,

Buntut Konflik Lahan Sawit, Brimob Tangkap Lima Warga Ketapang

Brimob datang bersenjata lengkap dan sempat melepaskan tembakan saat menangkap lima warga. Bahkan, dari PT Swadaya Mukti Perkasa, datang bersama Brimob kala penangkapan dan ikut memukul warga. Setelah di Polda Kalbar, tiga warga dilepas, dua jadi tersangka.

Buntut mempertahankan lahan yang berkonflik dengan perusahaan sawit, PT Swadaya Mukti Perkasa (SMP), lima warga Desa Batu Daya,  Kecamatan Simpang Dua, Ketapang,  ditangkap Brimob Polda Kalbar yang datang bersenjata lengkap, pada Senin (5/5/14).

Mereka dituduh mengeroyok anggota polisi. Tiga orang, Antonius Sintu, Bethlyawan dan Puram Jorben Marini, dibebaskan pada 6 Mei 2014. Sedang, Anyun dan Yohanes Singkul, ditetapkan sebagai tersangka.

Kronologis penangkapan begitu dramatis. Yohanes Marco, anak Anyun, menjadi saksi mata penangkapan itu. “Pukul 06.00, puluhan anggota Brimob datang dengan delapan mobil,” katanya. Ada tujuh Strada dan satu Dalmas, serta satu sepeda motor.

Aparat waktu bersamaan bertemu dengan Antonius Sintu(35) dan Liber. Keduanya ditodong aparat bersenjata hingga ketakutan. Liber melawan dan berhasil melarikan diri ke hutan. Sintu ditangkap.

Sekitar pukul 06.30, diam-diam, mobil aparat bersama perusahaan mendatangi tiga rumah warga, yakni Anyun(51), Yohanes Singkul(30),  dan Bethlyawan(32).

Aparat masuk paksa ke rumah Singkul dengan mendobrak pintu kamar. Mereka melepaskan tembakan setelah menghadang dan mengancam serta menodongkan senjata laras panjang kepada puluhan anak usia sekolah dasar dan beberapa ibu-ibu.

“Bapak Singkul ditangkap tanpa sempat menggunakan pakaian, padahal beliau sedang demam,” kata Marco.

Brimob menangkap paksa empat warga Desa Batu Daya. Turut hadir dari perusahaan, Hidayat Nasution  bahkan memukul Singkul disaksikan anaknya, Lusiana Matea dan istri, Dandang, serta warga sekitar. Puram selaku Linmas Desa Batu Daya berusaha mengamankan situasi juga  ditangkap dan dipukul popor laras panjang aparat.

Setelah menangkap lima warga, lalu membawa ke Polda Kalimantan Barat (Kalbar). Pasca penangkapan, warga meminta Muspika Simpang Dua memberikan pengamanan tambahan dari TNI dan Polisi Pamong Praja. Warga sudah tidak mempercayai lagi kepolisian.

Pada Selasa, (6/5/14), elemen masyarakat sipil bersama pendamping hukum, mahasiswa Simpang Dua, Ketapang, mendiskusikan kasus ini. Mereka mengunjungi warga di Mapolda Kalbar.

Setelah kunjungan, tiga dari lima warga dibebaskan. Dua jadi tersangka. Agustinus Alibata, wakil Ketemenggungan Dayak Simpang, mengatakan, penyergapan lima warga desa bak penangkapan teroris. “Pagi hari tanpa menunjukkan surat perintah penahanan kepada keluarga,” katanya.

Alibata mengatakan, baik Polsek maupun Camat tidak mengetahui penangkapan ini. “Yang pasti, polisi bersenjata lengkap, bahkan sempat melepaskan tembakan. Kami mengantongi selongsong peluru.”

Dia menduga, penangkapan buntut unjuk rasa warga kepada SMP, yang menuntut perusahaan melepaskan lahan plasma seluas 1088,33 hektar. “Permasalahan ini sudah 17 tahun lalu. Tidak juga diselesaikan perusahaan.”

Masyarakat aksi dengan menghalangi perusahaan panen di lahan plasma itu. “Aksi ini mendapat perlawanan perusahaan. Panen berikutnya, perusahaan dikawal Brimob Polda Kalbar,”  kata Alibata.

Pada aksi itu, sempat bentrok warga dan kepolisian. “Ini kejahatan korporasi terhadap masyarakat adat. Perusahaan merampas lahan dan menindas warga menggunakan kepolisian.”

Kini warga didampingi penasehat hukum dari kantor Gerakan Hukum Rakyat Kalbar terdiri dari: Sulistiono Martinus Yestri Pobas, Dunasta Yonas, Agatha Anida, Wahyudi, Tandiono Bawor, Matheus Denggol, dan Ivan Ageung.

Hendrikus Adam, Walhi Kalbar mengecam penangkapan warga  ini. “Polisi harusnya berfungsi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Bukan alat perusahaan.”

Walhi mempertanyakan aksi Brimob ini. “Kriminalisasi melukai rasa keadilan dan kemanusiaan.” Kejadian ini, katanya, juga mengkonfirmasi kehadiran korporasi bukan mendatangkan kebaikan bagi warga, tetapi sebaliknya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar, Kombes Rudi Hartono, menyatakan, penangkapan lima warga desa atas laporan pengeroyokan dan penganiayaan anggota polisi.

Laporan itu, tertanggal 28 September 2013. Korban pengeroyokan anggota Brimob dan menyebabkan luka-luka. “Pelakukan melempar hingga Brimob terluka di kepala.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,