Komitmen Lingkungan Cargill Dinilai Tidak Meyakinkan

Pada tanggal 7 April 2014 silam, Cargill merilis sebuah surat kepada RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yang memiliki otoritas  menetapkan standar sertifikasi, sebagai respon dari adanya laporan Greenpeace yang mengaitkan produk kelapa sawit yang dihasilkan oleh Cargill dan dijual kepada Procter & Gamble (P&G) dengan sejumlah deforestasi yang terjadi di Asia Tenggara.

Surat ini menyatakan komitmen Cargill untuk membangun sistem pasokan yang bisa dilacak sepenuhnya untuk produk kelapa sawit mereka, tidak akan melakukan konversi di hutan yang termasuk kategori HCS (hgh carbon stock) dan HCV (high conservation value) termasuk lahan gambut, dan menghormati hak-hak masyarakat adat dan lokal untuk menolak ekspansi perkebunan. Namun surat berisi niat Cargill ini sendiri bukanlah sebuah kebijakan formal.

“Pembaruan dalam program pelacakan sumber kelapa sawit dan prinsip-prinsip seperti dirilis dalam surat untuk RSPO, adalah bagian dari upaya yang berjalan untuk membangun dan memperkuat kebijakan kelapa sawit Cargill,” ungkap juru bicara Cargill Steven Fairbairn kepada Mongabay.com. “Kami merasa penting untuk memberitahukan ini saat ini, sementara kerja kami terus berjalan. Hal ini menetapkan komitmen berkelanjutan dan perkembangan yang kami buat dalam kelapa sawit ramah lingkungan dan secara spesifik untuk mengatasi beberapa hal kunci yang kami, dan banyak pemangku kepentingan lain miliki bersama seputar pasokan yang bisa dilacak, nol deforestasi, tidak mengonversi lahan gambut dan terkait hal-hak pemangku kepentingan kecil dan komunitas lokal.”

Perkebunan kelapa sawit di Propinsi Riau, Sumatera. Foto: Aji Wihardandi
Perkebunan kelapa sawit di Propinsi Riau, Sumatera. Foto: Aji Wihardandi

Tujuan ini disambut baik oleh Rainforest Action Network (RAN) bersama Greenpeace, yang telah menekan Cargill selama 8 tahun terkait praktek pasokan mereka, namun keduanya mengatakan bahwa niat perusahaan ini nampaknya tidak kuat, hingga ada kebijakan yang benar-benar resmi dan memiliki tenggat waktu jelas.

“Rainforest Action Network menyambut baik akhirnya Cargill menyadari ada yang salah dengan rantai pasokan mereka. Namun sebagai sebuah perusahaan yang memimpin pasar yang berkomitmen pada inovasi, butuh dari lebih sekedar niat untuk mau melakukan sesuatu,” ungkap Direktur Program RAN, Ginger Cassidy. “Pernyataan yang menyatakan niat tidak sama dengan kebijakan yang memiliki tenggat waktu. Untuk menjadi pemasok kelapa sawit yang benar-benar bertanggung jawab, Cargill harus bisa menekan deforestasi, perusakan gambut, pengambilan lahan dan isu tenaga kerja dalam operasi global mereka, lewat sistem yang bisa diverifikasi.”

Hal senada diungkapkan oleh juru kampanye hutan dari Greenpeace Asia Tenggara, Annisa Rahmawati. “Kemauan Cargill untuk berkomitmen pada kebijakan nol deforestasi lebih dari standar RSPO dan melindungi lahan gambut, menandakan bahwa mereka serius untuk memutus keterkaitan mereka terhadap perusakan hutan,” ungkap Annisa pada Mongabay.com. “Hal ini langkah yang  menggembirakan namun ini cuma sekedar surat yang berisi niatan. Kami meminta Cargill untuk mengambil langkah nyata untuk membangun prinsip-prinsip ini ke dalam kebijakan global dan melakukan tindakan terhadap pemasok-pemasok mereka yang bermasalah seperti KLK dan Musim Mas; rencana yang juga mampu mencegah pengambilan lahan dan eksplotasi sosial.”

Cargill sendiri menyatakan bahwa mereka akan membuat sebuah kebijakan yang memiliki tenggat waktu dan menghentikan pemasok yang melanggar prinsip-prinsip RSPO, serta dikeluarkan dari organisasi tersebut. “Kami telah berkomitmen untuk mengeluarkan rencana yang memiliki tenggat waktu dalam jangka 12 bulan dan memberikan laporan perkembangan secara reguler,” ungkap Cargill kepada Mongabay.com.

Terkait bagaimana mereka akan menyelesaikan masalah dengan sejumlah pemasok seperti Musim Mas dan KLK, Cargill menyatakan: “Dalam kebijakan kami yang sudah ada dinyatakan secara jelas bahwa jika RSPO menentukan ada produsen yang melanggar prinsip-prinsip mereka dan dikeluarkan dari RSPO, maka kami tidak akan berbisnis dengan mereka. Sebagai bagian dari review kebijakan kami, kami sedang mengembangkan dan menerapkan proses yang mendorong penerapan praktek-praktek keberlanjutan oleh pemasok, serta metode untuk mengatur kepatuhan.”

Cargill_

RAN menyatakan bahwa posisi Cargill sendiri terkait isu ini tidak seambisius produsen-produsen lainnya. “Jelas bahwa Cargill tidak dapat bergantung pada RSPO sendiri untuk mengatasi masalah serius hutan dan lahan gambut, perlindungan orangutan dan harimau, polusi iklim, perampasan tanah, konflik sosial dan pelanggaran hak asasi manusia yang berasal dari produksi kelapa sawit bermasalah. Cargill tertinggal jauh di belakang ambisi pebisnis lain, seperti Wilmar International, yang telah mengadopsi nol deforestasi, tidak mengonversi gambut dan anti eksploitasi.”

Jika Cargill menerapkan standar yang kuat maka hal ini akan membawa dampak yang luas dalam bisnis kelapa sawit.

“Cargill merupakan pemasok utama minyak sawit ke pasar global dan salah satu importir terbesar minyak sawit ke Amerika Serikat. Lini bisnis mereka menyentuh semua aspek produksi kelapa sawit, mulai dari perdagangan, penyulingan dan pemasaran. posisi Cargill memberikan pengaruh yang signifikan dalam setiap titik dari rantai pasokan yang bisa dilacak dan bertanggung jawab terhadap sumber minyak kelapa sawit dari petani ke pasar dan untuk menghilangkan kelapa sawit yang bermasalah.”

Langkah Cargill berpotensi meluas ke sektor-sektor lain juga. Cargill adalah pemain utama dalam kakao, kedelai, kapas dan daging sapi pasar, antara lain. Hal ini juga telah berinvestasi dalam inisiatif konservasi berbasis karbon hutan. Pada bidang tersebut, perusahaan mengatakan itu sudah bekerja untuk mengurangi jejak lingkungan di seluruh rantai pasokan pertanian lainnya.

“Setiap rantai pasokan memiliki tantangan khusus sendiri dan kami bekerja dalam kemitraan dengan industri, pemerintah, dan LSM untuk mendorong praktek-praktek yang lebih berkelanjutan yang relevan dengan masing-masing rantai pasokan,” kata Fairbairn dari Cargill kepada Mongabay.com.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,