, ,

Datangi Polda Sulut, Warga-Aktivis Persoalkan Netralitas Polisi di Pulau Bangka

Keberpihakan polisi pada perusahaan tambang di Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut) menyebabkan warga Desa Kahuku, resah. Pada Senin (24/2/14), perwakilan warga desa didampingi Walhi Sulut dan Tunas Hijau, mendatangi Polda Sulut. Mereka mendesak,  Polda memperhatikan dan mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan warga.

Semula, perwakilan warga terdiri dari William Hadinaung, Pinehas Lombonaung, dan Imanuel Tinungku, berniat menemui Kapolda Sulut, Jimmy Sinaga. Sayangnya, tak terkabul karena alasan adminstratif. Warga diminta menyurati resmi Jimmy.  Akhirnya, perwakilan warga disambut Direktur Intelkam, Teddy Setiady, dan E. Polimpung, Kasubdit III Polda Sulut.

William, mengatakan, kunjungan itu beranjak dari keresahan warga terhadap keberadaan polisi. Dia menilai, anggota polisi yang berjaga tak memihak masyarakat kecil. Malahan, cenderung memberi pengamanan aktivitas PT Mikrgo Metal Perdana (MMP). “Kalau kepolisian masih menunggu naskah putusan MA, seharusnya aktivitas pertambangan di Bangka tidak boleh berlangsung.”

Dia menjamin, keamanan di Pulau Bangka bisa tercipta bila putusan hukum dipatuhi berbagai pihak, termasuk aparat. Untuk itu, menarik polisi dari pulau ini bukanlah masalah besar. “Masyarakat akan menjaga keamanan bila MMP mau mematuhi putusan hukum. Mereka tak boleh berkegiatan selagi menunggu naskah putusan MA sampai di tangan kita.”

William mencotohkan, beberapa hari belakangan, situasi di pulau itu mulai aman karena tak ada aktivitas pertambangan. Sebaliknya, jika MMP memaksakan kehendak, hal-hal yang tidak diinginkan bisa terjadi.

Warga Bangka, adalah kelompok masyarakat sadar hukum. Mereka berniat, mematuhi peraturan berlaku di negara ini. Bahkan, hingga saat ini, warga berupaya menunjukkan putusan MA yang memenangkan mereka. “Kalau hukum tidak mengizinkan, harusnya siapapun tidak boleh memaksakan kehendak.”

Maria Taramen, Ketua Tunas Hijau, mengatakan, pertemuan ini berawal dari janji Kapolres ketika masyarakat melakukan penghadangan. Kala itu, Kapolres Minut, Djoko Wienartono, berinisiatif bertemu masyarakat untuk mencari tahu tujuan penghadangan kapal pengangkut alat berat itu.

Ketika mengetahui penolakan masyarakat karena putusan MA memenangkan mereka, Kapolres mengatakan pengamanan ini merupakan instruksi langsung Kapolda Sulut. “Kunjungan ke Polda Sulut, berniat menjelaskan masyarakat telah memenangkan proses hukum hingga di MA.”

Menurut Maria,  kegiatan MMP dinilai tak layak mendapat pengawalan, karena sejumlah peraturan perusahaan asal China itu cacat hukum. “SK dan peraturan hukum MMP sudah kadaluarsa.”

Dia menyayangkan, tindakan kepolisian di lapangan yang menunjukkan keberpihakan pada perusahaan. Maria melihat, tidak ada netralitas kepolisian seperti yang digembar-gemborkan di media massa.

“Kalau izin perusahaan terbukti ilegal, apakah polisi layak memberi pengamanan kepada mereka?” Dia mengingatkan, pada 2013, polisi pernah menolak mengawal alat berat. “Alat itu tidak jadi masuk dan Pulau Bangka aman-aman saja.”

Dia berharap, melalui pertemuan ini, polisi mematuhi dan menjalankan hukum. Sebab, kata Maria, dalam keadaan emosi sekalipun, warga Pulau Bangka masih mematuhi peraturan dan berupaya menahan diri.


Teddy Setiady, Dirintelkam Polda Sulut, mengatakan,  keberadaan polisi di Pulau Bangka murni upaya menjaga keamanan. Mereka tak ingin jatuh korban akibat konflik sosial di pulau itu.

Menurut dia, kepolisian berupaya mencegah pembakaran dan meminimalisir aksi-aksi destruktif di lapangan, serta menghindari penangkapan masyarakat.“Kalau polisi ditarik dari sana, siapa yang akan jaga keamanan? Siapa yang bertanggung jawab kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan?”

Dia berjanji, polisi akan mempertimbangkan aspirasi masyarakat bila naskah putusan MA sudah bisa diakses. Aneh bin ajaib, kala Teddy tak percaya isi website resmi MA. “Kalau dari website saja tidak bisa dipercaya,” katanya.

Sayangnya, Teddy tak bersedia diminta keterangan lebih lanjut menyangkut permasalahan ini. Dia mengaku,  memiliki beberapa kesibukan. “Nanti saja, lain waktu. Hari ini saya tidak punya agenda wawancara,” katanya kala saya ingin bertanya lebih jauh.

Birokrasi tak penting juga terjadi di MA hingga menyebabkan warga, selaku penggugat sulit mendapatkan naskah putusan MA itu. Pada tahun 2013, katanya,  sudah ada perwakilan masyarakat ingin mengambil salinan putusan MA, tetapi dinilai tak sesuai prosedur. Prosedurnya, surat putusan itu akan dikirim lewat Pengadilan Manado. “Sekarang,  kami didesak mengambil naskah putusan MA. Polisi lagi-lagi menyarankan kami bertindak di luar prosedur.”

Maria mengatakan, polisi menunggu bukti otentik putusan MA dan meminta kepada warga. Seharusnya, kepolisian memiliki kapasitas menyurati MA dan menanyakan kebenaran putusan itu. “Nampaknya mereka lepas tanggung jawab dan terkesan tidak mau sibuk.”

Namun, dukungan dari masyarakat  luas datang lewat berbagai media, salah satu sebuah petisi online di change.orgPetisi yang digagas Kaka Slank ini mendesak Bupati Minut segera mencabut izin MMP dan menyelamatkan Pulau Bangka.

Sejak awal, warga menolak rencana investasi tambang di Pulau Bangka.  Sejak Januari 2012, masyarakat Pulau Bangka bersama aktivis lingkungan mendaftarkan gugatan pencabutan izin MMP di PTUN. Pada Maret 2013 PTUN Tinggi Makassar memutus Bupati Minut segera membatalkan semua izin kepada MMP.

Bupati Minut melawan. Dia mengajukan kasasi ke MA dengan termohon (terdakwa) I,  Sersia Balaati, dkk, serta termohon (terdakwa) II, Angelique Marcia Batuna. Kembali warga menang di MA. Keputusan itu tertanggal 24 Sptember 2013, dengan No Register 291 K/TUN/2013. Ia diajukan PTUN Manado 25 Juni 2013.

 Surat Rekomendasi Komnas HAM kepada Kapolda Sulut 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,