,

Liburan Lebaran Jangan Kunjungi Sirkus dan Foto Bersama Satwa. Ada Apa?

Berlokasi di titik nol kilometer Yogjakarta, sekitar dua puluhan aktivis peduli satwa yang terdiri dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Animal Friends Jogja (AFJ) dan Centre for Orangutan Protection (COP) melakukan aksi damai untuk menghimbau kepada masyarakat Yogyakarta khusunya dan Indonesia secara umum agar tidak mengunjungi sirkus dan foto bersama satwa selama liburan lebaran.

Hari lebaran tentu menjadi waktu liburan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Banyak kebun binatang melakukan pertunjukan sirkus satwa dan menjadikan satwa sebagai objek foto bersama guna menarik minat pengunjung. Akan tetapi banyak masyarakat yang tidak memahami bahwa dibalik sirkus dan foto bersama satwa ada ekploitasi dan kekerasan fisik yang dirasakan satwa-satwa tersebut.

DZ Anggelina Pane selaku koordinator kampanye Animal Friends Jogja mengatakan, seharusnya kebun binatang tidak perlu menampilkan pertunjukan ini untuk menarik minat pengunjung karena pertunjukan sirkus dan foto bersama satwa tidak memiliki nilai edukasi yang baik dan benar bagi pengunjung.

“Saat libur Lebaran menjadi saat yang berat bagi satwa-satwa karena mereka harus bekerja ekstra dengan melakukan pertunjukan bagi pengunjung. Banyaknya pengunjung yang mengunjungi tempat pertunjukan ini menjadikan pertunjukan sirkus dan foto bersama satwa tetap ada. Kami berharap pengunjung kebun binatang saat liburan nanti bisa lebih bijak dengan tidak menonton dan melakukan foto bersama satwa.“  kata DZ Angelina Pane yang akrab disapa Ina.

Ina menambahkan, seharusnya masyarakat menjadikan momen libur Lebaran menjadi lebih menyenangkan tanpa harus menikmati penderitaan satwa yang menjadi objek pertunjukan. “Dengan tidak mengunjungi kebun binatang, menonton sirkus, dan melakukan foto bersama satwa, Anda dan keluarga sudah berperan menghentikan praktek kekejaman terhadap satwa liar,“ kata Ina.

Kampanye  aktivis peduli satwa Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Animal Friends Jogja (AFJ) dan Centre for Orangutan Protection (COP) di Tugu Nol Kilometer, Yogyakarta, untuk tidak mengunjungi sirkus dan foto bersama satwa selama liburan lebaran. Foto : Animal Friends Jogja (AFJ)
Kampanye aktivis peduli satwa Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Animal Friends Jogja (AFJ) dan Centre for Orangutan Protection (COP) di Tugu Nol Kilometer, Yogyakarta, untuk tidak mengunjungi sirkus dan foto bersama satwa selama liburan lebaran. Foto : Animal Friends Jogja (AFJ)

Daniek Hendarto selaku koordinator kampanye COP mengatakan sudah seharusnya kebun binatang memberikan edukasi yang baik dan benar mengenai satwa liar tanpa harus menjadikan satwa sebagai objek pertunjukan sirkus dan foto bersama.

Satwa seperti orangutan, beruang, lumba-lumba serta lainnya dipertontonkan sembari melakukan aneka atraksi. Satwa melakukan gerakan sesuai dengan perintah dan aba-aba dari pelatih. Satwa diminta menari, berhitung, bahkan naik sepeda. Perilaku ini bukan perilaku alami satwa liar yang dapat ditemukan di alam. Untuk dapat menjalankan perintah pelatih, satwa harus menjalani proses panjang pelatihan dan seringkali proses tersebut sangat kejam.

“Sirkus bukanlah tempat terbaik bagi satwa liar dan juga bukan tempat yang baik untuk belajar mengenai satwa liar. Sudah sebaiknya masyarakat tahu dan sadar akan nilai pendidikan yang salah dari pertunjukan ini dengan cara tidak menonton pertunjukan satwa dan melakukan foto bersama satwa. Masih banyak metode belajar lainnya tentang satwa liar tanpa harus menonton pertunjukan ini,” kata Daniek Hendarto.

Kampanye  aktivis peduli satwa Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Animal Friends Jogja (AFJ) dan Centre for Orangutan Protection (COP) di Tugu Nol Kilometer, Yogyakarta, untuk tidak mengunjungi sirkus dan foto bersama satwa selama liburan lebaran. Foto : Animal Friends Jogja (AFJ)
Kampanye aktivis peduli satwa Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Animal Friends Jogja (AFJ) dan Centre for Orangutan Protection (COP) di Tugu Nol Kilometer, Yogyakarta, untuk tidak mengunjungi sirkus dan foto bersama satwa selama liburan lebaran. Foto : Animal Friends Jogja (AFJ)n,

Ekploitasi Lumba-Lumba di Bali

Pada minggu pertama di Bulan Juli 2014, empat ekor lumba-lumba dikirim melalui jalur darat menggunakan sebuah truk dari Semarang ke Keramas, Bali. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 30 jam perjalanan darat dan laut. Ini sebuah mimpi terburuk bagi lumba-lumba dan itu terjadi di sini, di Indonesia.

Berdasarkan informasi yang didapat oleh Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dipaparkan, lumba-lumba ini ditangkap di Laut Jawa, yang merupakan sebuah  proses penangkapan illegal. Namun, sebuah perusahaan yang membeli lumba-lumba  dari nelayan mengklaim bahwa lumba-lumba tersebut  justru diselamatkan setelah terjerat dalam jaring nelayan.

Kementerian Kehutanan, yang anehnya di Indonesia justru yang bertanggung jawab pada hewan mamalia laut, menggunakan kesempatan (tanggung jawab) itu untuk sepenuhnya mengeksploitasi lumba-lumba dengan kemudian memberikan izin kepada perusahaan itu untuk sementara menjaga lumba-lumba tersebut sampai mereka sehat untuk bisa dikembalikan ke laut.

Femke dari JAAN mengatakan, ini cara yang kotor, cara palsu untuk mendapatkan lumba-lumba dengan mudah dan murah dari laut. Dengan cara ini mereka menghindari izin resmi yang diperlukan dari toritas ilmiah di Indonesia yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga.

“Ini adalah murni sebuah bisnis ilegal yang disahkan oleh pihak berwenang. Ini adalah korupsi dan perdagangan satwa liar yang mencair bersama-sama dalam bentuk yang paling buruk.”

Empat ekor lumba-lumba diletakkan di sebuah kolam renang di Keramas dan akan dimanfaatkan untuk program ‘berenang bersama lumba-lumba’ dengan biaya 75 US Dollar untuk program berenang selama 20 menit.

“Kami yakin makhluk yang sangat cerdas ini akan menderita perlahan-lahan dan kemudian mengalami kematian yang mengerikan di kolam yang diklorinasi di Wakee Resort,” kata Femke.

Mongabay sudah mencoba mengkonfirmasi ke kementerian kehutanan Republik Indonesia, namun dirjen PHKA tidak bisa dihubungi, sehingga sejak berita ini diturunkan belum bisa mendapatkan konfirmasi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,