Kontrol Lingkungan Lemah, Saatnya Hentikan Ekspansi Batubara di Kaltim

Hingga kini di Kaltim telah tercatat sekitar  1488 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara  yang mengkapling sekitar 5.4 juta hektar plus 1,8 Juta hektar lagi oleh 33 IUP Pusat (PKB2B). Dari jumlah tersebut, yang telah berproduksi adalah sekitar 400 perusahaan tambang batubara.  Sementara pada bulan Februari 2013 lalu, kementerian ESDM telah mengumumkan terdapat 10.667 Ijin Minerba yang memakan 34 % dari daratan Indonesia

Kegiatan penambangan batubara dengan sistem terbuka masih menjadi momok bagi  Kalimantan Timur (Kaltim). Pasalnya, kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut tidak dapat dielakkan. Meski sebenarnya dampak dari kerusakan masih dapat diperbaiki melalui kegiatan reklamasi lahan pasca-tambang. Sayangnya fungsi pengawasan berjalannya reklamasi yang dijalankan oleh seorang inspektur tambang juga lemah lantaran jumlah personel yang sangat minim.

Untuk seluruh Kaltim, jumlah inspektur tambang hanya lima orang untuk mengawasi sekitar 400 perusahaan tambang batu bara yang telah produksi. Kekurangan jumlah inspektur tambang ini menurut Andi Luthfi, ST Msi, Inspektur Tambang Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Kaltim beberapa waktu lalu, bukan hanya di Kaltim melainkan secara nasional.

“Domainnya bukan hanya di Kaltim saja. Idealnya jumlah inspektur tambang untuk di Kaltim itu sekitar 40 orang. Sebelumnya, memang ada pejabat yang menjadi inspektur tambang namun setelah adanya surat edaran Dirjen yang menyatakan inspektur tambang haruslah pejabat fungsional, maka kemudian pejabat yang ada di struktural tidak lagi dapat menjadi inspektur tambang,” katanya dalam ekspose hasil penelitian Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja bertajuk “Reklamasi Lahan Pasca Tambang: Aspek Kebijakan, Konservasi, dan Teknologi” di Hotel Gran Senyiur.

Pengapalan batubara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur. Foto: Hendar
Pengapalan batubara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur. Foto: Hendar

Hal ini makin diperparah, karena seluruh inspektur tambang hanya ada di ibukota provinsi, yaitu Samarinda. Lantas mengapa begitu sulit untuk menambah jumlah inpektur tambang? “Kalau menyangkut sumber daya manusia, ada 50 orang yang dapat diangkat sesuai dengan persyaratan yang diperlukan, salah satunya S1 tambang atau yang berkaitan dengan lingkungan. Namun pengangkatannya semua tergantung kabupaten/kota masing-masing,” tambahnya.

Minimnya inspektur tambang yang ada di Kaltim tentunya sangat berpengaruh pada pengawasan perusahaan tambang batubara yang saat ini telah mencapai 400-an yang telah produksi tersebut. Niat pemerintah daerah untuk meletakkan keseimbangan antara lingkungan dan eksplorasi sumber energi masih belum berjalan mulus. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya izin tambang yang dikeluarkan, bahkan di antara izin tersebut ada yang kawasannya tumpang tindih.

Hal tersebut dibenarkan Kepala Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Samboja (Balitek KSDA‑Samboja) Dr Nur Sumedi. “Inspektur tambang di Kaltim ini minim sekali. Bagaimana mungkin bisa mengawasi dengan jumlah lima orang,” kata Nur Sumedi. “Realitas di lapangan dengan kawasan yang resmi disparitasnya beda jauh. Memang banyak persoalan, tapi yang saya lihat adalah banyaknya tumpang tindih kawasan. Luas wilayah Kaltim ini kan sekitar 19 juta hektare (Ha), kemudian izin yang keluar baik di sektor tambang, kelapa sawit dan hutan lindung sebanyak 21 juta Ha. Ini menunjukkan bahwa izin yang keluar tidak melihat akurasi di lapangan,” Lanjutnya.

Nur menilai belum ada komitmen yang kuat terkait penggunaan lahan untuk penambangan batubara. Keakuratan melihat fakta di lapangan dalam mengeluarkan izin tambang masih menjadi titik lemah, sehingga banyak kawasan yang tumpang tindih. “Sampai dengan tahun kemarin faktanya masih begitu. Kita berniat memang menyelamatkan kawasan ini tidak perlu menunggu RTRW rampung. Jadi wilayah kita itu harusnya 30 persennya adalah hutan. Kalau kita berpatokan 30 persen harus hutan, seharusnya jangan sampai lebih dari itu, yang benar-benar 30 persen ya jangan diutak-atik,” bebernya.

Titik lemah ini diakui banyak bermuara di Pemerintah Kabupaten/Kota, selaku instansi yang mengeluarkan izin. Pemerintah Provinsi kadang-kadang tidak berdaya melihat laju izin yang diterbitkan. Di sisi lain, pengawasan terhadap kegiatan penambangan batu bara juga masih sangat kurang.

