Tutupan Hijau di Kawasan Puncak Berkurang, Sumber Mata Air Menghilang

Luas perkebunan teh di kawasan Puncak juga menyusut hingga separuhnya.

Daerah tutupan hijau wilayah Puncak, Kabupaten Bogor yang merupakan hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung semakin hari semakin berkurang.  Tutupan kawasan berhutan berupa hamparan yang tersisa di Puncak diperkirakan hanya tinggal 9,2% dan diperkirakan akan terus semakin mengecil.  Pada periode 2000-2009 tutupan hutan yang musnah di DAS Ciliwung mendekati 5.000 hektar, atau sebanding dengan luas kota Sukabumi.

Dari enam DAS di Kabupaten Bogor yang menghilir ke Propinsi DKI Jakarta, hanya DAS Ciliwung yang memiliki tutupan hutan, itu pun hanya tertinggal  3.565 hektar saja (12,22%).  Secara total persentase tutupan hutan dari enam buah DAS yang menghilir ke Propinsi DKI Jakarta hanya 4,30%, sangat kritis untuk menyangga wilayah ibukota.  Kawasan  DAS Ciliwung sendiri memiliki luas total mencapai hampir 39.000 hektar dimana 29.000 hektar bagiannya ada di wilayah Kabupaten Bogor.

Teja Kusumah, salah satu warga di kawasan Puncak, sekaligus pegiat Komunitas Ciliwung  Puncak dalam pemaparannya kepada media, menyatakan bahwa pemerintah harus lebih tegas lagi untuk mengelola wilayah Puncak.  Seharusnya pengelolaan Puncak  yang masuk dalam Kawasan Strategis Kabupaten bukan dikedepankan untuk pengembangan ekonomi lagi tetapi harus bertujuan untuk mengkonservasikan daerah tangkapan air.

“Saat ini seharusnya bukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menjadi prioritas melainkan lingkungan hidup, karena Puncak adalah penyangga jutaan penduduk di Jabodetabek. Bagaimana bisa menjadi penyangga yang baik kalau untuk menyangga daerahnya sendiri sudah tidak mampu karena daya dukung lingkungannya semakin berkurang?”  ujar Teja.

Menurut Teja, lemahnya kendali dan penegakan hukum telah mendorong maraknya praktik jual beli tanah negara, terutama di kawasan perkebunan teh, yang menyebabkan persoalan tata ruang tidak pernah selesai dengan tuntas. Pembongkaran bangunan villa yang terjadi oleh Pemda Kabupaten Bogor, tidak akan pernah menyelesaikan persoalan jika akar permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan.

Pada tahun 2013 Pemda Kabupaten Bogor telah melakukan penertiban terhadap 191 bangunan tidak berijin di tiga desa yaitu Tugu Utara, Tugu Selatan dan Megamendung.  Pada tahun 2014 ini, Pemda merencanakan akan melanjutkan penertiban bangunan dengan target 400 bangunan tidak berijin.

Berdasarkan administasi, Kawasan Puncak sendiri terdiri dari tiga kecamatan, yaitu Cisarua, Ciawi dan Megamendung total luas wilayah 18.353 hektar.  Kawasan Puncak telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis yang diarahkan untuk menyeimbangkan fungsi ekologis sebagai kawasan serapan air dan pengendali banjir.

Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Puncak 1990-2012.  Sumber: Ernan Rustiadi/ P4W IPB
Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Puncak 1990-2012. Sumber: Ernan Rustiadi/ P4W IPB

Wilayah Serapan Air Berkurang

Degradasi kawasan puncak dan menurunnya daya dukung lingkungan kawasan ini berdampak penting terhadap timbulnya berbagai persoalan lingkungan.  Jika selama ini, kawasan Puncak selalu dikaitkan dengan persoalan banjir di wilayah hilir seperti DKI Jakarta, ternyata persoalan di lingkungan di hulu juga terjadi dengan semakin berkurangnya sumber-sumber mata air seiring dengan hilangnya fungsi serapan air.

Perubahan bentang lahan dari vegetasi lebat dan rimbun menjadi wilayah pembangunan pemukiman telah menyebabkan hilangnya sumber-sumber mata air utama masyarakat.  Secara kasat mata dampak ini mulai dirasakan oleh masyarakat.  Sejak sekitar tahun 2000-an, masyarakat di kawasan Puncak semakin tergantung kepada pemanfaatan pipa dan selang air yang diambil dari sumur.  Selain dari sumur dan sumber air tanah, masyarakat kemudian beralih dengan mengambil sumber air dari sungai yang kualitasnya semakin menurun, baik akibat limbah cemaran rumah tangga maupun erosi dan sedimentasi.

Wilayah rimbunan hijau rumpun bambu sumber mata air saat ini diperkirakan masih tersisa sekitar 5 hektar di sekitar wilayah sungai Cisampay, salah satu anak sungai Ciliwung, yang mengalir di dua wilayah desa di Kawasan Puncak yaitu Desa Tugu Utara dan Tugu Selatan.

Area Perkebunan Teh Menyusut

Perubahan tutupan lahan di perkebunan teh menjadi villa dan wilayah pemukiman telah berlangsung sejak tahun 1970-an, saat dimana kawasan Puncak mulai menjadi destinasi wisata yang bernilai ekonomi tinggi. Saat ini perubahan tutupan lahan ini telah berpengaruh nyata terhadap kemampuan wilayah Puncak sebagai kawasan serapan air.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor, maka selama 20 tahun (1990-2010) telah terjadi pengurangan wilayah sawah dan perkebunan dan sebaliknya terjadi peningkatan wilayah pemukiman di dua desa yang berada di Kecamatan Megamendung yaitu Tugu Selatan dan Tugu Utara.  Adapun dua desa ini merupakan desa terdekat yang berbatasan dengan kawasan perkebunan teh dan kawasan hutan lindung.

Sumber: Ernan Rustiandi/ P4W IPB
Inkonsistensi RTRW di Kawasan Puncak. Sumber: Ernan Rustiadi/ P4W IPB

Berdasarkan penelitian P4W dua perkebunan teh di Kawasan Puncak, yaitu PTPN VII (Perkebunan Teh Gunung Mas) dan Perkebunan Ciliwung (PT Sumber Sari Bumi Pakuan) juga terus menyusut lahannya akibat okupasi lahan menjadi pemukiman.  Jika pada masa kolonial Belanda masing-masing kebun teh ini memiliki lahan 1.200 hektar, maka sekarang telah berkurang menjadi separuhnya.  Perkebunan Gunung Mas saat ini hanya memiliki luas sekitar 500 hektar, sedangkan Perkebunan Ciliwung hanya sekitar 562 hektar saja.

Untuk upaya mitigasi pencegahan dan pengendalian banjir dari wilayah Puncak saat ini Pemda Kabupaten Bogor, Pemerintah DKI Jakarta dan Kementerian Pekerjaan Umum sedang mengupayakan pembangunan bendung Cipayung dan Sukamahi yang berlokasi di daerah Ciawi, Kabupaten Bogor.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,