, ,

Memanfaatkan Sampah Sambil Menyelamatkan Mangrove

Sampah seringkali dianggap sebelah mata oleh masyarakat, bahkan dibiarkan tidak terurus dan menjadi beban bagi lingkungan dan kehidupan ekosistem didalamnya.

Di tangan masyarakat kampung nelayan di kawasan Gunung Anyar Tambak, Surabaya, Jawa Timur ini, sampah menjadi sesuatu yang membawa keuntungan tidak hanya secara ekonomi, melainkan juga bagi kesehatan masyarakat setempat.

Melalui Bank Sampah yang dibentuk masyarakat dan diberi nama Bank Sampah Bintang Mangrove, masyarakat tidak hanya diajak untuk memilah dan mengoah sampah rumah tangganya sendiri, melainkan juga diajak untuk lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan.

“Setiap harinya masyarakat diajak untuk mengumpulkan sampahnya sendiri, memilahnya dan menjual sampah yang sudah kami tentukan kategorinya di Bank Sampah Bintang Mangrove ini,” ujar Kusniyati, salah satu kader lingkungan Kampung Gunung Anyar Tambak.

Sebanyak 8 orang kader lingkungan di kampung itu membentuk Bank Sampah Bintang Mangrove, yang menjadi tempat aktivitas ekonomi sekaligus wadah bagi masyarakat untuk menjaga serta melestarikan lingkungan. Melalui kegiatan mengumpulkan sampah, masyarakat yang awalnya hidup serba terbatas ini mampu bangkit untuk memberdayakan diri, sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan.

Hasil Kerajinan dari Bank Sampah Bintang mangrove di Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Foto : Petrus Riski
Hasil Kerajinan dari Bank Sampah Bintang mangrove di Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Foto : Petrus Riski

Diungkapkan oleh Kusniyati, kegiatan mengumpulkan sampah ternyata mampu menggerakkan warga masyarakat yang awalnya kurang peduli terhadap lingkungan dan kebersihan, menjadi lebih peduli terhadap lingkungannya. Aktivitas memilah dan mengumpulkan sampah bahkan mampu menjadi sarana sekaligus solusi bagi persoalan ekonomi masyarakat yang hidup serba terbatas.

“Warga mencari sampah kemudian kita yang menimbang dan memilah. Selanjutnya kita setor ke pengepul, sebagian bisa didaur ulang. Jadi kita melakukan ini secara sosial,” kata Kusniyati.

Sampah yang terkumpul diantaranya plastik, seng, kayu, kardus, serta jenis sampah lainnya dikelompokkan sesuai jenisnya, untuk kemudian didaur ulang bagi yang masih bisa digunakan, serta disetor ke pengepul besar.

“Sebagian kita buat berbagai kerajinan tangan atau produk daur ulang, seperti vas bunga, taplak meja, hiasan dan pernak-pernik lainnya,” tutur Kusniyati.

Selain dapat menghasilkan uang untuk menambah biaya kebutuhan rumah tangan, Kusniyati mengatakan bahwa sampah yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan. sampah yang terkumpul dapat dimanfaatkan untuk membayar biaya listrik PLN, untuk simpan pinjam, biaya anak sekolah, serta untuk berobat bagi yang sakit.

“Disini sampah bisa untuk berobat, bayar sekolah anak, untuk tambahan belanja, sampai untuk bayar listrik,” lanjutnya.

Sebagian besar warga kampung Gunung Anyar Tambak berprofesi sebagai nelayan, yang menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan ikan di laut. Namun perubahan iklim maupun cuaca yang kurang bersahabat membuat nelayan beserta keluarganya tidak selalu mendapatkan hasil ekonomi dari kegiatan melaut. Kesadaran masyarakat termasuk nelayan akan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, menjadikan nelayan juga ikut terlibat mengumpulkan sampah plastik yang juga terdapat di laut dan muara suangai.

“Nelayan kan berangkat ke laut mencari ikan, kalau memang disana itu ikannya sepi dan mereka pulang tidak mendapatkan ikan, maka mereka langsung mencari sampah di laut. Jadi pulang mereka bawa sampah, kemudian kita timbang di sini,” jabar Kusniyati.

