, ,

Tata Kota Buruk, Banjir Rendam Makassar

Banjir terjadi di bebagai daerah. Di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, sampai Sulawesi. Di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), banjir sejak seminggu terakhir, ketinggian air dari 50 cm sampai satu meter lebih. Pegiat lingkungan menilai,  banjir ini dampai dari tata kota yang buruk.

Salah satu titik banjir paling parah di  Makassar, di Kompleks Veteran, Jalan Swadaya Mas, Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala. Banjir mencapai bagian perut orang dewasa. Ratusan warga diungsikan ke Masjid Attoyyibah, tak jauh dari banjir.  “Banjir tahun kemarin belum setinggi ini, sekarang rumah yang dulu tidak banjir kini juga tergenang,” kata Hasni, warga Makassar kepada Mongabay, Kamis (26/12/13).

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Makassar langsung menurunkan tim evakuasi, gabungan dari kelompok pecinta alam dan penanggulangan bencana di sana. “Kita sudah kerahkan tim dan membentuk posko di sejumlah titik banjir. Termasuk evakuasi warga yang mengungsi,” kata Ismoenandar, Kepala BPBD Makassar.

Beberapa titik yang langsung mendapatkan penanganan BPBD adalah Kompleks BTP Makassar, berbatasan dengan Mocongloe Kabupaten Maros dan Kompleks Kodam III, air sudah setinggi dada orang dewasa.

Palang Merah (PMI) Makassar juga menyiagakan 1.000 orang relawan terdiri dari anggota Palang Merah Remaja (PMR), TSR (tenaga suka rela), KSR (Korp Suka Rela) dan Tim Bantuan Medik (TBM).

Menurut Yusprai Salim dari Tim Bantuan Medik (TBM) 101 Universitas Muslim Indonesia, , hingga saat ini delapan orang yang menjalani pengobatan kesehatan, antara lain gatal-gatal dan sakit kepala. BMKG memperkirakan curah hujan tetap tinggi di Makassar hingga beberapa minggu ke depan.

Warga umumnya diungsikan  menggunakan rakit yang diupayakan sendiri. BPBD memiliki  perahu karet meski dalam jumlah terbatas. Foto: Wahyu Chandra
Warga umumnya diungsikan menggunakan rakit yang diupayakan sendiri. BPBD memiliki perahu karet meski dalam jumlah terbatas. Foto: Wahyu Chandra

Sejumlah pihak angkat bicara terkait bencana banjir, yang seakan menjadi agenda rutin tahun dalam beberapa tahun ini. Kamaruddin Azis dari Commit menilai banjir tahunan ini ekses dari penataan kota buruk dan masih marak penimbunan pantai oleh pemerintah dan swasta.

“Banjir di Makassar rutin karena tata kota tidak berpihak kepada lingkungan, pada pentingnya konservasi hutan kota, resapan air serta tata kelola drainase pemukiman. Reklamasi pantai semborono, salah satu penghalang air buangan dari kota, apalagi jika isu drainase kota gagal diantisipasi pemkot,” ujar dia.

Menurut dia, persoalan banjir ini klasik hingga sulit mengharapkan solusi konkrit dari pemerintah. Langkah pemkot selama ini sangat tak efektif karena insidentil dan tak berkelanjutan, terkadang kontraproduktif.  Dia mencontohkan, ketika warga protes kanal dan muara sungai menyempit, pemerintah justru melonggarkan izin pendirian mal dan perumahan elit. Ketika sampah kota menyerbu aliran sungai, pemkot justru mendukung mereklamasi wilayah resapan air. “Luasan ekosistem pesisir menjadi berkurang karena konversi makin intensif di beberapa wilayah pesisir dari arah selatan hingga timur kota.”

Serupa dikemukan Anwar Lasappa dari Forum Studi Lingkungan Hidup (Fosil) Makassar. “Ini terjadi karena sistem drainase buruk dan daerah resapan air kurang akibat banyak alih fungsi lahan menjadi perumahan dan ruko.”

Asmar Exwar, Direktur Walhi Sulsel, banjir dan sejumlah bencana alam lain di Makassar dan Sulsel menjadi rutinitas tahunan hingga upaya-upaya antisipasi sudah seharusnya dilakukan. “Pemerintah jangan hanya menunggu bencana datang tanpa upaya-upaya antisipasi konkrit.”

Asmar mengkritisi, kebijakan penataan ruang Makassar yang dinilai tidak peduli lingkungan dan hanya mengedepankan pembangunan. “Masyarakatlah yang menjadi korban karena arah kebijakan pembangunan salah. Rumah-rumah mereka hancur tergenang. Berbagai fasilitas pelayanan menjadi rusak dan tidak bisa diakses. Belum lagi ancaman gangguan kesehatan dan keamanan,” katanya.

Menurut Asmar, kerentanan Makassar terhadap banjir didukung pembangunan infrastruktur seperti pembangunan pemukiman, perumahan elit, kawasan bisnis dan perkantoran telah menghilangkan areal-areal resapan air.

Belum lagi sistem drainase belum terbukti mampu mengurangi kerentanan banjir akibat overload dari saluran atau sungai. “Penataan kota buruk akan memperbesar tingkat kerentanan kota terhadap banjir.”

Asmar berharap, pemerintah tak menambah kerentanan dengan pembenahan, perbaikan dan pengendalian sistem tata air kota Makassar. Termasuk menghentikan kegiatan-kegiatan merusak lingkungan, pemulihan daerah tangkapan air dan daerah aliran sungai. “Perlu perbaikan pada titik-titik rawan seperti daerah aliran sungai, kanal dan parit untuk menghindari korban jiwa akibat hanyut terbawa air yang meluap.”

Sejumlah warga yang rumahnya tergenang memilih  bertahan. Mereka yang mengungsi mayoritas  perempuan, lansia dan balita.Foto: Wahyu Chandra
Sejumlah warga yang rumahnya tergenang memilih bertahan. Mereka yang mengungsi mayoritas perempuan, lansia dan balita.Foto: Wahyu Chandra
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,