,

Bantah Buka Hutan Alam, APP Dan RAPP Terapkan Hutan Konservasi

Dari hasil analisis tentang konsesi pemanfaatan Hutan Tanaman Industri (HTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan  Hasil  Hutan  Kayu  pada  Hutan  Tanaman  (IUPHHK-HT) yang seluas sekitar 10 juta hektar, koalisi LSM melihat perusahaan pemilik konsesi tersebut lebih suka mengambil kayu dari hutan alam dibandingkan melakukan penanaman di areal konsesi mereka.

“Industri HTI masih menggunakan kayu alam. Hasil penanaman pohon dalam hutan konsesi masih belum memenuhi kebutuhan mereka,” kata Abu Meridian, Juru Kampanye Forest Watch Indonesia  (FWI) dalam jumpa pers bersama FWI, Walhi Jambi, Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau) dan Wahana Bumi Hijau di Jakarta, pada Rabu (17/09/2014).

Dari analisis FWI, hanya 5,7 juta hektar dari 10 juta hektar konsesi HTI yang ditanam hingga tahun 2013. Bahkan ada data yang menyebutkan realisasi  penanaman  tahun  1989-2012  hanya  seluas  3,8  juta  hektare  dengan  rata-rata  produksi bahan baku (2008-2013) sekitar 22 juta meter kubik per tahun.  Rata- rata produksi kayu dari hutan alam  yang digunakan untuk industri  pulp (2008-2013) sebanyak 8 juta meter kubik per tahun.

“Dengan rasio luas konsesi 4,5 juta hektar , industri kertas masih membutuhkan 3,4 juta hektar. Sehingga ada sekitar 6 juta hektar masih disuplai dari hutan alam. Sisanya baru dari hutan tanaman,” jelas Abu.

Praktik penggunaan kayu dari hutan alam sampai  saat  ini  menunjukkan  ketidakmampuan  HTI,  yang  disebabkan  oleh  rendahnya  tingkat  produksi dan realisasi penanaman yang lambat.

FWI melihat  rendahnya realisasi penanaman  menunjukkan  bahwa  perusahaan  tidak  serius  dalam  melakukan  penanaman. “Ditambah lagi, tidak ada pengawasan dari Kementerian Kehutanan terhadap industri kayu untuk melakukan penanaman,” kata Abu.

Penanaman Sesuai RKP-HTI

Corporate Communications Manager Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Djarot Handoko membantah tuduhan koalisi LSM tentang pengambilan kayu dari hutan alam. Dia mengatakan RAPP melakukan penanaman di semua areal konsesinya. “Kami melakukan penanaman di semua areal konsesi RAPP sesuai dengan bagiannya. Areal konsesi kita 450 ribu hektar yang dikelola sendiri,” kata Djarot yang dihubungi Mongabay Indonesia.

Dia mengatakan RAPP melakukan penanaman sesuai dengan RKP-HTI (rencana karya pengusahaan hutan tanaman industri). “Kita ada target penanaman tiap tahun sesuai RKP. Kalau tidak memenuhi itu, kita mendapat peringatan dari Kementerian Kehutanan. Dan berdasarkan evaluasi tiap tahun, kita selalu memenuhi,” jelas Djarot.

Seorang warga di ujung kanal yang dibangun PT RAPP setelah menebang seluruh hutan di atasnya di Pulau Padang, Riau, Indonesia Mei 2014. Foto: Zamzami
Seorang warga di ujung kanal yang dibangun PT RAPP setelah menebang seluruh hutan di atasnya di Pulau Padang, Riau, Indonesia Mei 2014. Foto: Zamzami

Dia menjelaskan penanaman dilakukan sesuai peruntukannya, yaitu 70 persen dari areal konsesi ditanam untuk replantation, 5 persen untuk community livelihood, 5 persen untuk infrastruktur, 10 persen untuk areal konservasi dan 10 persen untuk natural tree plantation.

“Areal community livelihood itu untuk tanaman kehidupan yang diperuntukkan bagi komunitas masyarakat sekitar konsesi. Sedangkan areal konservasi fungsinya untuk menjaga keanekaragaman hayati, juga untuk jalan bagi satwa liar yang melakukan migrasi. Kalau dari udara, areal konservasi ini kelihatan dari hutan alam dan areal peralihan dari hutan alam ke HTI. Itu namanya mozaik plantation, karena bentuknya seperti lukisan,” jelas Djarot.

Sedangkan 10 persen areal natural tree plantation ditanami pohon yang sesuai dengan habitat di kawasan tersebut, misalnya pohon ramin.

Djarot mengatakan APP bersama dengan perusahaan induknya yaitu APRIL (Asia Pacific Resources International Limited) dan perusahaan mitranya berkomitmen untuk melakukan kebijakan pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management Policy/SFMP).

“Kita menargetkan pada tahun 2019, mengarah pada komitmen 1 : 1. Artinya setiap satu hektar areal penanman HTI, kita akan menanam satu hektar untuk konservasi. Kita sedang mencari apa yang kita bisa konservasi. Areal konservasi sekarang sudah 40 persen. Kita punya Riau Ecorestoration di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang,” kata Djarot.