Suasan di Kampung Nelayan Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Foto : Petrus Riski
Suasan di Kampung Nelayan Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Foto : Petrus Riski

Kampung nelayan itu memang berada dekat dengan muara sungai yang membatasi wilayah Kota Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari hutan mangrove atau bakau yang masih cukup terjaga keasriannya. Deretan perahu nelayan berjajar rapi di pingir sungai yang terlihat bersih, disepanjang muara yang ditumbuhi tanaman mangrove, yang diatasnya masih dapat dilihat aktivitas nelayan membersihkan perlengkapannya, maupun menumpuk sampah plastik dan sampah jenis lainnya untuk kemudian dijual ke Bank Sampah Bintang Mangrove.

Tidak jauh dari dermaga kecil nelayan Gunung Anyar Tambak, terdapat bangunan kecil semi permanen yang tidak lain adalah Bank Sampah Bintang Mangrove. Disitulah ditumpuk aneka aneka sampah plastik dan jenis sampah yang lain yang disetorkan oleh warga maupun nelayan dari melaut.

Nelayan serta warga kampung Gunung Anyar Tambak dalam satu bulan mampu mengumpulkan sampah hingga satu ton, yang kebanyakan merupakan sampah plastik yang diperoleh dari sungai dan laut.

“Iya banyak sekali sampah dari laut, jadi meskipun sudah diambil segitu banyak masih tetap ada saja. Itu karena masih banyak warga yang membuang sampah ke sungai, termasuk warga Sidoarjo, karena hulu sungai ini kan dari Sidoarjo juga,” kata Parman salah satu nelayan yang sedang membereskan perahunya.

Dikatakan oleh Ketua Bank Sampah Bintang Mangrove, Ahamad Sunaryo, meski tidak digaji seperti layaknya pekerja, kader lingkungan yang ada di kampung Gunung Anyar Tambak ini tetap menjalankan tugasnya dengan tekun dan senang hati. Lingkungan yang bersih dan sehat, menjadi ganjaran yang layak disyukuri oleh Sunaryo dan rekan-rekannya.

“Harapannya kita sih kita tidak muluk-muluk, kerja kita memang berangkat dari niat untuk membersihkan lingkungan. Kita tidak minta apa-apa, yang penting lingkungan kita bersih sudah senang kita,” kata Ahmad Sunaryo.

Keberadaan sampah plastik yang banyak mencemari lingkungan, khususnya di sekitar hutan mangrove Gunung Anyar, merupakan ancaman terbesar kerusakan ekosistem mangrove maupun ekosistem lain yang lebih luas bila tidak segera ditangani. Sampah plastik yang ada di sungai atau laut banyak tertahan oleh akar Mangrove, yang itu menyebabkan banyak Mangrove yang masih muda tidak dapat berkembang dengan baik.

Sampah-sampah yang menyangkut di akar-akar nafas di mangrove itu akan mematikan. Terutama sampah plastik, karena plastik itu sampai sekarang belum teridentifikasi kapan punahnya. Kalau kita biarkan saja itu cukup lama akan merusak seluruh ekosistem yang ada,” ujar Hermawan Some dari Komunitas Nol Sampah.

Bank Sampah Bintang mangrove di Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Foto : Petrus Riski
Bank Sampah Bintang mangrove di Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Foto : Petrus Riski

Adanya Bank Sampah Bintang Mangrove tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan BUMN yaitu PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, melalui program kepedulian perusahaan. Bantuan yang diberikan melalui Bank Sampah ini menurut perwakilan PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Pinto Raharjo, diharapkan tidak hanya mengajak masyarakat peduli terhadap lingkungan, tapi juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di pesisir pantai timur Surabaya ini.

Diutarakan oleh Pinto Raharjo, Pengawas Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, PLN (Perusahaan Listrik Negara) Distribusi Jawa Timur, program kepedulian perusahaan yang diwujudkan melalui bantuan mendirikan Bank Sampah ini,

“Saya berpikir bahwa dengan adanya Bank Sampah ini, tingkat kehidupan masyarakat di sini bisa meningkat dengan adanya sampah ini. Selain itu juga memancing kreativitas mereka supaya masyarakat tidak segan-segan untuk membersihkan lingkungannya, sekaligus tindakan itu berdaya guna bagi kehidupannya,” terang Pinto Raharjo.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,