,

Reklamasi Teluk Palu Dinilai Cacat Hukum

Meskipun terus mendapat protes dari berbagai kalangan, Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), meneruskan reklamasi Teluk Palu di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore.

Namun, Walhi Sulteng menilai, SK Walikota Palu dengan Nomor 650/2288/DPRP/2012 pada 10 Desember 2012 tentang penetapan lokasi pembangunan sarana wisata di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Palu, cacat hukum.

Ahmad Pelor, Direktur Walhi Sulteng, mengatakan, kerangka acuan analisis dampak lingkungan (Ka-Amdal) dan surat keputusan walikota cacat hukum.  Seharusnya Ka-Amdal disetujui dulu baru dikeluarkan keputusan. Dalam kasus proyek reklamasi Teluk Palu yang digarap PT. Yauri Properti Investama (Yauri), justru terbalik. “Keputusan bupati dulu, baru Ka-Amdal. Itu sudah bisa dipastikan cacat hukum,”katanya kepada Mongabay, Senin (3/3/14).

Keputusan bupati keluar pada 2012.  Sedang, dokumen analisis dampak lingkungan hidup (Andal) dan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup (RKL RPL) dengan nomor : 660/1081/BLH/2013 baru dikeluarkan pada 22 Agustus 2013

Tak hanya itu. Ada kejanggalan dalam surat keputusan walikota. Yakni tidak disinggung sama sekali soal reklamasi Pantai Teluk Palu, padahal proyek ini masih berjalan. Surat keputusan walikota juga menegaskan penetapan lokasi pembangunan sarana wisata di atas tanah seluas 380.330 meter terletak di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, kepada Yauri.

“Jadi dalam surat keputusan walikota tidak disinggung pembangunan sarana wisata oleh Yauri dikelurahan Talise. Jika begitu, seharusnya proyek reklamasi itu tidak lagi dilanjutkan.”

Walhi Sulteng yang tergabung dalam Koalisi Penyelamatan Teluk Palu bersama lembaga dan organisasi masyarakat lain meminta proyek reklamasi ini segera dihentikan. “Jika administrasi sudah cacat, tidak ada alasan lagi bagi walikota menjalankan proyek reklamasi ini.”

Kiara Ajukan Permohonan Informasi Publik

Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) berkirim surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Surat pada akhir Februari 2014 itu terkait pengajuan permohonan informasi publik mengenai rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan terhadap proyek reklamasi pantai Talise, Teluk Palu.

Dalam surat itu Kiara mengatakan, saat ini koalisi mendalami informasi dan dokumen seputar proyek reklamasi Pantai Talise Teluk, Sulteng.

Mereka menjelaskan, proyek reklamasi dimulai sejak Kamis 9 Januari 2014 oleh Yauri. Luasan Proyek reklamasi 38,33 hektar dengan panjang menjorok ke laut mencapai 1.670 meter.

Berdasarkan kajian mereka, proyek ini memberi dampak negatif terhadap 32.782 jiwa masyarakat pesisir di dua kelurahan, yakni Besusu Barat dan Talise. Termasuk kurang lebih 1.800 nelayan yang menggantungkan penghidupan di teluk itu.

Reklamasi ini, akan berimbas pada makin sulit akses nelayan menangkap ikan dan ongkos produksi tinggi akibat wilayah tangkapan makin jauh. Kiara menegaskan, setiap reklamasi pesisir dan pantai wajib mengacu kepada Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 122/2012 tentang Reklamasi dan Permen No. 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi.

Koalisi Penyelamatan Teluk Palu sendiri terdiri dari Serikat Nelayan Teluk Palu, WALHI Sulawesi Tengah, Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Palu, Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Sulawesi Tengah, Himpunan Pemuda Al-Khairat, FPI Sulawesi Tengah, JATAM Sulawesi Tengah, Yayasan Merah Putih (YMP) Sulawesi Tengah, PBHR (Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat) Sulawesi Tengah, dan juga KIARA.

Sebelumnya, Mulhanan Tombolotutu, Wakil Walkota Palu, seperti dilansir www.sultengpost.com mengatakan, reklamasi Teluk Palu akan menguntungkan warga, baik yang tinggal di Pantai Talise maupun warga Kota Palu.

“Jika reklamasi ini malah menurunkan pendapatan masyarakat di sini atau menurunkan harga tanah bapak-bapak, silakan ludahi muka saya. Tapi, kalau pembangunan kawasan ini bagus, dan harga tanah bapak naik, bagikan juga saya sedikit uangnya,” kata Tony disambut tawa para tamu undangan yang menghadiri peletakan timbunan pertama reklamasi Teluk Palu di Pantai Talise, Kamis (9/1/14).

Menurut dia, konsep pembangunan kota tidak bisa disamakan dengan pembangunan kabupaten. “Pembangunan kawasan di Palu sudah harus kita lakukan, karena yang kita jual di Palu hanya perdagangan dan sektor jasa.”

Pembangunan kawasan ekonomi baru di Teluk Palu, sangat sulit dan memerlukan biaya besar. APBD Palu, katanya, tidak bisa mendanai. Ketika ada investor berencana membangun kawasan ekonomi baru di Palu, tentu pemerintah senang. “Yang terpenting, segala persyaratan administrasi maupun persyaratan teknis harus dipenuhi perusahaan sebagai persyaratan utama.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,