Jelang Pemilu 2014, batubara menjadi primadona sebagai salah satu sumber pendanaan calon legislatif dan aktivitas politik. Foto: Hendar
Jelang Pemilu 2014, batubara menjadi primadona sebagai salah satu sumber pendanaan calon legislatif dan aktivitas politik. Foto: Hendar

Kaltim Tidak Mengeluarkan Ijin Tambang Baru

Hingga kini Propinsi Kalimantan Timur tidak akan menerbitkan ijin pertambangan baru. Tercatat hingga akhir tahun 2013 ini ada sekitar  1488 Izin Usaha Pertambangan, namun baru 400 an yang telah berproduksi. Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak menegaskan, moratorium bertujuan memberikan kepastian hukum kepada para pengusaha pengusaha pertambangan.

“Jika Tidak bermasalah terhadap lingkungan, dan tidak tumpang tindih lahannya. Kalau audit lingkungan dan perizinan tersebut belum selesai, ya tidak akan saya cabut moratoriumnya,” tegas Awang. Diketahui, banyak lahan pertambangan yang masih tumpah tindih dengan wilayah perkebunan dan pertanian. “Masih ada petani yang mengeluh lahannya terkena lahan tambang. Nah, hal-hal seperti ini harus diselesaikan dulu,” Lanjutnya.

Diharapkan sektor pertambangan, kehutanan, perkebunan dan pertanian Kaltim dapat berjalan maksimal. Selain soal moratorium izin tambang baru, Awang juga menegaskan Perda Hauling, yang melarang kendaraan angkutan batubara dan kelapa sawit melintas di jalan provinsi sudah berjalan maksimal.

“Harapan saya cuma satu, pengelolaannya semakin baik. Kebijakan moratorium tambang ini didukung oleh Presiden melalui UKP4. Laporan Kadishub mengenai kendaraan batubara dan sawit tidak melintas jalan propinsi sudah jalan. Cek saja ke lapangan. Kalau ada yang tidak jalan, laporkan ke saya,” tegas Awang. Menurut Awang, penerapan larangan hauling di jalan umum dilakukan berbagai instansi secara terpadu. “Ada polisi, ada Dishub dan instansi terkait lainnya. Anggaran pengawasan di lapangan juga sudah ada. Terus kalau tidak jalan masalahnya apa?,” katanya lagi.

Selama ini, angkutan batubara di jalan umum kerap menjadi keluhan masyarakat. Selain kerap menimbulkan kerusakan jalan, angkutan batubara di jalan umum tak jarang membahayakan jiwa pengendara lainnya. “Kalau masih ada yang lewat ya ditindak,” tegas Awang lagi.

Diketahui, perda hauling melarang kendaraan angkutan batubara dan kelapa sawit menggunakan jalan umum dengan kapasitas di atas 8 ton. “Yang dikeluhkan masyarakat ini jalan provinsi dilewati hauling batubara yang melebihi kapasitas kemampuan jalan,” pungkas Awang.

Salah satu Penumpukan Batubara di kawasan Kalimantan Utara. Foto: Hendar
Salah satu Penumpukan Batubara di kawasan Kalimantan Utara. Foto: Hendar

Sementara itu Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi berharap moratorium penerbitan izin baru pertambangan diteruskan, sebelum ada hasil audit lingkungan yang dilakukan secara menyeluruh. “Sebelum mekanisme penambangan itu baik, tata kelola lingkungannya baik ya jangan buru-buru dicabut,” tegasnya

Hasil audit lingkungan dan perizinan, kata Darlis, harus dibeber ke publik sebelum moratorium pertambangan dicabut. “Awalnya, bahkan kita menginginkan kegiatan penambangan dihentikan. Tapi karena banyak pertimbangan usaha dan investasi, makanya hanya penerbitan izin baru saja yang dimoratorium. Hasil audit lingkungan nantinya, juga harus dibeber ke publik dulu. Sehingga, publik bisa mempelajarinya sebelum moratorium dicabut. Namanya moratorium, pasti  ada jangka waktunya,” pungkas Darlis.

Kebijakan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak menerbitkan moratorium pertambangan batubara, yang bersifat penghentian sementara, penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP), mendapat respon dari Asosiasi Pertambangan Batubara Samarinda (APBS). Melalui Ketuanya, Eko Priatno, APBS mengaku tidak mempermasalahkan moratorium penerbitan IUP, terutama di Samarinda. “Kalau di Samarinda sih tidak ada masalah. Soalnya lahannya (pertambangan) juga sudah habis kalau untuk yang izin baru,” kata Eko.

Meski demikian, Eko meminta pemerintah mengkaji kembali tentang penerbitan kenaikan izin dari IUP Eksplorasi menjadi IUP Eksploitasi atau ke tahap produksi. “Kalau yang dimoratorium hanya penerbitan izn baru tidak masalah. Tapi kalau kenaikan izin dari eksplorasi ke eksploitasi saya pikir tidak bisa langsung distop,” ujar Eko.

Diketahui, isi moratorium yang dikeluarkan Gubernur meminta 10 Bupati dan satu walikota (Samarinda) untuk tidak menerbitkan IUP baru. Selain itu, Bupati/Walikota tersebut diminta memaksimalkan pertambangan yang ada, termasuk tidak menerbitkan kenaikan dari izin eksplorasi menjadi izin produksi.

Tabel Rekapitulasi Izin Usaha Tambang Batubara di Kalimantan Timur

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,