“Merampok” Tas Kresek, Demi Tekan Sampah Plastik Perkotaan

Persoalan sampah masih menjadi permasalahan setiap kota, termasuk kota Surabaya. Memperingati Hari Peduli Sampah yang jatuh pada setiap tanggal 21 Februari, Komunitas Nol Sampah bersama belasan siswa-siswi Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya melakukan kampanye diet tas kresek atau kantong plastik, sebagai upaya mengurangi sampah yang banyak dihasilkan oleh masyarakat rumah tangga.

Para aktivis lingkungan ini melakukan aksi “rampok” tas kresek, dimana pengunjung pasar yang berbelanja di pasar Soponyono, Rungkut, Surabaya, akan diminta mengganti kantong plastik atau tas kresek yang dipakai membawa barang belanjaan, kemudian diganti dengan tas kain yang telah disediakan para aktivis lingkungan ini.

“Bagi-bagi ini maksudnya bukan untuk bagi-bagi saja, tapi ini untuk memberitahu bahaya kresek seperti apa, kita beri tahu apa bahayanya,” ucap Tama, siswa kelas 7 Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya.

Proses "merampok" tas kresek di pasar Soponyono Surabaya. Foto: Petrus Riski
Proses “merampok” tas kresek di pasar Soponyono Surabaya. Foto: Petrus Riski

Kepada para pengunjung pasar, para siswa-siswi dan aktivis lingkungan dari Komunitas Nol Sampah memberikan pengertian dan edukasi agar masyarakat tidak lagi menggunakan tas kresek atau kantong palstik.

“Memang kalau untuk menghapus susah ya, jadi kami mengajak untuk diet atau mengurangi pemakaian kantong plastik untuk mengurangi sampah,” kata Hermawan Some, Koordinator Komunitas Nol Sampah kepada Mongabay-Indonesia.

Peringatan Hari Peduli Sampah ini menurut Hermawan didasari oleh tragedi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah, Bandung pada 21 Februari 2005 lalu. Hermawan berharap masyarakat sadar akan bahaya dampak kantong plastik, karena selain tidak dapat diurai di alam hingga ratusan tahun, kantong plastik juga dapat mengancam kesehatan manusia.

“Kantong plastik yang dipakai hanya 1 hingga 5 menit itu, baru bisa terurai di alam butuh waktu ratusan tahun. Kalau kantong plastik berwarna dipakai kemasan makanan minuman, itu bisa sebabkan kanker pada manusia, karena bahan bakunya dari jenis berbahaya. Ini sudah diperingatkan juga oleh BPOM RI,” terang Hermawan.

Kampanye diet tas kresek memperingati Hari Peduli Sampah. Foto: Petrus Riski
Kampanye diet tas kresek memperingati Hari Peduli Sampah. Foto: Petrus Riski

Sampah Plastik Terus Bertambah

Dari data perkembangan pemakaian kantong plastik terakhir, menunjukkan adanya peningkatan jumlah sampah plastik dari tahun ke tahun. Di Surabaya pada tahun 1988 jumlah sampah plastik hanya sekitar 5 persen, kemudian meningkat di tahun 2005 menjadi sekitar 10 persen. Pada tahun 2006 jumlah sampah plastik mencapai 12,4 persen dari total sampah yang jumlahnya hampir 10.000 meter kubik.

“Meski hanya 12 persen, tapi ternyata dia bisa menjadi 25 sampai 35 persen dari bagian sampah di TPA, karena berat jenisnya ringan. Kalau volume sampah justru lebih banyak,” ujar Hermawan Some.

Sementara itu menurut Hanny Ismail, aktivis Komunitas Nol Sampah, setiap orang menghasilkan 700 sampah kantong plastik atau tas kresek dalam satu tahun. Bila penduduk kota Surabaya mencapai 3 juta jiwa, dapat diperkirakan terdapat 2,1 milyar kantong plastik yang dihasilkan penduduk Surabaya dan akan terus meningkat bila tidak dilakukan langkah pengurangan.

“Itulah kenapa diperlukan gerakan kampanye di tingkat bawah, serta tekanan-tekanan ke atas dengan membuat Perda (peraturan daerah). Harapan kita ketika di Perda dibatasi, ini bisa mengurangi pemakaian kantong plastik. Pengalaman saat kasir perusahaan ritel yang menawarkan butuh kantong plastik atau tidak, itu bisa mengurangi pemakaian kantong plastik atau tas kresek hingga 40 persen,” jabar Hanny.

Edukasi dan kampanye cinta lingkungan dari bahaya sampah plastik, diungkapkan oleh Tama, siswa Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya, sangat diperlukan. Bila setiap keluarga memiliki kesadaran akan bahaya tas kresek, maka setiap keluarga ikut berperan menjaga kelestarian lingkungan.

“Kalau di rumah jarang pakai tas kresek, malah ibu di rumah juga gak suka pakai tas kresek, lebih senang pakai tas kain. Tas Kresek itu kalau orang bilangnya pasti fleksibel, bisa dibuat apa saja, bisa ukuran kecil juga, murah juga atau malah gak bayar. Tapi kalau di mata aku sih itu berbahaya, soalnya itu terbuat dari limbah, kena makanan kan gak boleh,” tutur Tama.

Gerakan ini sontak membuat kaget beberapa pengunjung pasar, karena selain diminta mengganti kantong plastik dengan tas kain yang bisa dipakai berulang kali, para pengunjung yang kebanyakan ibu-ibu ini merasa disadarkan oleh edukasi yang dilakukan anaka-anak sekolah.

“Siap, nanti saya akan siapkan tidak pakai tas kresek lagi untuk mengurangi sampah. Terima kasih sudah diingatkan,” seru Sri Murtini, ibu rumah tangga yang juga seorang pegawai negeri sipil.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,