasan.

Pencemaran lingkungan dampak operasi NHM, bukan cerita baru. Namun, terus berlanjut tanpa ada perhatian pemerintah. Sebuah laporan berjudul Environmental justice in Halmahera Utara: lost in poverty, interests and identity, yang diposting di website Universitas Leiden, yang memperlihatkan berbagai dampak dari kehadiran tambang emas ini.

Dari situs newcrest.com.au, perusahaan menyebutkan, telah beroperasi sesuai standar operasi tambang berkelanjutan. Mereka mengklaim sudah peduli lingkungan dan warga sekitar.  Mereka juga merilis laporan tentang operasi berkelanjutan secara periodik.

Warga mengalami penyakit benjol-benjol setelah lama mengkonsumsi ikan dan air di sungai yang tercemar limbah PT NHM. Foto: AMAN Malut
Peta PT NHM. Sumber: AMAN Malut
Peta PT NHM. Sumber: AMAN Malut
Wilayah tambang PT NHM dari citra satelit. Sumber: AMAN Malut
Wilayah tambang PT NHM dari citra satelit. Sumber: AMAN Malut
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,