, ,

Kala Sungai Ciujung Merana, Warga Menderita

Pagi itu, sekitar tujuh perwakilan warga yang tinggal di sekitar Sungai Ciujung, Serang, Banten, mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup. Mereka ingin melaporkan kembali pencemaran sungai yang terus berlanjut. Di lapangan, memasuki kemarau, sejak Juli, air sungai berwarna hitam dan berbau bahkan kadang mengeluarkan busa putih. Warga masih menggunakan air sungai buat keperluan mencuci, mandi, dan lain-lain karena tak ada pilihan.

“Kami masih mandi dan cuci pakaian di sana. Ini badan saya sampe gatel-gatel,” kata Bowo, warga Ciujung Bantaran Sungai, pada 8 Oktober 2014. Dia memperlihatkan bintik-bintik kecil di tangan.

Pencemaran sungai ini sudah berlangsung cukup lama. Limbah mengalir hingga ke daerah muara di Desa Tengkurak, Tirtayasa, Serang. Setidaknya, 17 desa terdampak meliputi lima kecamatan antara lain, Carenang, Kenara, Tirtayasa dan Pontang,  Warga sudah melaporkan ke berbagai instansi terkait di daerah, hingga KLH. Aksi protes juga kerap dilakukan tetapi kondisi sungai tak mengalami perbaikan.

Penyebab utama pencemaran diduga berasal dari limbah perusahaan pabrik kertas, PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). KLH sudah memerintahkan audit wajib kepada perusahaan. Laporan audit lingkungan dengan ketua tim audit Hendra Wijaya, selesai sejak 29 September 2012 .

Menurut Bowo, saat ini terjadi pembiaran oleh pemerintah. Sungai tetap tercemar, dan tak ada kejelasan tindaklanjut perbaikan pembuangan limbah perusahaan sesuai rekomendasi audit. “Ya, sekarang musim kemarau, air jadi kayak kopi susu.”

Sekitar dua pekan lalu, kata Bowo, ikan-ikan di sungai mulai mati. “Banyak yang mati, ada mujaer, gabus dan lain-lain.”

Senada diungkapkan Kholid, warga Kecamatan Pontang. Menurut dia, penghidupan nelayan tambak pun mati gara-gara air sungai tercemar. Hasil tambak turun drastis. Mengapa? Sebab, ikan-ikan yang dipelihara menjadi kerdil alias tak mau membesar. Jika dulu, bandeng usia empat sampai lima bulan sudah bisa panen mencapai berat sekitar satu kg. “Sekarang empat atau lima bulan masih satu ons. Sekarang sampai 10 bulan ikan baru panen,” katanya.

Tak jauh beda dikatakan H Maftoh warga sekitar Ciujung juga dari Riung Hijau. Menurut dia, kondisi saat ini jauh berbeda kala sungai masih bersih. “Dulu, kalau turun ke empang panen udang bisa sampai satu kwintal. Sekarang paling setengah sampai satu kg aja.”

Bahkan, dia mencoba budidaya bandeng dan rumput laut tetapi, semua gagal alias mati.  “Tadi, waktu saya mau ke sini (KLH) air sungai lagi kotor, bau dan berbusa.”

Pada April 2013, Menteri Lingkungan Hidup, Baltasar Kambuaya melayangkan surat kepada perusahaan. Isi surat itu menjabarkan mengenai hasil audit lingkungan beserta rekomendasi yang harus dijalankan perusahaan dan pemerintah daerah.

Perintah audit lingkungan wajib kegiatan IKPP berdasarkan surat KLH tertanggal 21 Juli 2011. Hasil audit itu antara lain menyebutkan,  perusahaan memiliki tiga instalasi pengolahan limbah. Yakni Ipal I,II dan III yang masing-masing tetao menghasilkan limbah yang harus dibuat dalam bentuk limbah padat, gas dan cair. Kinerja ketiga Ipal itu belum optimal. Pada Ipal I dan II, masih mengalami effluent limbah ke sungai. Ipal I sebanyak .000-6.000 meter kubik per hari. Ipal II 22.000-24.000 meter kubik per hari. Ipal II juga mengeluarkan kandungan limbah chemical oxygen demand (COD) dan biochemical oxygen demand (BOD) 26% melebihi nilai ambang batas dari baku mutu yang ditetapkan KLH. Sedang, Ipal III, BOD melebihi baku mutu 145% dan COD 143%.

