,

Kala Warga-Aktivis Tolak Tambang Bangka Berhadapan dengan Pemerintah dan Aparat Pendukung

 Puluhan kapal nelayan dari beberapa desa di Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara (Sulut), berjaga di perairan Bangka sejak Selasa (18/2/14). Mereka rela libur tak mencari ikan demi menjaga lingkungan dari ancaman perusahaan tambang PT Mikro Metal Perdana (MMP).

Pada Selasa itu, ratusan nelayan menghadang kapal pembawa alat berat MMP yang hendak berlabuh di Pulau Bangka. Warga menolak, kapal datang dikawal polisi. Bak, anjing menggonggong,  kafilah berlalu. Keesokan hari,  kapal kedua tetap datang. Lagi-lagi, dikawal khusus kapal polisi. Warga tak surut, terus menolak.

Lalu, Kamis (20/2/14), kondisi sempat kembali memanas. AKBP Djoko Wienartono, Kapolres Minahasa Utara (Minut) menawarkan dialog dan membuahkan dua kesepakatan yang menjamin alat berat MMP tak akan beroperasi sebelum masalah hukum selesai.

Revoldi Koleangan dari Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang (AMMALTA) mengatakan, pada Kamis siang (20/2/14), perahu-perahu warga Desa Lihunu dan Desa Pajeko Batuputih mendarat di Desa Kahuku. Namun, situasi tiba-tiba situasi memanas setelah satu anggota polisi ada yang menyudutkan masyarakat. Dia tak jelas apa yang diucapkan polisi.

Warga Desa Batuputih, Lihunu, dan Kahuku langsung emosi. Mereka ingin konflik terbuka. “Massa Batuputih dan Lihunu mulai tidak dapat dikendalikan. Setelah warga menerima  surat Komnas HAM 17 Februari 2014, mereka ingin ketemu pimpinan tertinggi polisi yang ada di Ehe dan Kapolres Minut,” katanya dari keterangan yang diterima Mongabay dari gerakan Save Bangka Island.

Kapolres Minut pun meminta dialog antara masyarakat dengan aparat. Warga ingin dialog di Ehe, Kapolres mengusulkan di kapal polisi. Setelah tawar-menawar, disepakati hanya 15 orang Kahuku, Linuhu, dan Kalinaun,  mewakili warga. “Dialog di perahu polisi. Warga Batuputih tidak ikut karena sudah terlalu emosi,” kata Didi, panggilan akrabnya.

Pertemuan itu membuahkan dua kesepakatan.  Pertama, Kapolres menjamin alat tidak akan beroperasi sebelum masalah hukum selesai. Jika alat berat bergerak, massa akan langsung bertindak.

Kedua, Polda dan Polres juga meminta warga segera mengajukan putusan Mahkamah Agung lengkap selambat-lambatnya Senin (24/2/14). Kapolres menjamin, jika putusan MA ini diterima polisi, dalam waktu tiga hari MMP segera keluar dari Pulau Bangka.

Aktivis Sempat Diamankan

Pada Jumat (21/2/14, warga dan aktivis lingkungan aksi Solidaritas untuk Masyarakat Pulau Bangka di Polda Sulut, Manado. Hari itu,  bertepatan dengan kedatangan Kapolri,  Jenderal Polisi Sutarman, ke Manado.

Pada aksi itu, dua aktivis Maria Taramen dari Tunas Hijau, dan Aryati Rahman LBH Manado, sempat diamankan meskipun setelah beberapa jam dilepas.

Maria mengatakan, mereka diamankan karena info aksi bocor. Aryati, pertama ditangkap dan sempat dibawa ke Mapolres Manado. “Saya, menyusul 30 menit kemudian,” dalam keterangan Maria di Facebook Save Bangka Island.

Menurut dia,  tempat persembunyian sementara mereka di lorong sudah tercium intel dan dijaga. “Bersama rekan, saya mencoba sesantai mungkin berjalan agar tidak dicurigai. Intel-intel tadinya berpikir itu bukan saya tetap pada posisi awal, 50 meter jalan, saya terkejut ada mengejar dari belakang dengan enam motor.”

Mereka, kata Maria,  ada 12 intel polisi dipimpin Kasat Intel Polresta Manado. “Dia memegang tangan saya agar tidak melarikan diri. Sebenarnya, sayapun tidak berniat mau melarikan diri. Kasat Intel membawa saya dan seorang teman ke tempat kopi. Terjadi dialog. Saya minta dipertemukan dengan Aryati, tapi ditolak.”

Maria pun mengancam akan melakukan kegiatan tertutup jika tidak diberi kesempatan berbicara dengan Kapolda. “Kasat Intel melaporkan keinginan saya.”

Setelah menunggu dua jam, Maria berserta para aktivis dan perwakilan warga Pulau Bangka bisa berbicara dengan Kapolda Sulut pada Senin (24/2/14). Tak lama, Maria mendapat kepastianArya sudah dilepas. Setelah itu, diapun dibebaskan.

save3-1381209_537447936324438_631413566_n

Kontras Kecam Aparat

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sulawesi mengecam Kapolda Sulut, Brigjen Pol Jimmy Palmer Sinaga  yang menurunkan pasukan mengawal pengiriman alat berat MMP.

