Ecoton Laporkan Pencemaran Sungai Akibat Limbah Cair Tjiwi Kimia

Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) mendatangi Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo, Rabu (7/4), untuk melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh PT. Tjiwi Kimia, akibat pembuangan limbah yang melebihi baku mutu air limbah.

Berawal dari pengaduan masyarakat mulai Januari 2014 terkait pencemaran dan kerusakan sungai, serta dari pemantauan sejak Oktober 2013 terhadap outlet buangan PT Tjiwi Kimia Tbk, Ecoton menemukan pembuangan limbah cair melebihi baku mutu air limbah langsung ke sungai Surabaya.

“Dari laporan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup yang diamatkan dalam UU PPLH 32/2009, maka Ecoton mengadukan pencemaran PT. Tjiwi Kimia ke BLH sidoarjo,” kata Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton.

Pembuangan limbah cair ke sungai kata Prigi ditemukan setelah melakukan pengukuran pada tanggal 7 dan 12 Oktober 2013, yang hasil dari pengukuran Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta Lengkong menunjukkan adanya pelanggaran baku mutu : BOD 209 mg/L (standarnya 150 mg/L) , COD 823 mg/L (standarnya 300 mg/L), TSS 883 mg/L (standarnya 200 mg/L).

“Pada pengukuran tanggal 7 dan 12 Oktober 2013 hasilnya kami menemukan adanya ammonia (NH3) yang cukup tinggi pada hilir outlet PT Tjiwi Kimia di daerah Balongbendo,” ujar Prigi Arisandi.

Selain itu masyarakat kata Prigi juga mengadukan adanya bau tidak sedap serta gagal panen ikan yang dialami oleh warga, seperti di Desa Jeruk Legi, Desa Penambangan, Desa Bakungsukodani dan Desa Tanjungsari.

“Air sungai di Kanal Mangetan hingga Kali Pelayaran beraroma seperti minyak tanah, ini yang dikhawatirkan warga karena warga menggunakan air Kanal Mangetan atau Kali Pelayaran sebagai bahan baku PDAM. Airnya keruh dan banyak ikan di keramba budidaya masyarakat gagal dipanen,” tutur Prigi kepada Mongabay-Indonesia.

Ecoton Laporkan PT. Tjiwi Kimia ke BLH Kabupaten Sidoarjo atas Pencemaran Sungai Surabaya di Wilayah Sidoarjo. Foto: Petrus Riski
Ecoton Laporkan PT. Tjiwi Kimia ke BLH Kabupaten Sidoarjo atas Pencemaran Sungai Surabaya di Wilayah Sidoarjo. Foto: Petrus Riski

Ecoton lanjut Prigi, mencatat terjadi beberapa kali ikan mati massal di Kanal Mangetan, salah satunya pada 19 Februari 2014 dimana kandungan NH3 dalam air Kali pelayaran/kanal mangetan 0,6 ppm-1 ppm yang termasuk dalam kategori diatas normal.

Ecoton mendesak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo untuk melakukan pengawasan secara ketat, bahkan memberi sanksi kepada PT. Tjiwi Kimia yang telah terbukti melakukan pencemaran lingkungan. Selama ini akibat banyaknya outlet pembuangan PT Tjiwi Kimia yang melebihi 5 titik, menyebabkan pengawasan oleh Badan Lingkungan Hidup tidak maksimal.

“Dampak lingkungan akibat buangan limbah PT. Tjiwi Kimia berupa berkurangnya populasi makroinvertebrata dari golongan yang sensitive, dan itu didominasi oleh jenis mollusca dan cacing darar (Chironomous). Kami juga menemukan terjadi penurunan populasi jenis remis (Corbicula javanica), setelah setelah adanya outlet pembuangan PT Tjiwi Kimia. Padahal sebelum outlet pembuangan itu ada, masyarakat secara mudah dapat menemukan remis,” jabar Prigi.

Prigi mengatakan pihaknya telah mengambil sample air limbah PT Tjiwi Kimia pada bulan Februari 2014, dan mendapatkan aroma minyak tanah yang sangat kuat.

“Selama ini PT Tjiwi Kimia menggunakan anti defoaming dengan bahan dasar Minyak Tanah, yang itu seharusnya diganti dengan senyawa yang berbahan dasar air,” imbuhnya.

Pada surat yang juga ditembuskan kepada Kapolres Sidoarjo, Camat Balongbendo, dan Direksi PDAM Delta Tirta, Ecoton mendesak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo untuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap pembuangan limbah cair PT. Tjiwi Kimia. Juga melakukan pengukuran rutin selama seminggu penuh untuk membuktikan ketaatan PT Tjiwi Kimia pada aturan pengelolaan lingkungan.

“BLH harus memberi sanksi kepada PT Tjiwi Kimia Tbk, karena memiliki banyak outlet pembuangan limbah. BLH harus berani menertibkan saluran buangan liar PT Tjiwi Kimia,” desak Prigi.

