Pelajar SMA se-OKI akan Liput Sungai Komering

Sungai Komering merupakan salah satu anak Sungai Musi, yang panjangnya sekitar 360 kilometer dengan lebar antara 200-300 meter. Hulunya berada di Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan dan berhilir ke Sungai Musi di Palembang. Ada dua sungai dari Danau Ranau yang membentuk Sungai Komering yakni Sungai Saka dan Sungai Selabung.

Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) juga dialiri Sungai Komering, khususnya di Kota Kayuagung dan Sirah Pulau Padang. Pada masa lalu keberadaan Sungai Komering sangat penting dalam membangun peradaban masyarakatnya.

Diperkirakan, di masa proto-Sriwijaya, perahu-perahu kajang dari Kayuagung dan Sirah Pulau Padang melaju di Sungai Komering, masuk ke Sungai Musi, dan lepas ke Selat Bangka, Lautan Cina Selatan, hingga ke Laut Jawa. Perahu-perahu kajang ini selain membawa hasil bumi, juga membawa gerabah, seperti periuk yang terbuat dari tanah liat. Sebaran perahu kajang tersebut berdasarkan penemuan arkeologi, ditemukan di beberapa daerah di Malaysia, Vietnam, Jawa, dan Kalimantan. Saat itu, perahu kajang belum menggunakan paku, tapi pasak kayu yang diikat dengan tali dari sabut kelapa.

“Bahkan, saat Jakarta didirikan dan dibangun Belanda, ada pusat penjualan periuk dari daerah sini, yang kemudian daerah tersebut dinamai Tanjung Priok,” kata Lindasari Iskandar, Ketua TP PKK Kabupaten OKI saat Workshop Jurnalisme Lingkungan yang digelar Mongabay Indonesia, Green Radio, TAF, yang didukung Walhi Sumsel dan SMAN 3 Unggulan Kayuagung, Jumat (29/08/2014) lalu.

Diceritakan Lindasari, hingga masa awal Indonesia, masih ada pedagang dari Kabupaten OKI berdagang ke Singapura. Transportasi mereka mengandalkan perahu kajang. Mereka membawa hasil bumi seperti getah damar, gambir, dan tembikar.

Perahu kajang yakni perahu yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 6-8 meter, dan lebar 2-3 meter, menggunakan tenaga dayung, serta sebuah kemudi. Atap tiga bagian atapnya yang terbuat dari daun nipah. Bagian depan, tengah, dan belakang. Bagian depannya dapat didorong ke dalam, jika perahu akan melaju, dan ditarik keluar saat pengguna perahu ingin beristirahat.

“Biasanya setiap perahu dihuni sebuah keluarga. Kenapa? Sebab saat melakukan perjalanan berdagang mereka membutuhkan waktu perjalanan yang lama,” kata Lindasari, yang juga mengenang suaminya, Iskandar, saat masih kecil sering bermalam di atas perahu bersama keluarganya, sebagai liburan keluarga.

Sungai komering krisis

Lindasari menilai keindahan dan kebesaran Sungai Komering saat ini mulai luntur, sebab airnya sering kali meluap, kering, bahkan mulai kotor oleh sampah dan lumpur. Menurut dia, ini semua akibat wilayah hulu dan tepiannya (daerah aliran sungai) sudah rusak hutannya, dan ditambah aktivitas sampah rumah tangga.

“Kita harus menjaga dan mengembalikan keindahannya,” katanya.

Salah satu langkahnya, kata dia, melibatkan semua pihak, termasuk para siswa SMA di Kabupaten OKI. Selain melakukan gerakan penanaman pohon, menata pembuangan sampah, juga dilakukan pemantauan dan kampanye mengenai Sungai Komering melalui tulisan di media massa maupun di media sosial, seperti facebook, twitter, blog dan lainnya.

“Workshop ini semoga memberikan ilmu bagi kalian untuk turut menjaga lingkungan hidup di OKI, khususnya Sungai Komering melalui karya jurnalistik,” kata Lindasari di hadapan 40-an siswa dari berbagai SMA di Kabupaten OKI.

Agenda liputan Sungai Komering

Di akhir workshop, para siswa tertarik meliput apa yang disampaikan Lindasari. Mereka menyusun agenda liputan, baik berupa tulisan, foto, dan video, mengenai Sungai Komering dan lingkungan sekitarnya.

“Kami akan memberikan kesempatan dan memfasilitasi apa yang akan dikerjakan para siswa. Selama ini pula kami sangat mendukung berbagai aktivitas para siswa terkait lingkungan hidup. Baik berupa aksi penanaman pohon, penelitian, maupun penulisan ilmiah,” kata Kepala SMAN 3 Unggulan Kayuagung Sugiyono.

Kepala Balai Arkeologi Palembang Nurhadi Rangkuti sangat mendukung pendidikan lingkungan hidup yang mengaitkan dengan nilai-nilai budaya. “Membicarakan Sungai Komering melihatnya secara budaya, saya yakin akan meningkatkan kesadaran masyarakat buat menjaga lingkungan hidup. Mereka sadar jika merusak Sungai Komering berarti menghancurkan kebudayaannya. Itu bagus sekali jika dilakukan,” katanya.

Kabupaten OKI dengan luasan mencapai 19.023,47 kilometer persegi, sekitar 735.477 merupakan kawasan hutan. Hutan suaka alamnya hanya 4.828 hektar, hutan lindung seluas 105.159 hektar. Namun, hutan produksi seperti hutan produksi terbatas mencapai 9.986 hektar dan hutan produksi seluas 615.504 hektar.

Luasan lahan rawa gambut di OKI mencapai 700-an ribu hektar. Kebakaran hutan, baik akibat alam maupun industri, serta pembalakan, menyebabkan 80 persen lahannya rusak. Sementara, perkebunan sawit dan HTI berupa akasia di OKI luasannya mencapai hampir 700 ribu hektar. Kondisi lingkungan hidup ini, menjadi tantangan tersendiri bagi Iskandar, yang baru setahun menjabat Bupati OKI.

Tradisi menanam pohon

Salah satu tradisi di SMAN 3 Unggulan Kayuagung, setiap kali ada kegiatan di sekolah tersebut, adalah dilakukannya penanaman pohon di halaman sekolah. Di sela-sela kegiatan workshop tersebut, penyelenggara kegiatan, narasumber, dan tamu undangan diminta melakukan penanaman pohon pucuk merah. Pucuk merah merupakan pohon yang berdaun lebat, dengan warna daun hijau dan merah, dan tumbuh subur meskipun tanahnya sedikit mengandung air. Selain pohon atas nama Lindasari, pohon yang ditanam di halaman depan sekolah tersebut juga atas nama Mongabay Indonesia.

“Gerakan penanaman satu juta pohon di Kabupaten OKI beberapa tahun lalu, juga dimulai atau dipelopori dari sekolah ini,” kata Sugiyono.

Tradisi menanam pohon di halam sekolah dilakukan di setiap ada kegiatan di SMAN 3 Kayuagung. Foto: Taufik Wijaya
Tradisi menanam pohon di halaman sekolah SMAN 3 Unggulan Kayuagung selalu dilakukan di setiap kegiatan. Foto: Taufik Wijaya

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,