,

20 Pembalak Hutan Simalungun Ditangkap, Polisi Dalami Keterlibatan Pejabat Daerah

Polres Simalungun,  tengah menyelidiki perambahan dan pembalakan liar yang dilaporkan masyarakat. Sekitar 20 orang yang diduga merambah dan menebang hutan sudah diamankan. Kini, polisi mendalami dugaan keterlibatan pejabat di daerah itu.

Kapolres Simalungun, AKBP Andi Syahriful Taufik, mengatakan, dari penyelidikan ditemukan perambahan hutan oleh sejumlah pihak.  “Sebanyak 20 orang yang diamankan itu, masih diperiksa intensif di Mapolres Simalungun,” katanya Selasa (25/3/14).

Mereka,  diancam melanggar  UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, tentang perambahan kawasan hutan, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.

Andi mengatakan, dari penyidikan juga ditemukan transaksi uang diduga hasil penjualan atau pembelian kayu dari perambahan hutan di Simalungun. Transaksi itu,  menggunakan rekening bank, diduga atas nama IYN yang menerima transfer uang dari seorang diduga pejabat di Pemerintahan Simalungun,  berinisial JWS.

JWS, katanya, disebut-sebut bahagian dari jaringan yang turut diduga dalam penebangan, perambahan, dan perusakan hutan disana. Uang itu, katanya, dugaan awal hasil penjualan kayu dari hutan lindung.

“Kita masih terus melakukan pendalaman. Ini proses pemeriksaan di bank yang ditemukan transaksi mencurigakan itu.”

Polisi juga menyita empat alat berat dari hutan. Alat-alat berat ini diduga untuk menebang dan merusak hutan di Kabupaten Simalungun. Alat berat yang diamankan ini, sudah dibawa ke Polda Sumut di Medan.”Kami terus mendalami. Sudah lebih dari 10 orang yang diperiksa dan dimintai keterangan sebagai saksi.”

Menyikapi kehancuran hutan Simalungun, Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (HIMAPSI) Sumut, aksi dan membeberkan fakta kerusakan itu.

Boy Saragih, Juru Bicara Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun, menjelaskan, dari hasil penelusuran mereka selama satu bulan terakhir, kerusakan terparah ada di tiga titik.

Di Kecamatan Silau Kahean, kerusakan hutan lindung dan hutan register akibat penebangan liar sekitar 1.000 hektar lebih. Di Kecamatan Dolok Silau, mencapai 1.140 hektar, dan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, luas hutan lindung dan hutan register rusak parah mencapai 2.000 hektar lebih.

Penebangan dan perusakan hutan ini, diduga melibatkan sejumlah oknum pejabat di Simalungun, salah satu berinisial JWS, yang bekerjasama dengan pengusaha Jepang.

Diatas kain putih ini, mahasiswa dan pemuda membubuhkan tandatangan menolak perusakan hutan Simalungun. Foto:  Ayat S Karokaro
Diatas kain putih ini, mahasiswa dan pemuda membubuhkan tandatangan menolak perusakan hutan Simalungun. Foto: Ayat S Karokaro

Saragih mengatakan, kala mereka protes,  pejabat di Simalungun beralasan penebangan untuk perluasan lahan dan perbaikan jalan umum. Mereka berdalih, demi kepentingan masyarakat antardesa disana. “Itu hanya motif agar bisa menebangi dan mengeluarkan kayu dari kawasan hutan lindung dan register I-II.”

Dampak perambahan hutan ini, di Desa Revo, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, terjadi longsong dan banjir dua pekan lalu. Begitu juga di Desa Dolok Silau, longsor dan banjir.

Dari  pantauan mereka, hutan yang ditebangi dan hancur itu, berada di atas bukit dan tidak ada lagi penahan pohon. Keadaan ini, menyebabkan erosi cukup parah.

Kerusakan hutan juga terjadi di Desa Cingkes, Silau Kaehan, dan Desa Nagori Dolok. Dampaknya pekan lalu, terjadi tanah longsor dan  banjir, hingga terjadi kerusakan pada padi sawah, dan kebun palawija petani.

Lokasi kerusakan hutan juga terjadi di Gunung Sianak-anakI , dan Gunung Sianak-anak II. Kayu di lereng gunung, dirambah dan gundul. Lokasi di Kecamatan Silo Kahean dan Dolok Silau.

Rizal Sinaga, Koordinator Aksi, menyatakan,  dari perambah hutan adalah kelompok dan individu serta perusahaan. Mereka memiliki secarik surat keterangan usaha (SKU) membabat hutan di Simalungun.

“Kami tanyakan ke Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Simalungun, gak memberikan izin. Tetapi mengapa para pelaku memiliki SKU? Kami tidak percaya.”

Dari bukti itu, hutan yang katanya dijadikan pelebaran lahan dan perluasan jalan buat jalur darat di daerah itu, ternyata menjadi perkebunan sawit.

Aksi ini juga menggalang tanda tangan di pintu IV Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), Senin (24/3/14).  Ini dilakukan sebagai bentuk dukungan penolakan perambahan hutan di Simalungun. Aksi berlanjut di Kampus Universitas Medan Area (UMA), dan Kampus Institut Teknologi Medan (ITM), serta di kampus dan lokasi umum lain, Selasa (25/3/14).

Saurli Siagian, Pendiri Hutan Rakyat Institut, mengatakan, . modus pembukaan hutan biasa selalu diawali dan dialaskan pembukaan jalan atau lahan bagi rakyat.

Namun, aksi itu hanya modus penghancuran hutan. Di Simalungun, merupakan kabupaten yang cukup tua soal perusakan hutan.

Saat ini, kondisi hutan disana memprihatinkan. Tersisa hanya di Hutan Raya. Sedangkan di Nagahulambo, Kecamatan Dolok Panribuan, antara Parapat dengan Tiga Parapat, hutan sudah rusak parah, luas lebih 500 hektar diratakan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Hutan juga beralih menjadi kebun sawit dan karet. “Bahkan kebun teh pun sudah berubah jadi sawit.”

Dalam UU Kehutanan, menyebutkan harus ada hutan tutupan minimal sekitar 30 persen di suatu lokasi. “Di sana 10 persen pun sudah tidak ada.”

Analisis dia, pemain utama pejabat di tingkat bupati dan kepala dinas. Permainan lama, katanya, terlebih menjelang pemilu. Korupsi kehutanan dengan memberikan izin luas terjadi, sudah berlangsung satu tahun sebelum pemilihan umum.

“Mana mungkin tidak terlibat pejabat di Simalungun. Untuk membuktikan peredaran aliran dana agak sulit. Saya salut dan percaya KPK yang sudah mengintip soal ini untuk diusut.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,