Kampanye ‘Dogs Are Not Food’: Lebih dari 226 Ribu Anjing Mati Dimakan Tiap Tahun

Masih terbayang dalam ingatan Muslimin Setiawarga, Mochammad Aria Gagarin, Septiyan Hamim dan Aprili Wahyudi perjalanan panjang mereka bersepeda dari Jakarta menuju Daerah Istimewa Yogyakarta. Lelah dan pegal di badan masih sedikit terasa. Namun semua demi membangun kesadaran masyarakat: Anjing bukan makanan.

Enam hari mereka melakukan perjalanan, mulai tanggal 1 Mei 2014 dan tiba di Yogyakarta pada 6 Mei 2014 malam. Keempatnya disambut oleh para personil Shaggydog dan rekan-rekan Animal Friends Jogja (AFJ) di markas grup band yang menamakan penggemar mereka dengan sebutan “doggies” ini. “Sempat frustasi dan ingin menyudahi perjalanan. Namun, satu sama lain saling menyemangati hingga akhirnya perjalanan dilanjutkan,” ujar Muslimin kepada Mongabay-Indonesia.

Muslimin menambahkan, banyak hal yang kami dapatkan dalam perjalanan. Mulai dari menikmakti keindahan alam di sepanjang perjalanan, singgah ke beberapa daerah untuk memberikan beberapa informasi penting terkait stop makan anjing  dan bahayanya mengkonsumsi anjing. Pihaknya juga memberikan video kampanye anjing bukanlah makanan kepada kepada desa dan organisasi karang taruna yang kami singgahi.

Sebelum dimulainya perjalanan tour bersepada, sehari sebelumnya 30 April 2014 dilakukan peluncuran bersama gerakan “Dogs Are Not Food” yang dihadiri para artis nasional seperti Davina Veronica, Nina Tamam, Cathy Sharon,  Aline Adita, dan beberapa artis lainnya. Gerakan kampanye ini diiniasiasi oleh Animal Friends Jogya (AFJ), Garda Satwa Indonesia (GSI), Jakarta Animal Aid Network (JAAN).

Dessy Zahara Angelina Pane dari Animal Friends Jogja kepada Mongabay-Indonesia mengatakan, peluncuran kampanye nasional dan petisi tersebut adalah kelanjutan dari kampanye terdahulu, dan dirangkai dengan kampanye berkesinambungan melalui berbagai cara. Untuk kampanye bersepada “Cycling Tour Campaign  #DogsAreNotFood” tim bergerak menuju Yogyakarta dan ditiap perhentian di kota-kota yang menjadi target kampanye, tim mengadakan aksi dan menyerahkan surat himbauan dilengkapi dengan DVD kampanye kepada Dinas Peternakan setempat  dimana dalam video tersebut Shaggydog juga menjadi salah satu juru kampanyenya.

“Kami mendapatkan banyak laporan terkait perdagangan anjing untuk komsumsi di Yogyakarta dan daerah lainnya. Kami menginvestigasi langsung mulai dari pengiriman anjing, penyembelihan, menyuplai daging, warung penjual hingga para pembelinya,” kata Dessy Zahara Angelina Pane yang akrab disapa Ina kepada Mongabay-Indonesia. Ina menambahkan, selama ini pihaknya juga mencari tahu tentang kebenaran tradisi makan anjing oleh suku ataupun didaerah tertetu seperti Manado dan Medan. Hasil penelusuran tim ini menyatakan, tidak ada yang tahu dan tidak pernah ada sejarah tradisi makan daging anjing.

Anjing-anjing yang siap dipotong di Pasar Langowan. Foto: Themmy Doaly
Anjing-anjing yang siap dipotong di Pasar Langowan. Foto: Themmy Doaly

“Mungkin saja tradisi itu dibuat-buat sendiri oleh manusia. Dan lewat kampanye ini kami ingin sampaikan bahwa apa yang menjadi alasan bahwa makan anjing itu merupakan tradisi, itu salah dan tidak pernah ada,” kata Ina.

Berdasarkan data Animal Friends Jogja (AFJ), JAAN dan Garda Satwa menyebutkan, perdagangan anjing untuk konsumsi di berbagai kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bandung, Bali, Medan dan Manado serta berbagai kota lain di Jawa Tengah makin marak. Walaupun perdagangan daging anjing di Indonesia tidak berada pada skala yang sama dengan Korea misalnya, namun jumlahnya tidak bisa diremehkan. Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor anjing dibunuh tiap minggunya. Di Manado dan Sumatra, dimana daging anjing dianggap sebagai makanan yang lezat, diperkirakan paling sedikit 5 kali lipat (1800 ekor per minggu dalam satu area sehingga totalnya menjadi 3600 ekor) jumlahnya. Kemudian kota besar seperti Jakarta jelas memiliki jumlah yang lebih besar dari Yogyakarta dan paling sedikit dua kali lipat jumlah yang di Yogyakarta yang berarti kira-kira 720 ekor anjing per minggu. Jadi, jika dijumlahkan semua, didapat angka 4680 ekor anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun “Dan jangan lupa estimasi tersebut hanya di 4 daerah saja di Indonesia dan belum di daerah lainnya,” kata Ina.

