Di Palembang, Sampah “Tumbuh” di Pembatas Jalan

Palembang, kota yang baru saja mendapatkan penghargaan Adipura Kencana, kini bertabur sampah. Pemandangan ini terlihat kala kita memasukinya dari arah selatan atau Lampung. Sampah rumah tangga yang terbungkus kantung plastik atau karung tampak menumpuk di pembatas jalan dua arah tersebut.

Sampah-sampah itu sengaja dibuang warga yang rumahnya berada di sepanjang pinggir Jalan Ki Merogan dan KH Wahid Hasyim, Seberang Ulu, Palembang, lantaran mereka tidak memiliki bak sampah. Sebab, sore harinya, sampah-sampah itu diambil petugas dari Dinas Kebersihan Kota Palembang.

“Kami tidak punya bak sampah. Pemerintah tidak membuat bak sampah untuk masyarakat di sini. Dari pada kami tumpuk di depan rumah, ya, mendingan di pembatas jalan sehingga gampang diambil petugas kebersihan,” kata Mang Dul, warga Kembang Agung, Kertapati, Seberang Ulu, Palembang, Senin (21/7/2014) siang.

“Kami mau saja tidak membuang sampah di sini, kalau ada bak sampah. Idealnya setiap satu kilometer harus ada bak sampah,” jelasnya.

Berdasarkan pantauan, di dua jalan yang panjangnya mencapai tujuh kilometer itu, hanya terdapat satu bak sampah milik Pemerintah Kota Palembang. Tepatnya di depan PT Ali, Jalan KH Wahid Hasyim atau sekitar lima kilometer dari Karyajaya, pintu masuk kota Palembang.

Kondisi ini kontras dengan apa yang baru saja diterima Kota Palembang sebagai kota metropolis terbersih di Indonesia. Awal Juni 2014 lalu, Wakil Presiden Boediono menganugerahi Palembang Adipura Kencana.

600 ton per hari

Palembang yang penduduknya kini mencapai 1,8 juta jiwa menghasilkan sampah sekitar 600 ton per hari. Terhadap persoalan ini Pemerintah Palembang mengaku mengalami kendala. Misalnya, Palembang membutuhkan 200 truk buat mengangkut sampah yang sekitar 70 persen merupakan sampah rumah tangga.

“Saat ini ada 95 truk sampah. Semuanya dalam kondisi baik,” kata Agung Nugroho, Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang, belum lama ini.

Dulu, volume sampah berkisar 400-500 ton per hari. Namun, dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, termasuk berkembangnya bisnis kuliner rumah tangga, volume sampah pun meningkat.

Sampah-sampah itu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Sukawinatan seluas 25 hektar. Sebagai penunjang, digunakan pula TPA Karyajaya seluas 40 hektar. Jika sampah itu tidak ditekan, diperkirakan dua TPA ini hanya mampu menampung sampah lima hingga sepuluh tahun ke depan.

Guna mengurangi penumpukan sampah Pemerintah Palembang membuat proyek pembangkit listrik berbahan gas metan yang dilaksanakan PT Gikoko Palembang. Saat ini ratusan kilo watt sudah dialirkan ke rumah-rumah sekitar TPA tersebut.

Hanya ada satu bak sampah yang disediakan Pemerintah Kota Palembang di sepanjang jalur Jalan Ki Merogan dan KH Wahid Hasyim yang panjangnya sekitar tujuh kilometer. Foto: Deddy Pranata
Hanya ada satu bak sampah yang disediakan Pemerintah Kota Palembang di sepanjang jalur Jalan Ki Merogan dan KH Wahid Hasyim yang panjangnya sekitar tujuh kilometer. Foto: Deddy Pranata

Peraturan pembatasan sampah plastik

Hilmin Sihabuddin dari Green Sivijaja mengatakan persoalan sampah tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. Yang dapat dilakukan adalah menekan sampah dan menghindari sampah yang tidak gampang larut.

“Makanya, kita selama ini berkampanye untuk menghindari penggunaan sampah berbahan plastik. Tapi, gerakan ini tampaknya kurang didukung pemerintah,” katanya, Senin (21/7/2014).

Hilmin mengharapkan Pemerintah Palembang membuat peraturan yang membatasi penggunaan plastik pada perusahaan penghasil produk makanan dan minuman. “Perusahaan tersebut memiliki petugas atau membeli kembali sampah dari produk mereka. Misalnya mi instan, minuman botol, dan lainnya. Selama negara tidak mengambil peran, persoalan sampah yang tidak dapat gampang larut akan memenuhi Kota Palembang. Tanah Palembang akan dipenuhi sampah plastik dan berbagai persoalan lingkungan baru akan muncul,” ujarnya.

Pemerintah Palembang sendiri telah melakukan kampanye soal sampah hingga ke sekolah. Beberapa sekolah bahkan melarang siswanya menggunakan sampah plastik. Ironinya, berdasarkan pemantauan hampir semua kantin di sekolah terus menjual makanan atau minuman yang berbungkus plastik.

Tumpukan sampah menjadi pemandangan biasa warga Palembang. Padahal, awal Juni 2014 lalu, kota ini menerima penghargaan Adipura Kencana yaitu sebagai kota metropolis terbersih di Indonesia. Foto: Deddy Pranata
Tumpukan sampah menjadi pemandangan biasa warga Palembang. Padahal, awal Juni 2014 lalu, kota ini menerima penghargaan Adipura Kencana yaitu sebagai kota metropolis terbersih di Indonesia. Foto: Deddy Pranata
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,