Lubang Tambang Batubara Telan Korban Lagi, Pemilik dan Pejabat Daerah Bisa Dipidana

Selama ini, kasus anak-anak tewas di lubang tambang barubara di Samarinda, pemerintah daerah dan pengusaha tak tersentuh hukum. Proses hukum tak pernah berlanjut, penyelesaian hanya lewat tali kasih!

Lubang tambang batubara menelan korban lagi. Kali ini, Nadia Zaskia Putri, bocah usia 10 tahun yang duduk di kelas 5 SD tewas saat berenang di galian bekas tambang batubara di Kelurahan Rawa Makmur, Kecamatan Palaran, Samarinda, pada Selasa (8/4/14). Nadia tewas di lubang tambang CV. Cahaya Ramadhan, anak perusahaan PT. Energi Cahaya Industritama (ECI). Tambang ini berada di tengah-tengah pemukiman padat.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) menilai tragedi ini jelas-jelas kelalaian pemerintah daerah dan pengusaha. Walikota dan Dinas Pertambangan dan Mineral (Distamben) Samarinda bisa dijerat Pasal 359 KUHAP dan Pasal 112 UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH).

Dari penelusuran Jatam Kaltim, ditemukan di lapangan perusahaan tak mengikuti ketentuan teknik tambang seperti dimuat dalam keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Antara lain, tak memasang pelang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang,” kata Sarah Agustiorini dari Jatam Kaltim dalam pernyataan kepada media, Selasa (15/4/14).

Dia mengatakan, dari penanganan kasus tewas di lubang tambang sebelum itu, pada 24 April 2013,  Jatam sudah mengirim surat ke polisi. Jatam mempertanyakan kinerja kepolisian yang tak pernah mempublikasikan hasil penyidikan tujuh kasus kematian anak di lubang tambang.

“Kepolisian mengendur, apalagi jika kasus-kasus kejahatan tambang selama ini melibatkan tokoh-tokoh penting dan pemilik modal.”

Penyidikan kasus anak-anak tewas ini, kata Sarah, berlarut-larut tanpa kepastian. Jikapun ada pengehentian penyidikan, katanya, semestinya sesuai KUHAP, seperti tidak ada pengakuan, saksi, atau tak ada surat maupun benda-benda yang berhubungan dengan tindak pidana.

Data Jatam, ECI adalah pemiliki konsesi terbesar ke dua skala kuasa pertambangan (KP) di Samarinda setelah PT Insani Bara Perkasa. Perusahaan ini memiliki luas kawasan tambang 1.977 hektar yang produksi sejak 9 November 2010 dan berakhir 13 Oktober 2018. ECI ini meleburkan diri dari tiga perusahaan skala KP ini beroperasi di empat kelurahan yaitu Rawa Makmur, Handil  Bhakti, Bukuan dan Bantuas. ECI mengekspor batubara ke India dan China.

Data Jatam, sebelum Nadia, setidaknya ada tujuh korban tewas karena lubang tambang. Pada 13 Juli 2011, tiga anak tewas, Miftahul Jannah, Junaidi dan Ramadhani di lubang tambang batubara PT Hymco Coal di Sambutan, Samarinda.

Kasus ini mandeg, tak ada tindaklanjut dari sisi hukum dan Pemerintah Samarinda hanya memberi tali asih dan menganggap persoalan hukum selesai.

Pada 24 Desember 2014, anak lelaki dan perempuan tewas di lubang tambang batubara milik PT Panca Prima di Perumahan Sambutan Idaman Permai, Pelita 7, Samarinda. “Tak ada proses hukum pidana, Pemerintah Samarinda hanya memberi tali kasih dan persoalan selesai,” kata Merah Johansyah, dari Jatam Kaltim.

Hal sama terjadi pada Maulana Mahendra. Bocah 11 tahun, siswa kelas lima SD Simpang Pasir ini juga tewas di lubang tambang milik warga bernama Said Darmadi pada 25 Desember 2012 di Blok B RT 18 Simpang Pasir, Palaran, Samarinda. “Penegakan hukum tak lanjut dan tak transparan.”

Kolam bekas galian tambang batubara ini dalam 1,5 meter dengan luas sekitar 10 x 10 meter. Maulana lemas setelah kaki menyangkut lumpur di dasar kolam.

Sumber: Jatam Kaltim
Sumber: Jatam Kaltim
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,