, ,

Menengok Pengelolaan Lahan Gambut Rendah Emisi ala Desa Jabiren Kalimantan Tengah

Tidak ada yang berbeda jika memperhatikan kehidupan keseharian warga di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Propinsi Kalimantan Tengah. Seperti umumnya warga desa, mereka pun pergi berkebun dan bercocok lahan.

Jika ada yang berbeda dengan warga desa lainnya, yaitu warga Desa Jabiren sangat fasih untuk menjelaskan emisi karbon dan dampak pelepasan gas rumah kaca bagi perubahan iklim dunia!

Ketika sebagian besar peneliti dunia dan para pengambil kebijakan masih berwacana bagaimana model pengelolaan lahan gambut yang lestari, Kelompok Tani Panengan Desa Jabiren telah melangkah ke depan.  Di tangan para petani yang bersahaja ini, mata dunia terbuka bahwa implementasi pembangunan rendah emisi karbon di area lahan gambut merupakan suatu keniscayaan.

Terletak di tepi sungai Kahayan, sejak beberapa tahun terakhir ini Kelompok Tani Panengan yang terdiri dari 42 orang anggota sangat aktif dalam mengembangkan budidaya karet yang ditumpangsarikan dengan tanaman nanas.  Tidak main-main, mereka mampu untuk ‘menghijaukan’ kembali lahan seluas 100 hektar di eks kawasan PLG (Pengembangan Lahan Gambut) Rice Mega Project Satu Juta Hektar di blok Handil Panenga, Desa Jabiren yang sebelumnya amat rawan terbakar dan berpotensi melepaskan gas-gas rumah kaca dalam jumlah signifikan ke atmosfir.

“Karet dipilih karena manfaat ekonominya bagi masyarakat. Awalnya kami mencari tanaman yang pas untuk ditanam di blok Handil Panenga.  Hasil uji coba dan evaluasi bersama anggota kelompok, ternyata karet cocok ditanam di area lahan gambut,” demikian Asri, pendamping lapangan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Balitbang Pertanian Kalimantan Tengah dalam penjelasannya kepada Mongabay Indonesia.

Sejak akhir 2012, Balibang Pertanian bekerjasama dengan Sekber REDD+ UNDP telah mengimplementasikan proyek pemberdayaan masyarakat dan pemulihan ekosistem di lahan gambut di Kalimantan Tengah.  Kawasan eks Rice Mega Project dipilih karena lahan ini merupakan lokasi yang berpotensi sebagai sumber pelepasan emisi karbon.

Karet yang ditumpangsarikan dengan nanas di depan kanal.  Meningkatkan kesejahteraan warga dan menekan pelepasan emisi gas rumah kaca.  Foto: Ridzki R. Sigit
Tumpangsari nanas di lahan gambut. Foto: Ridzki R. Sigit

Ia mengaku awalnya hanya karet yang dicoba dibudidayakan di lokasi ini, baru selanjutnya nanas ditambahkan sebagai tanaman tumpang sari yang hidup di bawah naungan tegakan karet.  Alasannya, dengan tumpang sari nanas maka tanaman ini dapat dipanen oleh masyarakat dalam jangka pendek.  Cukup 9 bulan sejak ditanam, tanaman nenas siap dipanen.  Hingga sekarang 100.000 rumpun nanas telah di tanam dan hasilnya mulai dinikmati oleh masyarakat.

Selain dapat menjadi alternatif bagi warga, budidaya tanaman nanas juga menyebabkan warga menjadi rajin menengok kebunnya.  Dengan rajin berkunjung ke kebun, maka resiko kebakaran yang kerap terjadi di lahan gambut dapat diminimalisir. Dampak positif lain, warga pun semakin rajin untuk membuat evaluasi perkembangan tanaman budidaya di kebun mereka.  Saat ini, rata-rata warga di Jabiren memiliki 1 hingga 5 hektar kebun karet yang tertanam di lahan mereka.

Untuk pemupukan lahan, warga menggunakan pupuk organik amelioran yang berasal dari pupuk kandang ayam.  Dalam sebuah hasil perhitungan yang dilakukan oleh Balitbang Pertanian, ternyata pelepasan emisi karbon terendah diperoleh dari tanaman tumpangsari nanas yang dibubuhi dengan pupuk kandang ayam.

Hasil pengukuran emisi menunjukkan lahan yang dikelola dengan model tumpangsari ini jauh lebih rendah daripada kebun karet yang dibiarkan bersemak maupun lahan bersemak yang tidak diurus oleh warga.

Selain menjaga lahan dan melakukan pemetaan tanah, warga juga diperkenalkan dengan model pengelolaan air melalui pembuatan pintu air sistem bertingkat. Di kawasan lahan gambut, kesuksesan pengelolaan tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan hidrologi yang baik.

Sejak pembukaan Mega Rice Project PLG Sejuta Hektar dilakukan pada tahun 1995, saluran-saluran drainase air dibuat untuk memompa dan mengeringkan lahan gambut untuk diubah menjadi area persawahan.  Kawasan Handil Panenga yang sebelumnya berupa rawa-rawa telah berubah menjadi setelah dibuatnya kanal dan drainase ukuran raksasa. Sejak saat itu ekosistem rapuh gambut di lokasi ini menjadi amat rawan terbakar.  Kebakaran besar pertama terjadi di tahun 1997 atau dua tahun saja setelah proyek PLG dibuka.

Emisi Gas Rumah Kaca Jabiren

Luas kawasan handil di Desa Jabiren sendiri diperkirakan 1.200 hektar dengan drainase utama membentang 6 kilometer dan 18 saluran drainase penunjangnya.  Dengan inisiatif warga, telah dibangun empat pintu air di saluran drainase utama (handil) yang dibuat secara bergotong royong.

Pintu air berfungsi untuk mencegah lahan gambut mengering.  Jika memasuki musim penghujan pintu air dibuka, sebaliknya memasuki musim kemarau warga mengecek tinggi muka air dan menutup pintu air jika diperlukan.  Dengan menggunakan alat yang disebut piezometer warga secara rutin melakukan pengecekan terhadap tinggi muka air.

“Saya mengapresiasi capaian yang dilakukan oleh warga Desa Jabiren.  Jika dulu sering terjadi kebakaran di lokasi ini, namun dengan budidaya tanaman karet yang dipadukan dengan tumpang sari nanas masyarakat diharapkan dapat meningkat pendapatannya selain turut menjaga lingkungan,” demikian ujar Heru Prasetyo Kepala Badan Pelaksana REDD+ dalam kunjungan peninjauan lokasi bersama delegasi Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia di Desa Jabiren pada minggu ketiga April 2014 yang lalu.

Heru menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh warga Desa Jabiren telah turut dalam mendukung program pemerintah mewujudkan pembangunan rendah karbon yang berkelanjutan dan ramah lingkungan bagi masyarakat.  Ia mengharapkan apa yang telah dilakukan warga di Desa Jabiren dapat dicontoh oleh warga di desa-desa lain yang tinggal di kawasan lahan gambut di Indonesia.

Sebagai bentuk bantuan tambahan, Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah lewat Gubernur Teras Narang telah memberikan insentif bantuan tambahan sebanyak 15 ekor bibit sapi untuk Kelompok Tani Panengan Desa Jabiren.

Itulah warga Desa Jabiren, di tengah kesederhanaan dan kesungguhannya dalam bekerja, mereka telah mampu memberi teladan dan kesan baik bagi bangsa dan negara Indonesia di mata dunia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,