Ditemukan Spesies Tikus Air Pertama di Sulawesi

 Ilmuwan Indonesia, Australia, dan Amerika serta penduduk lokal berhasil menemukan spesies baru tikus air pemakan daging atau karnivora di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.

Tikus air yang pertama ditemukan di Sulawesi dan kawasan Asia Tenggara, diberi nama Waiomys mamasae, dan terpublikasikan dalam jurnal Zootaxa 3815(4)2014. Tikus semi akuatik lainnya dikenal dari New Guinea, Australia, Afrika, dan Amerika Selatan. Seperti halnya tikus semi-akuatik lainnya, spesies ini memakan serangga air yang menempel di dasar aliran.

Spesies ini sebelumnya hanya diketahui oleh orang-orang lokal di dataran tinggi barat Pulau Sulawesi, dan telah digunakan sebagai jimat oleh penduduk setempat untuk melindungi rumah mereka dari kebakaran.

Penulis utama Dr. Kevin Rowe, Senior Kurator Mamalia dari Museum Victoria mengatakan bahwa keanekaragaman hayati kepulauan Indo-Australia menginspirasi lahirnya teori seleksi alam. Penemuan ini menambah kekuatan lingkungan untuk membentuk keanekaragaman hayati.

Para ilmuwan menggunakan urutan DNA untuk menunjukkan bahwa spesies baru ini bukan kerabat dekat dari spesies tikus air lainnya, termasuk dari New Guinea dan Australia. Hal ini menunjukkan bahwa morfologi  tikus air Sulawesi dengan spesies tikus air lainnya merupakan hasil dari evolusi konvergen – yang berarti bahwa hewan ini mengalami evolusi ciri yang mirip sebagai hasil adaptasi dengan lingkungan.

Waiomys mamasae ini penting bukan hanya karena spesies baru, tetapi disebabkan karena bentuk ekologi yang baru bagi mamalia Sulawesi,” jelas Dr Rowe.

Ekor tikus air Waiomys mamasae dari Mamase, Sulawesi Utara merupakan jenis tikus air pertama yang ditemukan di Asia Tenggara. Foto : LIPI
Ekor tikus air Waiomys mamasae dari Mamase, Sulawesi Barat merupakan jenis tikus air pertama yang ditemukan di Asia Tenggara. Foto : LIPI

Sedangkan co-penulis penelitian, Jacob Esselstyn Kurator Mamalia di Louisiana State University mengatakan tikus air Sulawesi dan tikus air dari New Guinea tidak memiliki hubungan yang erat satu sama lain, begitu pula dengan tikus rumah dan tikus laboratorium. “Tetapi mereka hidup di lingkungan yang sama yang dapat menjelaskan morfologi konvergen mereka,” katanya.

Sementara co-penulis penelitian dari Museum Zoologicum Bogoriense-LIPI, Anang S. Achmadi mengatakan penemuan ini secara signifikan memperluas pemahaman kita tentang keanekaragaman mamalia di Indonesia dan menyoroti kebutuhan untuk inventarisasi keanekaragaman hayati.

Masyarakat mengetahui hewan ini sebagai “balau wai,” atau tikus air dalam bahasa mereka, Mamasa Toraja. Nama ilmiah, “Waiomys mamasae” yang berarti “tikus air Mamasa,” mengakui pengetahuan mereka sebelumnya serta kontribusi mereka terhadap penemuan ilmiah spesies ini.

“Hutan di Mamasa merupakan hutan yang paling utuh di Sulawesi. Kondisi hutan yang baik adalah bukti orang-orang Mamasa sangat membatasi pembukaan hutan ke dasar gunung,” kata Achmadi.

Tengkorak tikus air Waiomys mamasae dari Mamase, Sulawesi Utara merupakan jenis tikus air pertama yang ditemukan di Asia Tenggara. Foto : LIPI
Tengkorak tikus air Waiomys mamasae dari Mamase, Sulawesi Utara merupakan jenis tikus air pertama yang ditemukan di Asia Tenggara. Foto : LIPI

Pulau Sulawesi, terletak di persimpangan kepulauan Indo-Australia dan tetap terisolasi dari landas kontinen Asia dan Australia selama 10 juta tahun terakhir. “Sejarah Sulawesi menjelaskan bahwa pulau adalah rumah bagi banyak hewan aneh,” menurut Jacob Esselstyn, Kurator Mamalia di Louisiana State University dan co-penulis penelitian.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,