Pembakaran Lahan, Potret Kebrutalan Terhadap Manusia dan Lingkungan

Wajah Mutia Rahmah tak seceria hari-hari biasa. Tubuhnya lemah, nafas sesak. Sesekali ia merintih di pembaringan. Di kediamannya, di Kelurahan Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak, kabut asap telah merampas kebahagiaan bocah delapan tahun ini.

Tidak banyak yang dapat diperbuat ibunya, kecuali memberi asupan makanan yang cukup dan vitamin C. Kabut asap sudah jadi agenda rutin setiap tahun di Pontianak. “Kami sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Kalau anak diserang influenza atau sesak nafas, cukup dengan memberikan vitamin C,” kata Maylani, Ibunda Mutia Rahmah di Pontianak, Jumat (8/8/2014).

Bagi warga Kota Pontianak, musim kemarau sudah identik dengan asap. Warga seperti dituntut mampu beradaptasi secara mandiri dengan situasi seperti ini. Misalnya, menyiapkan segala obat-obatan dan suplemen bila keadaan memburuk. Juga masker, jika bepergian dengan kendaraan roda dua.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar menyadari situasi yang kian memburuk ini. Rapat koordinasi lintas sektoral dihelat di Kantor Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar). Posko siaga bencana asap pun didirikan. Dari Jakarta, dua unit helikopter, masing-masing jenis Bolco dan Mi-8 dikirim ke Pangkalan Angkatan Udara Supadio Pontianak.

Kedua heli milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu bertugas memantau dan melakukan water bombing (pemboman air) di titik-titik kebakaran lahan. Tim operasi lebih mengedepankan penyelamatan di kawasan yang bersentuhan langsung dengan akses menuju Bandar Udara Supadio Pontianak.

Rabu (6/8/2014), kesibukan di Posko BPPD Kalbar di Lanud Supadio meningkat. Helikopter pemantau jenis Bolco mendeteksi titik kebakaran lahan besar di Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya. Pilot dan seluruh awak heli Mi-8 segera menyiapkan segala keperluan pemadaman dari udara. Operasi water bombing digelar.

Mongabay Indonesia turut dalam operasi itu. Dari udara, terpantau kepulan asap putih pekat menyelubungi sekitar bandara. Pembakaran lahan tidak hanya dilakukan oleh warga. Terindikasi pula ada perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kubu Raya yang sengaja membakar untuk kepentingan pembersihan lahan konsesi yang dikuasainya.

Karakter yang ditimbulkan dari pembakaran lahan oleh masyarakat biasanya berbentuk kepulan kecil namun tersebar secara sporadis. Sedangkan pembakaran lahan oleh perusahaan terlihat jelas dalam hamparan luas. Hal lain yang memperkuat indikasi keterlibatan korporasi dalam pembakaran lahan adalah keberadaan alat berat (ekskavator) di antara lahan terbakar yang sudah dibersihkan (land clearing).

Kebakaran lahan di kawasan yang diduga milik sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Foto: Andi Fachrizal
Kebakaran lahan di kawasan yang diduga milik sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Foto: Andi Fachrizal

Tindak tegas pembakar lahan

Kepala BPBD Kalbar Titus Telus Nyarong menduga ada unsur kesengajaan pembakaran lahan gambut di lokasi perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kubu Raya. “Tapi kami tetap menunggu hasil penyelidikan dari Polda Kalbar,” katanya di Pontianak.

Jika ada perusahaan yang terbukti secara sengaja membakar lahan, Nyarong menyarankan agar pihak yang terlibat segera ditangkap dan diperiksa. “Kalau terbukti, konsekuensinya harus diproses hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku. Bila perlu izinnya dicabut,” tegasnya.

Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto dalam konferensi pers menegaskan pihaknya tidak main-main dalam perkara kebakaran lahan. “Tim masih bekerja keras menyelidiki kebakaran lahan yang diduga terjadi di lahan konsesi perkebunan kelapa sawit di Kubu Raya,” katanya di Markas Polda Kalbar di Pontianak, Kamis (7/8/2014).

