Ekosistem Terumbu Karang Pulau Lombok, Menanti Status Legalitas Kawasan

Perairan Indonesia, adalah salah satu pusat keragaman hayati bawah laut dunia. Kawasan yang masuk ke dalam Segitiga Terumbu Karang Dunia atau Coral Triangle Center ini merupakan rumah bagi sekitar 76% spesies terumbu karang dunia.

Salah satunya adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau Lombok yang termasuk kedalam Provinsi NTB merupakan pintu gerbang ke kawasan Wallacea yang memiliki keragaman spesies yang tinggi dengan tingkat endemisitas yang tinggi dan dilewati oleh arus lintas Indonesia yang membawa massa air, plankton, dan larva dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia.

Namun pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut membawa potensi masalah pada sebagian wilayah pada masing-masing kabupaten di wilayah Lombok seperti aktivitas sosial ekonomi pada daerah hulu akan menimbulkan berbagai dampak terhadap ekosistem pada daerah tengah maupun hilir, antara lain sedimentasi perairan, tingkat kekeruhan air, erosi, dan pencemaran.

Menanti status kawasan yang lebih tegas demi menjaga keindahan terumbu karang yang tersisa. Foto: WCS
Menanti status kawasan yang lebih tegas demi menjaga keindahan terumbu karang yang tersisa. Foto: WCS

Selain itu kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun masih banyak ditemukan. Permasalahan tersebut belum tertanggulangi karena lemahnya penegakan hukum dan minimnya informasi terkini terkait kondisi dan keragaman ekosistem pesisir dan laut di wilayah ini, khususnya yang berkaitan dengan data ekosistem terumbu karang.

Pada tahun 2012, Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Program melakukan kajian ekologi terumbu karang di Kabupaten Lombok Utara dalam upaya mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan nasional Taman Wisata Perairan Gili Matra. Kemudian pada tahun 2013, WCS melanjutkan kajian ekologi terumbu karang di wilayah perairan Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur.

Kegiatan survei ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni – 30 Juni 2013 di 35 titik pengamatan yang mewakili perairan Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah.  Kegiatan survei ekologi ini merupakan bagian dari komitmen WCS untuk mendukung program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pengelolaan perikanan berkelanjutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Hasil kajian ini menemukan bahwa kekayaan ekosistem terumbu karang di pulau Lombok, terdiri dari 66 genera karang keras yang berasal dari 17 famili karang keras. Secara umum kondisi ekosistem terumbu karang di perairan pulau Lombok mengalami kerusakan, hasil observasi menemukan bahwa  tutupan substrat terumbu karang di Pulau Lombok didominasi oleh karang mati beralga sebesar 42,62%, sedangkan tutupan karang keras hanya sebesar 29,52%. Lokasi dengan tutupan karang keras tertinggi ditemukan di Kabupaten Lombok Barat sebesar 35.52%, sedangkan yang terendah ditemukan di Kabupaten Lombok Utara sebesar 22,78%.

Foto: WCS
Secara umum terumbu karang di Pulau Lombok telah mengalami kerusakan. Foto: WCS

Selain itu tim peneliti juga menemukan salah satu jenis karang endemik Indonesia tepatnya tersebar di wilayah Lesser Sunda yaitu Acropora suharsonoi. Sampai saat ini the International Union for Conservation of Nature (IUCN) merilis bahwa jenis karang tersebut baru ditemukan di wilayah Bali bagian barat, Bali bagian timur, dan Gili Matra Lombok. Dengan temuan tersebut mudah-mudahan misteri keanekaragaman hayati laut di Lombok terus terungkap.

Selanjutnya, tim peneliti WCS menemukan bahwa biomassa ikan karang di Pulau Lombok sebesar 541,85 kg per hektare.  Lokasi dengan biomassa ikan karang tertinggi ditemukan di Kabupaten Lombok Barat sebesar 818,43 kg per hektare, hal ini menunjukkan bahwa Pulau Lombok memiliki potensi perikanan karang yang tinggi dibandingkan beberapa wilayah di Indonesia, Ujar Shinta T. Pardede selaku peneliti ikan karang WCS.