Anjing yang sudah dibakar di Pasar Langowan, Sulut. Foto: Themmy Doaly
Anjing yang sudah dibakar di Pasar Langowan, Sulut. Foto: Themmy Doaly

Ina menambahkan, di tahun 2008, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti perdagangan anjing untuk konsumsi manusia sebagai faktor kontributif terhadap penyebaran rabies di Indonesia, karena perdagangan tersebut mendorong hewan ini dari berbagai sumber untuk diangkut antar pulau.  Pengangkutan jarak jauh dan dalam jumlah besar dari anjing-anjing ini yang dibunuh untuk daging mereka juga dikaitkan dengan berjangkitnya rabies.

Perdagangan daging anjing untuk konsumsi dinilai bukan hal yang wajar, karena menurut ketentuan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office Internationale des Epizooties, OIE) dan Codex Alimentarius Commission (CAC), anjing tidak termasuk hewan potong untuk dikonsumsi manusia. Anjing termasuk kategori hewan kesayangan atau pet animal. Apabila daging anjing dikonsumsi oleh manusia, menurut OIE dan CAC dianggap melanggar prinsip kesejahteraan hewan atau animal welfare.

Dari investigasi AFJ juga ditemukan bahwa dari perjalanan riset dan investigasi yang telah dilakukan di beberapa tempat. Bisnis daging anjing di wilayah DIY, Solo, Jakarta, Bandung, Medan, Manado dan Bali, dengan metode wawancara dengan masyarakat, ditemukan fakta-fakta mencengangkan mengenai perdagangan anjing untuk konsumsi tersebut, diantaranya transportasi illegal puluhan anjing-anjing untuk dikonsumsi dari Pangandaran, Jawa Barat yang belum bebas rabies, masuk ke wilayah bebas rabies seperti Yogyakarta dan Solo secara berkala yang lepas sama sekali dari pengawasan Dinas Peternakan maupun instansi terkait lainnya.

Surat Cinta untuk Gubernur Jogja

Kamis, 8 Mei 2014 kemarin, sebagai perhentian akhir aksi simbolik dari tur bersepeda di Yogyakarta. Maka di Yogyakarta dilakukan konvoi bersepeda Cycling Tour Campaign team bersama Shaggydog sebagai public figure dan duta kampanye dari Jogja, diiringi komunitas pesepeda Jogja JLFR (Jogja Last Friday Ride) dan masyarakat peduli satwa sebagai bentuk critical mass. Tim tiba dikepatihan sekita pukul 10.00 pagi, diawali dari kantor Shaggydog menuju ke Kantor Gubernur DIY di kompleks Kepatihan, Yogyakarta untuk menyerahkan surat permohonan audiensi dan DVD kampanye kepada Gubernur DIY & Kepala Dinas Pertanian DIY.

“Kami ingin memberikan surat cinta kepada Gubernur agar gerakan  kampanye stop makan anjing ini bisa segera berhenti dan segera ada tindakan dari pemerintah DIY,” kata Ina.

Foto bersama para tim pesepeda dengan perwakilan pemerintan DIY dan dinas terkait. Foto: Tommy Apriando
Foto bersama para tim pesepeda dengan perwakilan pemerintan DIY dan dinas terkait. Foto: Tommy Apriando

Pembetot bass grup band Shaggydog Bandizt kepada Mongabay-Indonesia mengatakan, kampanye “Stop perdagangan daging anjing untuk konsumsi di Yogyakarta” telah dimulai tahun lalu dan Shaggydog sebagai duta dari Jogja. Band ini memulai bergabung sekitar bulan Oktober 2013. “Kami berharap masyarakat sadar dan peduli agar tidak lagi mengkonsumsi daging anjing. Kami juga berharap pemerintah membuat aturan hukum yang tegas untuk melarang perdagangan anjing untuk di konsumsi,” kata Bandizt.

Anung Endah Swasti, selaku seksi kesehatan hewan dan masyarakat, Dinas Pertanian DIY menyatakan, anjing itu bukan hewan ternak dan bukan untuk di konsumsi. “Kami juga meminta bantuan dari semua pihak untuk membantu mengamankan Jogja agar terbebas dari rabies. Dan kita selalu sosialisasi bahaya rabies. Jika ada informasi masuknya satwa dari luar DIY bisa langsung menghubungi kami dan instansi terkait lainnya,” kata Anung Endah Swasti kepada jurnalis di kantor Kepatihan DI Yogyakarta. Rencananya tur bersepeda ini akan berlanjut ke Bali.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,