Habitat Hilang, Seekor Beruang dan Siamang Terpaksa Jalani Rehabilitasi

Berbagai aktivitas perburuan dan penangkapan satwa liar yang berujung pada pemeliharaan di dalam kandang, masih terus terjadi hingga kini. Akibatnya, proses rehabilitasi yang memakan waktu dan biaya yang mahal, harus kembali dilakukan untuk mengembalikan sejumlah satwa ini ke habitat mereka seiring hilangnya sifat alami yang diperlukan untuk bertahan hidup di alam liar.

Seperti yang terjadi pada 19 Desember 2013 silam, tim lapangan Centre for Orangutan Protection (COP) bersama Kalaweit Sumatera melakukan translokasi atau pemindahan seekor beruang madu (Helarctos malayanus) berumur tujuh tahun hasil sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu empat tahun silam dari Desa Penarik, Muko Muko, Bengkulu ke lokasi rehabilitasi satwa liar yang dikelola oleh Kalaweit Sumatera di Sumatera Barat.

Proses pemindahan beruang madu ke Kalaweit di Sumatra Barat. Foto: COP
Proses pemindahan beruang madu ke Kalaweit di Sumatra Barat. Foto: COP

Setelah penyitaan yang dilakukan tahun 2009 silam, beruang bernama Jony ini terpaksa dititipkan di kandang karantina yang ada di kantor BKSDA Bengkulu karena belum mendapat tempat untuk kembali merehabilitasinya sehingga siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Di lokasi rehabilitasi ini, Jony akan menjalani rehabilitasi bersama dengan empat individu beruang lain yang sudah terlebih dahulu masuk dan menjalani perawatan.

“Langkah pengiriman Jony menuju pusat rehabilitasi yang dikelola Kalaweit sebagai upaya nyata guna memberi kesempatan beruang Jony untuk menjalani rehabilitasi sebelum dilepaskan kembali ke alam,” ungkap Daniek Hendarto Kordinator Animal Rescue COP.

Proses siamang dari rumah warga di Arga Makmur ke pusat rehabilitasi Kalaweit di Sumatra Barat. Foto: COP
Proses siamang dari rumah warga di Arga Makmur ke pusat rehabilitasi Kalaweit di Sumatra Barat. Foto: COP

Pada hari yang sama, tim dari COP, Kalaweit dan BKSDA Bengkulu juga melakukan evakuasi seekor siamang (Sympalangus syndactylus) dari rumah seorang warga di Agra Makmur, Bengkulu Utara. Sebelumnya, siamang ini dipelihara oleh pemiliknya selama 8 tahun. Selepas penyerahan, siamang ini juga dibawa oleh BKSDA Bengkulu dan Kalaweit menuju lokasi rehabilitas yang sama dengan beruang madu bernama Jony tadi.

“Beruang dan siamang menjadi salah satu satwa yang dilindungi dan keberadaannya terancam oleh manusia baik lewat alih fungsi habitat maupun diperdagangan untuk peliharaan. Harga yang mahal menjadi nilai yang menggiurkan para pedagang untuk memburu dan memperjualbelikannya. Pada bulan November 2012 tim BKSDA Jawa Tengah bersama COP menggagalkan upaya perdagangan bayi beruang madu di Kebumen, Jawa Tengah yang dihargai 22 juta. Ini membuktikan bahwa perdagangan satwa liar masih menjadi satu ancaman bagi keberlangsungan hidup satwa liar di alam karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga diburu dan diperdagangkan” Daniek Hendarto.

Kondisi siamang yang dipelihara oleh warga di Arga Makmur, Bengkulu. Foto: COP
Kondisi siamang yang dipelihara oleh warga di Arga Makmur, Bengkulu. Foto: COP

Beruang madu, siamang dan sejumlah satwa lain di Sumatera adalah jenis satwa yang dilindungi di Indonesia. Namun hilangnya habitat akibat ekspansi industri kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri, serta pertambangan yang membutuhkan lahan secara masif terus menggerus habitat asli satwa-satwa ini.

Setiap tahun, ratusan ribu hektar lahan dan hutan hilang untuk memenuhi kebutuhan perluasan industri-industri ekstraktif tersebut. Akibatnya, sejumlah besar satwa di wilayah-wilayah ini rentan perburuan dan perdagangan liar. Kini, semua mamalia besar di Sumatera yaitu orangutan, gajah sumatera, badak sumatera, dan harimau sumatera semua berada dalam kondisi kritis yang sama menurut catatan Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), yaitu berada di dalam kategori terancam punah atau endangered.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,