Lindungi Keragaman Hayati Dunia, PBB Tetapkan 3 Maret World Wildlife Day

world wildlife day

Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 3 Maret sebagai Hari Alam Liar Sedunia atau World Wildlife Day untuk mengormati secara khusus satwa dan vegatasi dunia, terutama yang terancam punah dan dilindungi.

Resolusi ini diadopsi tanggal 20 Desember 2013 silam, saat 193 anggota Sidang Umum PBB memilih tanggal tersebut sebagai hari khusus untuk menghargai keragaman hayati dunia. Tanggal 3 Maret sendiri dipilih karena bersamaan dengan tanggal diadopsinya kesepakatan CITES atau Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, yang bertujuan untuk mencegah perdagangan flora dan fauna dunia yang merugikan keragaman hayati dunia.

Melalui pengakuan ini, Sidang Umum PBB menyatakan nilai penting dari kehidupan di alam liar dan kontribusinya bagi keseimbangan ekosistem dunia, termasuk nilai-nilai ekologis, genetis, sosial, ekonomi, ilmiah, edukasi, budaya, rekreasi dan keindahan. Sebagian besar negara-negara anggota Sidang Umum PBB sendiri telah menyampaikan kepedulian mereka pada saat penetapan resolusi tanggal 20 Desember 2013, terkait kejahatan terhadap lingkungan, termasuk di dalamnya perdagangan satwa dan vegetasi yang terancam dan dilindungi, serta pentingnya kerjasama internasional untuk melawan kejahatan tersebut, dan juga penguatan kapasitas serta penegakan hukum secara tegas.

Sekretaris Jenderal CITES, John Scanlon sendiri menyatakan bahwa penetapan Hari Alam Liar Sedunia ini memiliki makna yang sangat penting bagi perlindungan kehidupan liar di dunia. “Hari Alam Liar Sedunia adalah kesempatan yang ideal untuk merayakan keindahan berbagai bentuk flora dan fauna liar serta meningkatkan kesadaran betapa pentingnya konservasi mereka bagi manusia,” ungkap Scanlon. “Pada saat yang sama, peringatan ini juga mengingatkan kita betapa pentingnya perang melawan kejahatan terhadap satwa dan vegetasi yang dilindungi, dimana hal ini memiliki dampak ekonomi, lingkungan dan sosial.”

Upaya perlindungan terhadap satwa dan vegetasi liar dan dilindungi saat ini semakin mendesak mengingat nilainya yang semakin besar, dan dampak terhadap lingkungan yang semakin parah. Sebuah laporan yang dirilis oleh WWF Internasional hari Rabu tanggal 12 Desember 2012 mengingatkan bahwa perdagangan gelap satwa dan bagian-bagian tubuhnya yang kini mencapai nilai 19 miliar dollar AS, tak hanya mengancam habitat dan kelangsungan hidup berbagai jenis spesies dunia, namun juga mengancam stabilitas pemerintahan dan keamanan nasional berbagai negara yang terlibat.

Harimu Sumatera mati di sekitar konsesi milik APP dan APRIL. Foto:
Harimu Sumatera mati di sekitar konsesi milik APP dan APRIL. Foto:

Laporan ini mengungkapkan bahwa upaya yang tengah dilakukan untuk menekan laju perdagangan ilegal bagian-bagian tubuh badak, gajah dan spesies terancam lainnya semakin kewalahan melawan sindikat kejahatan global yang menancapkan kuku mereka dimana-mana. “Upaya perlawanan ini nyaris kalah oleh teknologi, sumber daya dan kekuatan organisasi yang mereka miliki,” ungkap presiden WWF, Carter Roberts.

Sebuah kompilasi laporan yang dirilis oleh lembaga yang melakukan monitoring dan pencegahan perdagangan satwa liar dunia, TRAFFIC menyatakan setidaknya 1425 ekor harimau sudah ditangkap di Asia dalam 13 tahun terakhir. Namun dari data di dalam laporan berjudul Reduced to Skin and Bones Revisited yang meliputi 13 negara, Kamboja adalah yang terparah, tak ada data jumlah penangkapan harimau yang tercatat selama periode tersebut.

Dalam análisis laporan ini terlihat jelas bahwa kendati upaya perlawanan dan pencegahan terus dilakukan dalam perdagangan bagian-bagian tubuh harimau, namun kondisi di lapangan membuktikan bahwa hal ini tetap menjadi perhatian utama karena masih terus terjadi, ungkap TRAFFIC. Sekitar 654 ekor harimau dibunuh dan bagian tubuhnya diperjualbelikan, mulai dari kulit hingga tulang, lalu gigi, telapak kaki dan tengkoraknya selama periode ini, atau sekitar 110 ekor harimau mati diburu setiap tahun, dengan angka rata-rata dua ekor atau lebih setiap minggunya.

Hiu mati diburu. Foto: M. Burgener/TRAFFIC
Hiu mati diburu. Foto: M. Burgener/TRAFFIC

Sementara, sekitar 89% harimau tangkapan itu berada di luar kawasan lindung, hal ini menekankan pentignya aksi anti-perdagangan liar untuk memutus rantai perdagangan dan mencegah penetrasi ke dalam habitat harimau. Temuan yang signifikan dalam laporan yang terbaru ini adalah meningkatnya jumlah tangkapan harimau, yang juga melibatkan harimau hidup – sekitar 61 ekor ditangkap selama periode tiga tahun sejak pertemuan terakhir CITES tahun 2010. Angka ini merupakan setengah dari jumlah keseluruhan (123 ekor) yang tercatat sejak tahun 2000 silam. Thailand adalah negara yang teridentifikasi menjadi lokasi utama perdagangan harimau yaitu dengan total 30 ekor, lalu diikuti Laos 11 ekor, Indonesia 9 ekor dan Vietnam 4 ekor.

Tabel: Jalur Perdagangan Ilegal Satwa dan Bagian Tubuhnya ke Seluruh Dunia. Klik untuk memperbesar tabel
Tabel: Jalur Perdagangan Ilegal Satwa dan Bagian Tubuhnya ke Seluruh Dunia. Klik untuk memperbesar tabel
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,