,

Anak Perusahaan Sawit Malaysia Dituntut Kasus Kebakaran Lahan di Riau

Perusahaan sawit dan industri pengolahan PT Adei Plantation and Industry yang beroperasi di Kabupaten Pelalawan Riau, akan dituntut dalam kasus pembakaran lahan yang terjadi di area kerjanya.  Namun demikian, seperti disampaikan twitter @riaucorruption sidang pembacaan tuntutan atas nama terdakwa PT Adei Plantation and Industry yang diwakili Tan Kei Yoong  dan terdakwa Danesuvaran KR Singam di Pengadilan Negeri Pelalawan yang sebelumnya akan dilakukan Selasa (17/06/2014) akan ditunda.

“Kita belum selesai merangkai tuntutan. Kita masih menunggu arahan dari Kejaksaan Agung,” kata Banu Laksmana, salah satu Penuntut Umum kepada Mongabay Indonesia via telepon Selasa (17/06/2014) pukul 16.13. Banu mengatakan sidang akan dilanjutkan dua pekan ke depan. Sebelumnya @riaucorruption mencatat sidang terdakwa PT Adei ditaja pada 26 Juni 2014 dan terdakwa Danesuvaran KR Singam pada 1 Juli 2014.

Dirujuk dari Walhi Riau, PT Adei Plantation and Industry merupakan salah satu anak perusahaan grup Kuala Lumpur Kepong (KLK) yang bermarkas di Malaysia. Di Indonesia grup perusahaan ini memiliki 17 anak usaha perkebunan kelapa sawit tersebar di Sumatera dan Kalimantan.

PT Adei sendiri memiliki Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit dimana kebun inti seluas 12.860 hektar terletak di Kecamatan Pangkalan Kuras, Pelalawan serta Bunut.  Selain mengelola HGU kebun sawit seluas 12.860 hektar, PT Adei juga mengelola kebun plasma dengan menjalin kemitraan pola KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) bersama Koperasi Petani Sejahtera seluas 520 hektar yang berlokasi di Desa Batang Nilo Kecil.

Saksi ahli dalam kasus ini, Prof. Bambang Hero Saharjo dan koleganya Dr. Basuki Wasis menyebutkan luas areal yang terbakar meliputi area kosong dan tanaman sawit pola KKPA.  Areal kosong pola KKPA yang terbakar adalah seluas ± 304.703 m2 dan area tanaman sawit pola KKPA seluas ± 7.925 m2 di Desa Batang Nilo Kecil.  Selain itu aliran sungai Jiat di Batang Nilo Kecil juga terbakar seluas 50 meter di sisi kiri dan kanannya. Luas keseluruhan areal terbakar adalah 211.115 m2 atau seluas 40 dari 520 ha menurut pengukuran dari BPN Pelalawan.

Bambang menyimpulkan bahwa kegiatan pembakaran di lahan tersebut disengaja tanpa ada upaya pemadaman atau pencegahan yang dipertegas dengan adanya tiang panjang berjarak beraturan yang menandakan kegiatan tersebut telah direncanakan sebelum pembakaran.  Saat menjadi saksi ahli pada 15 April 2014, Bambang menyebutkan PT Adei divonis  bersalah delapan bulan penjara dengan ganti rugi Rp 100 juta pada 2001 oleh Mahkamah Agung karena telah sengaja membakar lahan seluas 3.000 ha untuk ditanami sawit. Tahun 2006 PT Adei pun digugat perdata senilai USD 1,1 juta karena lahan terbakar di Kabupaten Bengkalis.

Sehari sebelumnya, Masyarakat Sipil Melawan Asap yang terdiri dari Walhi Riau, Jikalahari, Riau Corruption Trial dan Greenpeace Indonesia mengkritik Penuntut Umum yang tidak memasukkan pasal 116, 117, 118 dan 1119 UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Bila pasal-pasal tersebut masuk dalam dakwaan Penuntut Umum, pidana tambahan berupa salah satunya penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan atau kegiatan bisa dikenakan kepada korporasi, sehingga memberi efek jera,” kata Janes Sinaga Dinamisator Masyarakat Sipil Melawan Asap.