Peneliti juga mencatat sebanyak 578 spesies yang berasal dari 162 genera dan 49 famili ikan karang yang ditemukan selama survei. Berdasarkan kelompok trofik, hampir 80% ikan karang di perairan Lombok didominasi oleh planktivora dan omnivora, yaitu kelompok ikan yang mayoritas dari famili Caesionidae (ekor kuning dan pisang-pisang), Pomacentridae (betok laut) dan Labridae (keling-kelingan), kecuali di Kabupaten Lombok Tengah.

Pulau Lombok memiliki potensi perikanan karang yang tinggi, disisi lain terdapat ancaman terhadap degradasi ekosistem terumbu karang.  Hal ini terlihat dari kerusakan habitat terumbu karang yang cukup besar, meninggalkan hamparan padang pecahan karang yang luas di hampir 40% luasan terumbu karangnya. Kondisi ini merata hampir di semua kabupaten di Pulau Lombok.  Praktek penangkapan ikan dengan bom dan racun, diduga merupakan salah satu faktor utama penyebab kerusakan ini.

Efektivitas pengelolaan TWP Gili Matra sebagai kawasan konservasi perairan nasional dibawah Kementerian Kelautan dan Perikanan telah berada pada tahap dikelola minimum.  Demikian pula dengan Kabupaten Lombok Timur dengan adanya KKPD Gili Lawang dan Gili Sulat, KKPD Gili Petagon, serta lokasi Suaka Perikanan di Sapakoko, Gili Rango, Taked Pedamekan, Gusoh Sandak, dan Taked Belanting.

Foto: WCS
Foto: WCS

Sebagian besar kawasan tersebut masih pada tahap diinisiasi.  Sementara itu, kawasan konservasi perairan di Kabupaten Lombok Tengah sudah berada dalam tahap didirikan untuk menjadi TWP Teluk Bumbang. Keunikan dan pesona laut Lombok Tengah memberikan kekhasan tersendiri untuk dikelola sebagai objek wisata, sedangkan potensi perikanan budidaya lobster dan rumput lautnya merupakan salah satu aset nasional yang sangat penting.

Untuk dapat mengelola sumberdaya yang ada di kawasan TWP Teluk Bumbang, penetapan status kawasan berdasarkan landasan hukum yang sesuai dan pengembangan sistem pengelolaan yang terpadu merupakan dua elemen penting pengelolaan kawasan konservasi yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pengelola kawasan. Selain itu, diperlukan juga dukungan penuh dari berbagai elemen terkait untuk dapat mencapai pengelolaan TWP Teluk Bumbang yang efektif.

Kabupaten Lombok Barat juga memiliki potensi cukup tinggi dalam hal sumberdaya pesisir dan laut maupun keragaman hayatinya, kawasan ini masih berada dalam tahap inisiasi kawasan konservasi perairan daerah (KKPD). Sementara hasil survei menunjukkan bahwa lokasi di sekitar Gili Gede, Gili Renggit, Gili Layar, sampai ke Bangko-bangko juga memiliki nilai penting secara ekologis.  Hal ini terlihat dari  keragaman jenis karang dan ikan karang yang tinggi, serta kondisi substrat dan komunitas ikan karang yang sangat baik.  Lokasi ini memiliki nilai estetika lingkungan yang tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata bahari.

Sebagai bagian dari jejaring kawasan konservasi perairan di ekoregion laut Sunda Kecil dan Segitiga terumbu karang, usaha pelestarian terumbu karang di Lombok harus terus dikembangkan, baik dalam hal meningkatkan kesadartahuan masyarakat, menjembatani kepentingan setiap pengguna sumberdaya, juga dalam hal monitoring, pengawasan, dan penegakan hukum.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,