El-Nino Datang, Kebakaran Besar Mengancam, Pemerintah Harus Serius Lindungi Gambut

BMKG memperkirakan el-nino mulai Juli 2014 . Kemarau panjang dan kekeringan ini bakal memicu kebakaran lahan gambut parah. Untuk itu, pemerintah diminta serius menyelamatkan gambut di tengah kerusakan yang begitu memprihatinkan. Jika tidak, daerah gambut seperti Sumatera, akan tertutup asap. “Dampak El-nino membuat Indonesia musim kemarau sangat panjang. Tahun lalu siklus Mei-Juni. Sekarang Februari-Maret sudah ada kebarakan hutan,” kata Yuyun Indradi, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, di Jakarta, Rabu (28/5/14).

Kemarau biasa saja, kebakahan hutan dan lahan sudah parah. Apalagi el-nino, jauh lebih mengerikan. Pengalaman el-nino 1997, emisi dikeluarkan dari  lahan gambut terbakar 0,81 dan 2,57 GtC atau 13-40 persen emisi gas karbon dunia dari pembakaran bahan bakar fosil.

“Melindungi gambut kaya karbon kunci mengurangi kerugian akibat kebakaran hutan.” Namun, katanya, hingga kini belum ada perlindungan hukum kuat bagi ekosistem gambut.

Dia mengatakan, sepanjang Februari-Mei, tercatat 11.288 titik api di Indonesia, 75,7% atau 8.542 di lahan gambut. Sekitar 3.758 (33%) lahan gambut moratorium. Yuyun berharap, pemerintah lebih serius melindungi gambut. “Titik api di gambut karena perluasan perkebunan skala besar. Baik sawit maupun HTI. Padahal harusnya ekosistem gambut dilindungi. Berapapun dalam dan dimanapun letaknya,” kata Yuyun.

Menurut dia, provinsi dengan kerusakan gambut tinggi adalah Riau. Kerugian negara akibat kebakaran hutan di  Riau Februari-Maret 2014 mencapai Rp15-Rp20 triliun. “Jumlah itu tidak sebanding dengan APBD provinsi. Keuntungan pembukaan gambut untuk investasi sangat sedikit dibanding kerugian.”

Riau merupakan provinsi diperkirakan menyimpan 40% karbon dari gambut. Setara nilai setahun lebih emisi gas rumah kaca dunia. Di beberapa titik,  lahan gambut mencapai 14 meterlebih. Luas Riau hanya lima persen daratan Indonesia tetapi menyumbang 40% titik api dan hampir tiga perempat di lahan gambut.

Warga di Dumai coba memadamkan bara api yang membakar lahan gambut. Jika tak ada penanganan serius, el-nino akan menjadi bencama kebakaran lebih besar lagi. Foto: Zamzami

Riau juga provinsi paling banyak memproduksi minyak sawit. Sekitar 40% minyak sawit Indonesia melalui pelabuhan Dumai di Riau. Pembukaan gambut di massif.

Contoh, PT Rokan Adi Raya konsesi 10.500 hektar di hutan gambut dalam. Penebangan hutan antara 2009-2013 menyebabkan kebakaran hebat. Analisis landsat akhir 2013, hanya 419 hektar hutan tersisa. Penyelidikan Greenpeace Juni 2013, mendokumentasikan eskavator perusahaan tak henti membangun drainase di lahan gambut.

“Pemerintah harus mengevaluasi izin dan menindak keras pelawan hukum. Izin konsesi perusahaan membakar hutan harus dicabut.”

Pemerintah, katanya, harus mengembangkan rencana perlindungan, rehabilitasi dan pengelolaan lanskap hutan dan gambut berkelanjutan. Termasuk solusi berbasis masyarakat. Pengelolaan gambut harus memastikan tak ada lagi pengeringan lahan.

Kiki Taufik, kepala Pemetaan dan Riset Greenpeace Indonesia mengatakan, meski Presiden SBY sudah mengeluarkan kebijakan moratorium, namun tidak efektif. Tak ada lembaga khusus memonitor lahan yang masuk moratorium. “Terbukti, masih melihat sebaran titik api di gambut kawasan moratorium. Perlindungan menyeluruh gambut harga mati.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,