,

Luas Hutan Aceh Bakal Berkurang 53.000 Hektar

Pemerintah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mengusulkan pengurangan luas hutan Aceh dari 3,405 juta hektar menjadi 3,352 juta hektar. Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyebutkan, usulan pengurangan 53.000 hektar hutan tersebut, mendapat respon positif dari Komisi IV DPR RI.

Zaini Abdullah mengatakan, Pemerintah Aceh Bersama beberapa pimpinan Kabupaten/Kota di Aceh, pada Senin (8/9) telah bertemu dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo.

“Pemerintah Aceh meminta agar RTRW Aceh segera disahkan mendapat respon positif atau disetujui oleh Komisi IV DPR RI, usulan perubahan kawasan hutan dalam revisi RTRW Aceh yang kami presentasikan pada Komisi IV DPR RI juga membuahkan hasil yang sangat menggembirakan,” kata Zaini.

Usulan perubahan kawasan hutan Aceh yang berdampak penting dan cakupan luas serta nilai strategis (DPCLS) seluas 37.640 hektar juga mendapat persetujuan DPR RI. “Luas kawasan hutan Aceh daratan sebelum usulan perubahan adalah  3,405 juta hektar atau 60.01 persen dan setelah usulan perubahan, luasnya menjadi 3,352 juta hektar atau 59,06 persen, atau berkurang 0,95 persen,” jelas gubernur.

Zaini Abdullah yang juga Mantan Menteri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu juga mengatakan, perubahan status beberapa kawasan hutan juga sudah mendapat respon positif dari Menteri Kehutanan. Perubahan tersebut meliputi, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 80.256 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan 130,542 hektar, dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 26.461 hektar.

“Perubahan peruntukan kawasan hutan yang disetujui Menteri tersebut adalah seluas 80.256 hektar, terdiri dari yang tidak termasuk berdampak penting dan cakupan luas dan bernilai strategis adalah 42.616 hektar,” lanjutnya.

Sedangkan kawasan yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis seluas 37.640 hektar harus mendapat persetujuan DPR RI.

“Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dalam pertemuan tersebut juga mengatakan, anggota perlemen dari Komisi IV menyetujui hal tersebut, nanti akan diputuskan dalam rapat kerja dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan,” ujar Zaini.

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menolak rencana pengurangan luas hutan Aceh yang diusulkan oleh Pemerintah Aceh, karena dinilai sangat banyak kepentingan khususnya perusahaan perkebunan dan pertambangan dalam rencana perubahan tersebut.

Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, menyebutkan dalam RTRW Aceh terjadi usulan pengurangan luas hutan Aceh, sekitar 200 ribu hektar.

“Perubahaan alih fungsi hutan, tidak hanya merusak hutan, tapi juga mengancam kehidupan berbagai jenis satwa yang dilindungi seperti gajah dan harimau, serta satwa lainnya yang saat ini semakin terancam punah di Aceh,” sebut Nur.

Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) menyebutkan, RTRW Aceh merupakan blue print pembangunan daerah yang masih membutuhkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.  RTRW Aceh juga akan mengatur tentang penggunaan ruang kehutanan yang dengan kondisi sekarang banyak mengalami deforestasi dan degradasi karena kegiatan pertambangan, illegal logging dan konversi.

“Perubahan kawasan hutan Aceh melalui SK Menhut No. 941 tahun 2013 untuk mengatur tata ruang kehutanan Aceh, diantaranya merubah, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan seluas 42.161 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 130.542 hektar, dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 24.461 hektar,” sebut Jurubicara KPHA, Efendi Isma.

Efendi mengatakan, untuk perubahan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan seluas 37.640 hektar memerlukan persetujuan dari DPR RI, hal ini sesuai dengan PP No. 10 tahun 2010 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, jo PP No. 60 tahun 2012 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan.

“Usulan perubahan kawasan yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis tersebut tersebar di beberapa kabupaten yang terjadi pada kawasan hutan lindung. Semestinya perubahan ini memerlukan penelitian lebih lanjut karena bisa menimbulkan banyak hal, salah satunya adalah perubahan ini dapat mengaburkan status hukum yang sedang berjalan ataupun proses hukum yang terjadi di atas kawasan yang dirubah peruntukannya. KPHA menemukan beberapa polygon perubahan yang kawasannya sedang terjadi proses hukum karena pelanggaran penggunaan kawasan,” ujar Efendi.

Akan menjadi preseden yang sangat buruk bagi DPR RI apabila perubahan peruntukan ini disetujui tanpa melihat kondisi aktual di lapangan, karena pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dapat memanfaatkan momen penyusunan tata ruang kehutanan untuk keuntungan pribadi dan merusak hutan.

“Usulan perubahan kawasan hutan lain yang terjadi di beberapa kabupaten di Aceh juga masih sarat dengan permainan, jumlah luas kawasan seperti terjadi di Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Pidie. KPHA sudah melakukan overlay peta dari SK Menhut 170 tahun 2000 dengan peta SK Menhut 941 tahun 2013,” sambungnya.

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan tim GIS KPHA, sebelum DPR RI memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan perubahan fungsi hutan Aceh, harus melakukan cek dan ricek di lapangan dan melakukan pertemuan dengan stakeholder di daerah dan di provinsi Aceh, untuk mendapat masukan-masukan atas perubahan kawasan dimaksud.

“Apabila DPR RI juga tidak melakukan cross cek di lapangan maka tata ruang Aceh akan semakin amburadul. Ketika eksekutif dan legislatif sudah tidak memperhatikan aspirasi rakyat, maka akan menghasilkan pembangunan yang timpang yang hanya memperhatikan keinginan para elit dan tidak memperhatikan kebutuhan rakyat,” ungkap Efendi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,