,

Danau Toba, Kandidat Geopark Dunia yang Memprihatinkan. Mengapa?

Pemerintah menargetkan Danau Toba masuk dalam geopark dunia oleh Unesco akhir September 2015. Namun, kondisi lingkungan danau ini makin memprihatinkan. Air danau sudah tercemar, dan pendangkalan terus terjadi. Bagaimana peluang danau kaldera terbesar ini masuk menjadi global geopark network?

Wilmar Eliaser Simandjorang, ketua Dewan Pendiri Save Lake Toba Fondations (SLTF), juga ketua Dewan Pendiri Hoetagindjang Pusuk Buhit Eco-Tourism Movement (HP-EM) meragukan itu. Menurut dia, kondisi Toba sudah rusak parah.

Dia mengungkapkan itu kala menjadi pembicara dalam seminar nasional lingkungan hidup bertema “Status Geopark dan Pelestarian Danau Toba” di Medan, Sumatera Utara, Kamis (2/10/14). Akhyaruddin, direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Mangindar Simbolon, Bupati Samosir dan Hidayati, kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut juga menjadi panelis. Hadir pula organisasi lingkungan dan masyarakat adat penyalamat Toba.

Menurut Wilmar, mencapai target itu akan sangat berat. Hasil penelitian dan pantauan lapangan mereka, terjadi penurunan kualitas lingkungan cukup di Toba. Indeks kualitas lingkungan hidup meliputi kualitas air, kualitas udara, dan tutupan lahan, berada pada 60,75. Indeks ini, turun 13,73 point atau 18,4% dari tahun 2011 sebesar 74,5.

Annette Horschmann, pemilik Tabo Cottages di Toba Samosir membuat pemapungan eceng gondok--salah satu tumbuhan yang biasa memenuhi Toba. Perempuan ini mengubah eceng gondok menjadi produk kerajinan sampai pupuk organik. Foto itu anak-anak peserta pelatihan jurnalisme dan lingkungan yang diadakan  pers mahasiswa Suara USU, Medan, pada 2013, Mereka  berkunjung  dan berdiskusi sekaligus mengumpulkan eceng gondok. Foto: Sapariah Saturi
Annette Horschmann, pemilik Tabo Cottages di Toba Samosir membuat penampungan eceng gondok–salah satu tumbuhan yang biasa memenuhi Toba. Dia mengelola hotel dengan konsep ramah lingkungan. Perempuan ini mengubah eceng gondok menjadi produk kerajinan sampai pupuk organik. Foto itu anak-anak peserta pelatihan jurnalisme dan lingkungan yang diadakan pers mahasiswa Suara USU, Medan, pada 2013, Mereka berkunjung dan berdiskusi sekaligus mengumpulkan eceng gondok. Foto: Sapariah Saturi

Dia mengatakan, kondisi krisis danau ini karena penebangan hutan, pembakaran lahan menjadi perkebunan sawit dan HTI yang mengubah hutan alam menjadi ekaliptus. Air Tobapun tercemar keramba jaring apung skala besar, penggunaan bahan kimia berbahaya, dan eksploitasi galian C. Belum lagi cagar budaya hancur, bebatuan peninggalan sejarah digali dan rusak. Dampaknya, terjadi kerusakan ekosistem di Toba. Kondisi tambah parah kala pemerintah tidak memperhatikan masalah ini dengan serius.

“Pemerintah sama sekali tidak peduli. Ini akan sangat sulit menjadikan Toba masuk  geopark dunia.”

Dia mengatakan, unsur dan tatanan geodiversity, culturedeversity, dan biodiversity sudah dirusak. Batu dan kayu dihabisi para penjahat kehutanan dan pihak tak bertanggungjawab, di-backup oknum pejabat pemegang kebijakan,” katanya. Peserta bertepuk tangan. Mangindar Simbolon, tersenyum kecut.