Menurut Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari, selama 2013 bukan hanya PT Adei yang jadi tersangka, ada juga 8 perusahaan sawit dan tanaman industri yang sudah jadi tersangka oleh Kemenlh. “Namun, mengapa hanya satu perusahaan yang dibawa ke Pengadilan?” tanya Muslim. Tahun 2014, menurutnya ada sekitar 100 lebih korporasi menjadi tersangka pembakaran lahan di Riau, namun belum juga dilimpahkan ke pengadilan.

Pakar kebakaran hutan dan lahan Prof Bambang H. Saharjo memberi kesaksian di Pengadilan, April 2014. Foto: Made Ali

Area Tumpang Tindih dan Sawit Pola KKPA

Pada 1999, ketika PT Adei mengelola HGU di Desa Batang Nilo Kecil terjadi tumpang tindih lahan milik tiga persukuan Piliang, Melayu, dan Pelabi di Batang Nilo Kecil.  Lantas terjadi kesepakatan, PT Adei bersedia mengganti rugi tanaman karet masyarakat yang tumpang tindih tersebut sebesar Rp 15 ribu per batang. PT Adei pun bersedia membangun kebun kelapa sawit pola KKPA atas lahan masyarakat.

Selanjutnya Mamak adat di Desa Batang Nilo Kecil melalui Kepala Desa Zulkifli menyerahkan lahan yang luasnya sekitar 540 hektar kepada Koperasi Petani Sejahtera (KPS) yang beranggotakan 220 orang.  Pada tahun 2007, PT Logoh Mitra Mandiri kontraktor yang ditunjuk oleh PT Adei membangun 24 blok kebun sawit pola KKPA Desa Batang Nilo Kecil dimana satu blok dengan blok lainnya dibatasi oleh parit kanal keliling termasuk akses jalan.

Setelah enam tahun digarap, barulah dibuat perjanjian kerjasama diantara PT Adei dengan KPS pada 17 Desember 2012 yang diketahui oleh Kepala Desa Batang Nilo Kecil.

Sejak digarap 2007 hingga Juni 2013, lahan KKPA sebanyak 24 blok tersebut ditanami sawit seluas 488 hektar dengan umur tanaman 2 hingga 6 tahun.  Blok 1, 2 dan blok 3 dari awal belum ditanam karena masih bersengketa dengan masyarakat. Sedangkan blok 19, sebagian blok 20 dan blok 21 ditumbuhi semak belukar dan terdapat beberapa tegakan kayu hutan alam.

Tanggal 17 Juni 2013 areal sejajar blok 19 dan 20, tepatnya di sekitar Sungai Jiat terbakar, yang berlanjut esok harinya area yang sejajar dengan blok 21 juga terbakar. Semua lahan yang terbakar masuk dalam batas wilayah studi Amdal PT Adei sebagaimana disebutkan dalam dokumen RKL dan RPL nya.

Pada saat kebakaran, Danesuvaran General Manager kebun KKPA tidak memerintahkan asisten, staf asisten dan mandor di bawahnya untuk melakukan upaya pemadaman kebakaran di blok 19,20, 21.  Akibatnya, kebakaran terus merambat sampai pada tanggal 19 Juni 2013 yang membakar tanaman sawit produktif yang tumbuh pada blok 20 dan 21 yang berlokasi di seberang parit kanal sejajar dengan Sungai Jiat.

Karena sudah merambat ke lahan produktif, barulah Danesuvaran meminta Asisten KKPA Sutrisno dan stafnya Sardiman Saragih untuk memadamkan api yang membakar tanaman sawit itu. Mereka memadamkan api menggunakan ember serta mesin air. Kebakaran semakin meluas, penggunaan satu mesin air saja tidak cukup, sehingga Senior Manager Kebun Nilo Barat I membeli dan mengantar 1 unit mesin air lagi ke lokasi tanaman sawit yang terbakar.

Pada 21 Juni 2013 Danesuvaran memerintahkan operator alat berat untuk membuat isolasi dan kantong air di hutan Desa Sering untuk mencegah kebakaran tidak semakin meluas dan menghanguskan tanaman sawit produktif. Tanggal 22 Juni 2013 dibeli lagi 2 unit mesin air sehingga total 4 mesin air melakukan pemadaman di blok 20 dan 21 hingga tanggal 30 Juni 2013.  Api sendiri padam setelah turun hujan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,