Profauna: Perdagangan Mengancam Keberadaan Lutung Jawa

Manusia dan Lutung Jawa sama-sama butuh kebebasan.

Jangan Beli Lutung Jawa, biarkan hidup bebas di hutan.

Lestarikan Lutung Jawa di habitat alamnya.

Berbagai spanduk bertuliskan tiga tuntutan itu terlihat terbentang persis di trotoar Jalan Malioboro, di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta.  Tuntutan itu bagian dari kampanye yang dilakukan belasan aktivis Protection of Forest and Fauna (Profauna)  pada Jumat kemarin (19/09/2014).

Waktu menunjukkan pukul 09.10 WIB, ketika belasan aktivis Profauna memulai kampanye dengan aksi teatrikal. Satu orang perempuan terkurung dalam kandang berwarna perak berukuran berkisar 1 x 1,5 meter. Ia  mengenakan kaos merah dan celana jeans biru. Wajahnya terlihat murung. Disekeliling kandang, belasan orang mengenakan topeng mirip lutung jawa (Trachypithecus auratus) sambil membentangkan spanduk,

Swasti Prawidya Mukti, Juru Kampanye Profauna menjelaskan aksi teatrikal itu menunjukkan ironi kondisi lutung, dimana primata unik itu berada di luar kandang dan manusia malah ada di dalam kandang.

Pesannya, bahwa manusia dan lutung jawa pada dasarnya sama-sama tidak suka di kurung seperti itu. Lutung jawa terbiasa hidup berkelompok. Jika diburu, dipelihara dan dikandangkan dirumah maka akan menyendiri, ada hak hewan yang dilanggar yaitu hidup bebas dan berekspresi. Dan lutung jawa merupakan primata yang  hidupnya berpindah-pindah, lebih banyak dipohon dan jarang sekali turun ke tanah (boreal).

“Lewat aksi ini kami ingin mengajak masyarakat Yogyakarta untuk turut mendukung pelestarian satwa lutung jawa dan habitatnya yang semakin berkurang,” kata Swasti Prawidya Mukti yang akrab disapa Asti.

Aksi aktivis Profauna di Yogyakarta mengajak masyarakat untuk tidak membeli lutung jawa dan membiarkannya tetap hidup liar di habitat. Foto : Tommy Apriando.
Aksi aktivis Profauna di Yogyakarta mengajak masyarakat untuk tidak membeli lutung jawa dan membiarkannya tetap hidup liar di habitat. Foto : Tommy Apriando.

Asti menambahkan, lutung jawa adalah primata endemik Jawa dilindungi yang keberadaannya semakin terancam punah karena perburuan dan perdagangan. Oleh karena itu, masyarakat bisa membantu melestarikannya dengan tidak membeli hewan yang jumlah populasinya belum diketahui itu.

Ironisnya, meski hewan endemik jawa, tetapi masyarakat Jawa sendiri tidak banyak yang mengetahui  primata pemalu ini, karena tidak se-populer satwa lainnya, misalnya orangutan atau harimau. Karena ketidaktahuan itu banyak masyarakat yang memelihara, berburu dan memperdagangkannya.

“Sekarang trennya semakin banyak yang memelihara, berburu, memperdagangkannya jika kita lihat di pasar-pasar maupun di online,” tambah Asti.

Hasil investigasi Profauna setahun terakhir, lutung jawa yang menurut CITES masuk  Apendix II kategori terancam itu diperdagangkan di pasar-pasar di daerah Jawa Timur termasuk Malang. Tetapi tren perdagangannya berubah dari dijual di pasar ke perdaganan online, sehingga lebih sulit melakukan pelacakan.

“Kisaran harga lutung jawa dewasa di jual seharga Rp500 ribuan. Jika usia bayi cenderung lebih mahal, umur belum satu bulan, di jual Rp1,5 juta.  Invetigasi langsung kami di Jember, kami pura-pura jadi pembeli, bertemu pedagangnya, diajak ke rumah penjualnya, ternyata Lutung Jawa-nya tidah hanya satu dan banyak satwa-satwa lain, seperti Elang, Kukang dan lainnya.” Jelas Asti.

Penjualan lutung jawa melangggar UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dimana pelaku bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp.100 juta.

Berdasarkan pengamatan Profauna, keberadaan lutung jawa di Jawa Timur masih ada di daerah Gunung Arjuno, hampir semua Taman Nasional  (TN) meskipun tidak banyak, seperti Bromo, Tengger, Semeru, di alas Purwo. Di Jawa Barat terdapat antara lain di Ciremai, TN Halimun Salak dan Muara Gembong.

Asti menjelaskan pada 2014, dua kasus perburuan Lutung Jawa di Bogor dan di Muara Gembong, hanya diberi hukuman peringatan. Sedangkan perdagangan lutung jawa dan satwa lainnya ada di Jember, pelaku di hukum enam bulan penjara.

Oleh karena itu, Profauna melakukan kampanye lutung jawa tidak hanya di Jawa Timur dan Yogyakarta, tetapi merambah ke beberapa tempat dan hutan sebagai habitatnya.

Bayi lutung jawa hasil sitaan. Foto : COP
Bayi lutung jawa hasil sitaan. Foto : COP

Sulistyo Widodo koordinator Polisi Hutan, BKSDA DI Yogyakarta ketika dihubungi Mongabay mengatakan berdasarkan pengamatan dan pendataan lutung jawa ada di Musuk, Boyolali, Jawa Tengah, di kawasan Blok Songgobumi.

“Kami belum menemukan keberadaanya di sisi selatan Gunung Merapi. Terkait dengan penyitaan, BKSDA Yogyakarta hingga saat ini sudah melakukan dua kali penyitaan lutung jawa. Juni 2014 penyitaan 1 ekor di Kota Yogyakarta. Juli 2014, menyita 1 ekor di daerah Kaliurang. Keduanya dititipkan di lembaga konservasi Gembiraloka,” kata Sulistyo.

Sementara itu, Tri Atmojo, Kepala Bagian Tata Usaha Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) ketika dihubungi Mongabay mengatakan lutung jawa terpantau di kawasan TNGM. Pengamatan terakhir petugas TNGM menemukan ada dua kelompok yang teridentifikasi yaitu 3 ekor di di Kaliurang (Turgo, Joglo Plawangan) dan 6-8 ekor di Boyolali.

“Ancaman kelestarian lutung jawa di TNGM yakni ketersediaan pangan, apalagi paska erupsi. Untuk penangkapan dan perburuan, sejauh ini tidak ada,” tutup Tri Atmojo.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,