Wilmar memperkirakan, penurunan kualitas lingkungan, akan bertambah parah, apalagi perusakan hutan di sekitar danau terus berlangsung.

Dia juga menyoroti perusakan hutan di sekitar Toba, oleh perusahaan, kelompok, bahkan perorangan, diberikan izin pemerintah. Mereka ini mengantongi izin, misal  hutan tanaman industri (HTI) kepada PT TPL, dan izin pengelolaan kayu (IPK) kepada PT GDS.

Dampak bergam perizinan ini,  pada 2012, tutupan hutan di sekitar Toba tinggal 57.604,88 hektar atau 15,27%. Angka ini, katanya, jauh dari minimal 30% dari luas hutan 356.800 hektar di sana.

Dia menyatakan, jika tidak segera diselamatkan, mustahil target geopark dunia terwujud. Padahal, katanya, kala pengelolaan baik Toba bisa menghasilkan pendapatan daerah, sekaligus membantu peningkatan ekonomi masyarakat adat di sekitar kawasan.

Akhyaruddin mengatakan, Indonesia punya satu geopark Kaldera Batur (Bali). Ada lima yang diinisiasi menjadi geopark dunia, yakni, Raja Empat, Gunung Sewu, Rinjani, Maranginjani, dan Toba.

Dia menyatakan, saat ini fokus menjadikan Toba anggota global geopark network. Namun, Toba harus ditata baik, sekaligus menjaga keutuhan dan kelestarian kawasan hingga bisa menjadi aset dunia.

Dengan kepedulian terhadap lingkungan, semoga Toba bisa selamat dari kerusakan lebih buruk dan bisa menjadi geopark dunia. Foto: Sapariah Saturi
Dengan kepedulian terhadap lingkungan, semoga Toba bisa selamat dari kerusakan lebih buruk dan bisa menjadi geopark dunia. Kala hutan sekitar Toba terus tergerus, akan berdampak buruk pada danau ini,  Foto: Sapariah Saturi

Akhyaruddin berharap, dengan status geopark dunia nanti, lingkungan Toba bisa lebih terjaga. Jika tidak, danau ini terancam bahkan bisa hilang, atau menjadi lumpur air. Saat ini saja, wisatawan sudah dilarang minum air karena bisa terkena diare.

“Geopark awalnya menonjolkan geologi, ujung-ujungnya pariwisata dan ekonomi kreatif. Mari kita dukung, paling tidak September 2015 bisa lolos, kalau tidak akhir 2016.”

Bupati Samosir, Mangindar Simbolon, menyatakan, tujuh kabupaten yang berada di sekitar Toba, perlu perbaikan dengan menjaga kearifan lokal. Sebagai pematik, bisa lewat peninggalan-peninggalan sejarah geologi.

Namun, Mangindar mengakui, selama ini koordinasi masih lemah. Ke depan, katanya, selain pemberdayaan lokal, koordinasi antar pemegang kebijakan perlu ditingkatkan. “Tidak mudah menjalin kebersamaan dengan enam kabupaten lain.”

Secara terpisah Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumut mengungkapkan, berdasarkan kunjungan tim advisor GGN ke Toba Agustus lalu, geopark kaldera Toba memenuhi syarat menjadi anggota.

Gatot menyebutkan, infrastruktur dan kelembagaan dan pelestarian lingkungan Toba harus diperkuat. Dengan status geopark ini, kepedulian pelestarian Toba harus makin meningkat.

Hotel dan penginapan di pinggir Toba, sudah cukup banyak. Semoga mereka beroperasi dengan memperhatikan lingkungan, seperti dilakukan Tabo Cottages. Hingga operasi mereka tak makin mengancam Toba. Foto: Sapariah Saturi
Hotel dan penginapan di pinggir Toba, sudah cukup banyak. Semoga mereka beroperasi dengan memperhatikan lingkungan, seperti dilakukan Tabo Cottages. Hingga operasi mereka tak makin mengancam Toba. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,