Selain itu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo diminta untuk melakukan kajian ekologis, sosial, serta dampak lingkungan terkait limbah PT Tjiwi Kimia terhadap kondisi ekosistem Kanal Mangetan dan Kali Pelayaran. Melakukan kajian kandungan senyawa BPA (bisphenol A), PAH (Poliaromatik Hidrokarbon) dan Logam berat (Pb, Cd, Cr dan Zn) baik dalam air sungai, sedimen dan dalam daging ikan atau bioata air lainnya.

“Pemerintah harus memastikan adanya pemulihan kondisi ekosistem sungai dan melakukan rehabilitasi kondisi air sehingga air itu layak digunakan untuk budidaya perikanan. Kali Pelayaran merupakan bahan baku PDAM Delta Tirta, jadi perlu adanya pemulihan kualitas air,” ungkap Prigi Arisandi sambil mengajak semua pihak termasuk masyarakat melakukan pengawasan terhadap kualitas air Kali Pelayaran.

Salah satu tim Ecoton mengambil sampel air sungai yang tercemar pada pagi hari. Foto: Petrus Riski
Salah satu tim Ecoton mengambil sampel air sungai yang tercemar pada pagi hari. Foto: Petrus Riski

Taman Keanekaragaman Hayati Sempadan Sungai

Pada kesempatan yang sama Ecoton juga mengusulkan kepada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo, untuk membuat Taman Keanekaragaman Hayati Sempadan Sungai.

Prigi Arisandi mengungkapkan bahwa sempadan sungai merupakan dataran banjir yang ketika musim penghujan menjadi tempat bagi ikan memijah serta tempat bagi anak ikan untuk berlindung dari derasnya arus sungai. Berkembangnya suatu kawasan yang memunculkan permukiman baru, pertanian, pembuangan sampah hingga industri, mengakibatkan berkurangnya sempadan di desa-desa yang wilayahnya termasuk dalam suaka ikan di Sidoarjo.

“Seharusnya sempadan merupakan tempat yang kaya akan tanaman peneduh, dan menjadi penstabil suhu air serta dan sumber makanan tidak hanya bagi serangga yang juga makanan ikan, tetapi juga untuk ikan-ikan herbivora. Sesuai Pergub No. 188/785/KPTS/013/2013 dimana Kali Surabaya sebagai suaka perikanan, maka Ecoton ingin sempadan sungai yang menjadi habitat penting bagi ikan asli Kali Surabaya dilindungi,” papar peraih penghargaan Goldman  Environmental Prize Award 2011 dari Amerika Serikat.

Pembentukan Taman Keanekaragaman Hayati Sempadan Sungai ujar Prigi, bertujuan untuk menjaga fungsi lingkungan hidup, serta mencegah terjadinya penurunan atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

“Taman Kehati ini juga bertujuan untuk pencadangan sumberdaya alam, dengan melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon diluar kawasan hutan, khususnya tanaman langka,” tuturnya.

Di sempadan Kali Surabaya saat ini kata Prigi, terdapat lebih dari 200 Tumbuhan Berkhasiat obat. Sehingga pemanfaatan lahan sempadan Kali Surabaya sebagai taman Kehati akan membawa manfaat menjaga badan air serta pengamanan alih fungsi sempadan sekaligus menjaga fungsi Kali Surabaya bagi kehidupan masyarakat di daerah Aliran sungai Surabaya.

“Taman Kehati juga dapat difungsikan sebagai taman wisata yang dapat memberikan pendapatan serta lapangan pekerjaan bagi warga sekitar. Ini salah satu solusi yang memadukan antara kegiatan konservasi dan ekonomi, untuk mencapai kegiatan pelestarian yang berkelanjutan dan memberi dampak besar bagi warga dan lingkungan,” ungkap alumni jurusan Biologi Universitas Airlangga Surabaya ini.

Prigi mengusulkan kawasan sempadan sungai yang akan dijadikan Taman Kehati yaitu di wilayah Desa Bogem Pinggir, Penambangan dan Desa Jeruk Legi. Dipilihnya kawasan itu karena lebar sempadan sungainya cukup luas, yakni sekitar 20-60 meter dengan panjang kurang lebih 1 kilometer.

Ecoton juga mengusulkan kepada Bupati Sidoarjo agar menginisiasi terbentuknya Kemitraan Suaka Ikan Balongbendo, yang terdiri dari para pemanfaat, kelompok masyarakat pemerhati dan kelompok pelestari sungai, pelaku usaha, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan Balong Bendo, Badan Lingkungan Hidup, serta Organisasi Kemasyarakatan dan Sekolah-sekolah di DAS Kali Surabaya, tepatnya di Kecamatan Balong Bendo.

“Forum ini merupakan wadah komunikasi masyarakat dan pemerintah, dalam upaya untuk mengelola Kali Surabaya. Ini diperlukan karena selama ini sering terjadi peristiwa-peristiwa pencemaran dan kerusakan sungai, tanpa ada kejelasan penyelesaian,” pungkas Prigi yang berharap pemerintah serius memperhatikan aspirasi masyarakat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,