Moratorium Pembukaan Hutan Alam

Sedangkan Asia Pulp & Paper (APP) Group mengumumkan Kebijakan Konservasi Hutan pada tanggal 5 Februari 2013 yang memberlakukan penghentian pembukaan hutan alam diseluruh areal konsesinya.

Tiga buah ekskavator tertangkap basah pada foto ini sedang melakukan penebangan pepohonan hutan alam di konsesi PT. RIA. Foto diambil oleh Eyes on the Forest pada lokasi 10 di Peta 1 (0o4'38.93"N, 102o57'4.18"E) tanggal 8 April 2013. Foto: Eyes on the Forest
Tiga buah ekskavator tertangkap basah pada foto ini sedang melakukan penebangan pepohonan hutan alam di konsesi PT. RIA. Foto diambil oleh Eyes on the Forest pada lokasi 10 di Peta 1 (0o4’38.93″N, 102o57’4.18″E) tanggal 8 April 2013. Foto: Eyes on the Forest
“Dengan diumumkannya kebijakan ini, APP memberlakukan moratorium pembukaan hutan alam di seluruh daerah konsesinya, dan pada saat yang bersamaan melakukan penilaian Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value / HCV), Stok Karbon Tinggi (High Carbon Stock / HCS), pengelolaan lahan gambut dan sosial, untuk mengidentifikasi area yang akan dikonservasi secara permanen,” kata Aniela Maria – Tim Implementasi FCP APP Indonesia dalam tanggapan tertulis yang diterima Mongabay Indonesia

Aniela mengatakan Dalam pelaksanaannya, penerapan kebijakan tanpa deforestasi seperti ini bukan tanpa tantangan, karena kebijakan semacam ini tidak pernah dilakukan dalam skala sebesar ini sebelumnya. Namun demikian, usaha ini disambut baik oleh para pemangku kepentingan kami, di mana banyak di antara mereka sebelumnya memberikan banyak kritik terhadap APP.

Para pemangku kepentingan kami yang berpendapat bahwa bila ada masalah dalam penerapan FCP (Forest Conservation Policy), dapat melaporkan keluhannya melalui Prosedur Pengaduan Keluhan (Grievance Protocol) APP. Keluhan yang masuk kemudian akan diinvestigasi oleh tim dari APP dan The Forest Trust, dan laporan hasil investigasi akan dapat diakses oleh publik.

“Mengenai pasokan kayu HTI untuk pabrik kami, sebuah penelitian independen yang dilakukan oleh The Forest Trust dan Ata Marie tentang pertumbuhan dan produksi (growth and yield) HTI yang memasok untuk APP, mengkonfirmasi bahwa APP memiliki sumber daya hutan tanaman yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabriknya, baik yang ada saat ini maupun yang akan datang di Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Metodologi dan kesimpulan dari penelitian ini akan dievaluasi lebih jauh oleh The Rainforest Alliance sebagai bagian dari evaluasi independen terhadap FCP yang sedang dilakukannya,” jelas Aniela.

Pada jumpa pers koalisi LSM di Jakarta, hari Rabu (17/09/2014),  Koordinator Jikalahari, Muslim Rasyid mengatakan meskipun  APRIL (Asia Pacific Resources International Limited) /RGM (Raja Garuda Mas)  dan  APP (Asia Pulp and Paper) /SMG (Sinar Mas Group) telah  mengumumkan  komitmen  baru  untuk  tidak  lagi  menggunakan  kayu  dari  hutan  alam, hasil  investigasi  Jikalahari masih  menemukan   dugaan  pelanggaran  atas  komitmen  yang   telah  mereka sepakati.

Konsesi RAPP di Pulau Padang. Foto : Eyes on the Forest
Konsesi RAPP di Pulau Padang. Foto : Eyes on the Forest

“Kita  masih  menemukan  APRIL menebang  hutan  alam  di  Pulau  Padang  dan  melanggar  kesepakatan  penghentian  sementara  operasional  mereka  di  Desa  Bagan  Melibur.  Sementara  pada  konsesi  Mutiara  Sabuk  Katulistiwa  pemasok  APP/SMG,   kami   menemukan   alat   berat   di   lokasi   komitmen   moratorium,  pembongkaran    gambut    untuk    kanal,    dan   tumpang    tindih    lahan dengan perkebunan sawit PT. Setia Agro Lestari (SAL)” ungkap Muslim.

Menanggapi hal tersebut, APP mempersilahkan Jikalahari untuk mengadukan kepada mereka. “Segala data dan info lengkap yang telah dikumpulkan oleh Jikalahari terkait PT. Mutiara Sabuk Khatulistiwa kami minta untuk disampaikan kepada kami melalui jalur Grievance Procedure, agar segera dapat kami tindaklanjuti dengan verifikasi di lapangan,” kata Aniela dari APP.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,