,

Penguatan Agroforestry Warga Gorontalo di Tengah Serbuan Sawit dan HTI

Populasi penduduk Gorontalo sekitar 1.084.192 jiwa, dengan mata pencaharian utama  sektor pertanian. Kini, perusahaan sawit dan hutan tanaman industri mulai masuk. Sejak 2009, pemerintah daerah membuka investasi bagi kedua sektor ini. Model investasi masuk di beberapa kabupaten, seperti Pohuwato, Gorontalo, Boalemo dan Gorontalo Utara.

Berdasarkan pengamatan Agroforestry and Forestry in Sulawesi (Agfor Sulawesi), ada lima sistem pertanian utama petani kecil, yaitu jagung, kelapa, kakao, kayu-kayuan, dan kebun campuran di pekarangan rumah.

Program Agfor Sulawesi memulai kerjasama dengan Kabupaten Gorontalo dan Boalemo, dalam meningkatkan pendapatan petani kecil melalui agroforestry atau kebun campur dan kehutanan setara serta berkelanjutan. Kerjasama ini dimulai dengan lokakarya pembukaan Agfor Sulawesi di Gorontalo, Selasa, (3/6/14).

James M. Roshetko, pimpinan Agfor Sulawesi mengatakan, program ini untuk meningkatkan sistem pertanian melalui kebun campur, sekaligus berusaha melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan. “Juga mendorong pengelolaan lingkungan berkelanjutan,” katanya.

Pengelolaan sistem pertanian warga masih tradisional. Namun, populasi dan permintaan pasar bertambah, maka intensifikasi produksi sangat diperlukan. “Namun harus dengan metode sesuai kondisi masyarakat dan memperhatikan kelestarian lingkungan.”

Menurut dia, Gorontalo dan Boalemo dipilih menjadi fokus Agfor Sulawesi berdasarkan empat kriteria. Yaitu, keberadaan kebun campur banyak di masyarakat, komitmen petani memperbaiki sistem kebun, keberadaan hutan, serta dukungan pemerintah daerah.

“Kami menyelaraskan pengalaman kami dengan pengetahuan para pemangku kepentingan, dan kearifan lokal guna memperoleh solusi tepat,” kata Roshetko.

Program ini, didanai Canadian International Development Agency (Cida), dan dimulai 2011 di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Kegiatan ini dipimpin World Agroforestry Centre (ICRAF) berkolaborasi dengan Center of International Forestry Research (Cifor), Winrock International, Operation Wallacea terpadu, Universitas Hasanudin, serta Bappenas.

Kebun campur ini sistem menggabungkan pertanian dan kehutanan. Tanaman jangka panjang dipadu dengan pangan dan ternak. Pengalaman membuktikan, agroforestry bisa meningkatkan pendapatan petani dan menjaga kelestarian lingkungan.

“Sambutan pemerintah daerah di Gorontalo sangatlah menggembirakan. Kami mendapat banyak dukungan. Ini permulaan baik.”

Kebun sawit di Kabupaten Banggai, provinsi tetangga Gorontalo, Sulawesi Tengah. Perusahaan sawit sudah menyebabkan banyak konflik dengan warga maupun petani, yang lahan atau kebun mereka terampas. Foto: Pusar-Banggai

Rahman Dako, aktivis lingkungan di Gorontalo mengingatkan, ICRAF harus lebih mengenal Gorontalo. Dia kecewa dengan alih fungsi hutan melalui konseptor beberapa akademisi di Gorontalo tergabung dalam tim terpadu. Merekalah yang melahirkan SK Menhut-II No. 325 tahun 2010 tentang luas kawasan hutan. Kini, luas kawasan hutan 824.668 hektar.

“Jangan sampai lokasi ICRAF ini di wilayah alih fungsi hutan. Sebab kebijakan kehutanan Gorontalo, banyak analisis politik ketimbang ilmiah,” kata Rahman.

Dia mempertanyakan apakah ICRAF dengan Agfor Sulawesi mendukung perkebunan sawit atau tidak. Sebab di Gorontalo, warga dibujuk menjual tanah dengan harga murah kepada perusahaan sawit. Hingga banyak petani tak lagi memiliki tanah dan akan menjadi pekerja di perusahaan sawit. Roshetko mengatakan, Agfor bukan protes keberadaan sawit tetapi di banyak tempat, produk tidak cocok untuk petani kecil. “Juga tidak cocok untuk tiga komponen Agfor, yaitu mata pencaharian, tata kelola, dan lingkungan.”

Dalam lokakarya itu, masing-masing pemerintah daerah ikut persentasi. Dari pemaparan pemerintah Kabupaten Gorontalo, terungkap daerah itu menjalin kerjasama dengan tiga perusahaan sawit, yaitu PT Tri Palma Nusantara 8.998 hektar, PT Agro Palma Khatulistiwa 11.292 hektar, dan PT Heksa Palma seluas 14.168 hektar. Untuk HTI yaitu PT Gorontalo Citra Lestari 46.170 hektar.

Husen Alhasni, kepala Dinas Kehutanan Gorontalo, memaparkan, saat ini menggalang kolaboratif masyarakat di Gorontalo dengan HTI. Menurut dia, sudah ada 20 kelompok masyarakat bekerjasama dengan dua HTI di Gorontalo Utara.“Tiap hari, ada 20 hektar ditanam ribuan pekerja HTI di Gorontalo Utara. Saya rasa ini sangat bagus.”

Nurdin, kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan mengatakan, di Balemo, perkebunan sawit sudah beroperasi PT Agro Artha Surya, milik Artalita Suryani. Namun, sejak 2012, pemerintah Boalemo menanam kakao sebagai unggulan dengan sistem pertanian terintegrasi.

“Kalau sawit, saat ini 4.800 hektar ditanam dari izin 20.000 hektar. Di Boalemo skema 50 inti 50 plasma. Semua sudah proses perizinan. Jika kemudian hari bermasalah,  kami akan menagih janji perusahaan. Kalau perlu izin kami dicabut.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,