Asman, Koordinator Kontras Sulawesi pada Kamis (20/2/14) dalam pernyataan kepada media, mengatakan, Kapolda harus menghentikan upaya melindungi MMP yang mengorbankan warga Pulau Bangka.

Polisi, katanya,  seharusnya tak berpihak kepada perusahaan. Terlebih sudah ada putusan sidang PTUN memerintahkan Bupati Minut segera membatalkan izin kepada MMP. Putusan ini diperkuat MA Nomor: 291 K/TUN/2013 tertanggal 24 September 2013.

Komnas HAM juga telah mengirimkan surat bernomor: 3.094/K/PMT//XII/2013. Surat ini menyatakan, terjadi pelanggaran HAM dalam eksplorasi pertambangan MMP. “Kami mendesak Kompolnas menyelidiki terkait dugaan penyalahgunaan wewenang atau penggunaan diskresi keliru oleh Kapolda Sulut.”

Kontras juga meminta,  Komnas HAM memantau lapangan dan menyelidiki kembali dugaan pelanggaran HAM Kapolda Sulut dan jajaran. Organisasi ini pun mendesak, Bupati Minut patuh putusan MA dan segera mencabut izin usaha pertambangsan MMP.

Pemda Sulut: Teruskan Tambang

Suara penolakan warga tampaknya masih dianggap remeh Pemerintah Sulut. Mereka bersikeras investasi harus jalan. Dikutip dari Tribunmanado, kepolisian malah diminta mengamankan investasi bernilai Rp15 triliun itu meski ada penolakan. Bahkan, pemerintah membawa embel-embel demi kesejahteraan rakyat. “Kalau untuk kesejahteran masyarakat,  iya kan?” kata Djouhari Kansil, Wakil Gubernur Sulut, Kamis (20/2/14).

Kansil menilai, ada penolakan karena warga belum paham pengelolaan pertambangan bijih besi itu. “Sosialisasi ke masyarakat, nanti bupati dengan tim akan turun lapangan.”

Dukungan pemerintah terhadap tambang biji besi terlihat dari sejumlah kebijakan. Dari Badan Lingkungan Hidup Sulut, sudah mengeluarkan analisa dampak lingkungan (Amdal) memuluskan rencana eksploitasi bijih besi. Adry Manengkey, Kepala BLH membenarkan amdal tambang bijih besi Pulau Bangka sudah rampung.

Tak tanggung-tanggung, dalam Peraturan Daerah Tata Ruang Sulut, wilayah Pulau Bangka ditetapkan sebagai areal pertambangan, tepatnya di bagian tengah pulau. Sedang wilayah pesisir sebagai pariwisata.

Masih dari Tribunmanado, Kapolda Sulut Brigjen Pol Jimmy Palmer Sinaga mengatakan, personel yang turun hanya mengawal alat berat MMP. “Mereka kan mau menaruh di lahan yang mereka sudah bebaskan. Luas 90 hektar. Tak mungkin jika pemilik kendaraan tidak boleh markir di lahannya sendiri.”

Pemandangan di Pulau Bangka, Sulut, yang bakal hilang keindahannya kala tambang masuk. Foto: dari Change.org
Pemandangan di Pulau Bangka, Sulut, yang bakal hilang keindahannya kala tambang masuk. Foto: dari Change.org

Solidaritas di Dunia Maya

Konflik antara perusahaan tambang dan warga di Pulau Bangka, cukup mendapat perhatian masyarakat di dunia maya. Dukungan kepada warga yang berjuang menjaga pulau mengalir.

Pada Jumat (21/2/14) sampai pukul 12.00, kicauan di #SaveBangka mencapai 400, yang dilihat 398.517 orang. Kicauan itupun sebagian tertuju pada akun @SBYudhoyono. Mereka berharap, Presiden turun tangan menyelamatkan Pulau Bangka dan warga dari konflik berdarah.

Akun @AyuFairy berkata, “@SBYudhoyono Tolong selamatkan warga Bangka dari arogansi PT MMP dan aparat penegak hukum yang sedang melawan keputusan MK #SaveBangka”

Begitu juga @iansatriawan. “Mohon izin pak @SBYudhoyono, #saveBangka sekarang atau ada keprihatinan mendalam dari warga. Putusan MA sudah jelas, PT MMP harus di stop!

Dukungan dari masyarakat juga datang lewat sebuah petisi online di change.org. Petisi yang digagas Kaka Slank ini mendesak Bupati Minut segera mencabut izin MMP dan menyelamatkan Pulau Bangka.

Sejak awal, warga menolak rencana investasi tambang di Pulau Bangka.  Sejak januari 2012, masyarakat Pulau Bangka bersama aktivis lingkungan mendaftarkan gugatan pencabutan izin MMP di PTUN. Pada Maret 2013 PTUN Tinggi Makassar memutus Bupati Minut segera membatalkan semua izin kepada MMP.

Bupati Minut melawan. Dia mengajukan kasasi ke MA dengan termohon (terdakwa) I,  Sersia Balaati, dkk, serta termohon (terdakwa) II, Angelique Marcia Batuna. Kembali warga menang di MA. Keputusan itu tertanggal 24 Sptember 2013, dengan No Register 291 K/TUN/2013. Ia diajukan PTUN Manado 25 Juni 2013.

Sayangnya, sampai saat ini pemerintah daerah berkeras tambang boleh tetap jalan hingga kekhawatiran warga berkepanjangan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,