, ,

Video: Merekam Perampasan Lahan dan Kriminalisasi Warga di Kalteng

Adalah Burhan, warga Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng), tanah dan kebun karet dirampas perusahaan sawit. Kala protes, diapun harus menghadapi penjara 1,5 tahun. Nasib sama dialami Wardian. Warga Seruyan ini harus menjalani 1,5 bulan penjara karena tak terima kala tanah dan kebun durian terbabat sawit semena-mena. Nasib miris, juga dialami Langkai TN, dari Desa Kanyala, mendekam di penjara 1,6 tahun didakwa melakukan perbuatan tak menyenangkan. Padahal, dia protes lahan dan kebun karet diklaim perusahaan sawit.

Ketiga orang ini hanya segelintir dari ribuan warga yang mengalami nasib buruk. Mereka menjadi terpidana gara-gara berusaha mempertahankan wilayah hidup. Cuplikan kisah ini diambil dari sebuah video berdurasi 12:42 menit berjudul Tanahku (Tak Lagi) Hidupku, yang diproduksi SOBInfomedia dari Save Our Borneo (SOB).

Video ini menggambarkan hutan Kalteng nan indah, dengan keragaman hayati, yang berangsur pudar. Hutan terbabat kebun sawit dan merenggut kehidupan warga. Lahan dan kebun mereka menjadi ‘milik’ perusahaan. Wilayah adat, dan hutan adat pun terampas.

Warga tak terima. Penolakan dan protes mereka disikapi lewat intimidasi dan teror, baik oleh aparat negara, sekuriti perusahaan sampai preman bayaran. Sebagian dari mereka ditangkap dan masuk bui.

Tampak juga dalam video itu, seorang perempuan di Sampit, menangis histeris. Sang suami divonis penjara 1,3 tahun karena protes pada perusahaan. Dia terus berteriak mencaci maki lembaga peradilan dan perusahaan yang telah menempatkan sang suami sebagai pesakitan dua kali: tanah terampas, masuk penjara pula.

Dari catatan SOB, izin industri ekstraktif di Kalteng, sampai akhir 2013 mencapai 12,897 juta hektar, dari luas daerah 15 juta hektar lebih. Dari luasan itu,  ada 332 perusahaan sawit dengan 4,111 juta hektar.

Selama 2013, SOB merekam terjadi, 73 pelanggaran sektor kehutanan oleh perusahaan sawit. Lalu, 127 konflik lahan warga vs perusahaan sawit. Warga yang dilaporkan perusahaan 38 orang, sembilan divonis bersalah.

Film ini dirilis akhir Desember 2013, sebagai catatan akhir tahun organisasi pecinta lingkungan ini. “Kami buat dalam bentuk visual, agar lebih bisa dilihat banyak pihak daari berbagai kalangan.  Film ini kami buat untuk mengingatkan masa depan bahwa kriminalisasi dan land grabbing masih terjadi. Makan korban warga dari berbagai tempat,” kata Nordin, Direktur Eksekutif SOB sekaligus produser film ini, awal Januari 2014.

Menurut dia, film ini mencoba membuat catatan ahir tahun dalam bentuk audio-visual agar lebih memberi gambaran memadai. “Intinya dalam film ini kami ingin memberikan garisbawah bahwa tahun 2013 adalah tahun kriminalisasi warga.” Dia memprediksi, tahun 2014, perampasan-perampasan lahan dan kriminalisasi warga akan terus berlanjut.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,