Menurutnya, selama kurun waktu Juli-Agustus, kepolisian sudah menerima tujuh laporan terkait kebakaran lahan di Kalbar. Berdasarkan hasil penyelidikan, status ketujuh terlapor itu sudah ditingkatkan menjadi tersangka. Tiga tersangka ditangani Polresta Pontianak, dua di Polres Landak, dan dua tersangka lainnya ditangani Polres Sambas.

Namun demikian, Polda Kalbar belum menetapkan tersangka terhadap perusahaan sawit yang diduga telah melakukan pembakaran lahan di kawasan konsesi yang dikuasainya. “Untuk perusahaan, tim kita masih terus melakukan penyelidikan,” katanya.

Arief juga menghimbau masyarakat agar tidak membersihkan lahan dengan cara membakar. Sebab, pelaku pembakaran lahan dan perkebunan diancam dengan Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman minimal tiga tahun dan maksimal 10 tahun penjara.

Kabut asap yang ditimbulkan oleh pembakaran lahan di Kubu Raya, Kalbar dan memicu penurunan kualitas udara hingga ke Kota Pontianak. Foto: Andi Fachrizal
Kabut asap yang ditimbulkan oleh pembakaran lahan di Kubu Raya, Kalbar memicu penurunan kualitas udara hingga ke Kota Pontianak. Foto: Andi Fachrizal

Patuhi regulasi

Kalimantan Regional Leader WWF-Indonesia, Hermayani Putera menilai, aturan tentang pembukaan lahan tanpa bakar sebenarnya sudah sangat jelas. Terutama untuk sektor perkebunan yang selama ini disorot paling banyak menyumbang sebaran hot spots (titik panas), baik yang terjadi di Kalbar, Riau, maupun provinsi lainnya di Indonesia.

Namun, kata Hermayani, hal lain yang tidak bisa dipungkiri adalah banyaknya hot spots di kawasan atau lahan garapan masyarakat. “Kita memang tidak bisa menutup mata dengan kondisi ini. Tapi tentu saja treatment-nya berbeda,” katanya dikonfirmasi di Pontianak, Jumat (8/8/2014).

Kepada perusahaan, dia menekankan adanya pengawasan yang komprehensif, baik oleh perusahaan sendiri agar lebih baik, oleh pemerintah yang mendapat mandat konstitusi melakukan pengawasan, dan oleh masyarakat di sekitar perusahaan di mana mereka memulai membuka atau menyiapkan lahan untuk usaha.

“Kepada para pelaku pembakaran lahan sejatinya ditindak secara hukum. Sertakan bukti-bukti temuan di lapangan, foto atau citra satelit, dan pemantauan dari udara oleh aparat yang berwenang,” ucapnya.

Adapun pembakaran lahan yang dilakukan masyarakat, kata Hermayani, kendati bersifat klasik, koordinasi antarpihak seyogyanya tetap digalakkan. Perlu ada inovasi teknologi yg mempromosikan pengolahan lahan tidak dengan cara membakar. Inovasi yang dapat memperkaya unsur hara tanah dan diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik. “Janggal rasanya jika kita harus terus mengalami situasi seperti ini tanpa ada solusi praktis di lapangan,” ucapnya.

Lebih jauh Hermayani menjelaskan, secara geografis Kalimantan, termasuk Kalbar, memiliki karakteristik bencana alam yang bukan disebabkan oleh letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Namun pemicu bencana di Kalimantan adalah buruknya kualitas ekosistem seperti asap ini.

“Coba kita bandingkan investasi yang dialokasikan untuk mengawal proses hukum dan introduksi teknologi yang ramah lingkungan, dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan akibat bencana asap ini,” urainya.

Dia juga menegaskan, berapa banyak warga yang mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang memperburuk kualitas hidup manusia. Juga di sektor transportasi, baik udara maupun air/laut yang sangat memerlukan jarak pandang. “Semua terganggu akibat asap yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan,” tandasnya.

Sisa-sisa kebakaran lahan di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Foto: Andi Fachrizal
Sisa-sisa kebakaran lahan di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Foto: Andi Fachrizal
Helikopter Mi-8 melakukan water bombing untuk memadamkan api dari pembakaran lahan di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Foto: Andi Fachrizal
Helikopter Mi-8 melakukan water bombing untuk memadamkan api dari pembakaran lahan di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Foto: Andi Fachrizal

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,