Air sungai saat penuhpun tampak keruh dan berbau. Foto: Riung Hijau
Air sungai saat penuhpun tampak keruh dan berbau. Foto: Riung Hijau

Temuan audit juga menyatakan, perusahaan belum membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat, atau kondisi ekstrim (debit sungai antara nol sampai 10 meter kubik per detik) atau keadaan tak terduga lain. IKPP belum memenuhi persyaratan dalam izin pembuangan limbah cair, di mana masih membuang limbah ke Sungai Ciujung pada debit sungai nol.

Tim auditpun memberikan beberapa rekomendasi, seperti meminta perusahaan mengkaji ulang dan mengoptimalisasi kinerja tiap Ipal untuk masing-masing unit operasi. Perusahaan diminta mengajukan perizinan pengelolaan limbah padat (landfill) dan membuat Ipal leachate. IKPP juga diminta mengukur debit sungai dan menyampaikan laporan berkala.

“Audit ini menemukan banyak pelanggaran perusahaan dan ketidaktaatan pemerintah daerah dalam pengelolaan ipal tetapi tak ada penegakan hukum atas aktivitas pelanggaran ini,” kata Kurniawan Sabar, manajer Kampanye Walhi Nasional.

Kondisi makin tak jelas, kala audit lingkungan sejak 2012, tetapi sampai saat ini di lapangan sungai masih tercemar dan warga tak tahu perkembangan apakah perusahaan sudah menjalankan rekomendasi atau belum. “Warga tak tahu implementasi rekomendasi itu seperti apa, yang jelas sungai masih tercemar.”

Kurniawan mengatakan, jika pencemaran sungai berlanjut sangat berbahaya bagi ekosistem dan warga sekitar. Pengolahan limbah tak optimal bakal mengandung zat-zat beracun dan berbahaya. “Pemerintah harus mengambil tindakan tegas lewat penegakan hukum demi penyelamatan Sungai Ciujung.”

Lapor lagi

Pada hari itu, perwakilan warga bersama pendamping dari Walhi Nasional, M Islah dan Kurniawan Sabar melaporkan kembali kasus pencemaran berlanjut ini ke KLH. Mereka diterima bagian Deputi Bidang Penataan Hukum, asisten deputi Pengaduan, KLH, Wawan dan Mariam. Pada 19 Februari 2014, Walhi juga pernah melaporkan ke Deputi V KLH cuma belum ada tindak lanjut.

Mariam menerima laporan. Warga menyerahkan bukti berupa surat Menteri Lingkungan Hidup mengenai hasil audit kepada perusahaan, foto-foto sungai dan keterangan kondisi terakhir.

“Kami terima laporan ini dan akan dilanjutkan ke asdep untuk menentukan kapan kami ke lapangan. Kami harap bisa bulan ini turun,” kata Mariam. Dia meyakinkan warga, kalau KLH akan serius menangani kasus ini.

Islah mengatakan, Walhi siap membantu KLH jika diperlukan. Dia berharap, KLH bisa serius menindaklanjuti kasus ini karena berlarut-larut seakan tak ada kejelasan. Padahal, katanya,  dari hasil audit lingkungan sudah jelas ada pelanggaran oleh perusahaan dan ada rekomendasi-rekomendasi yang harus dilakukan.

Pada April 2014, Walhi pernah kembali mempertanyakan ke KLH mengenai pemantauan pelaksanaan rekomendasi hasil audit terhadap perusahaan. “Saya minta informasi tak diberi. Saya tak tahu apa yang sudah dilakukan KLH. BLH di Serang tak punya kapasitas cukup buat ini, jadi KLH harus turun tangan. Rekomendasi tak akan berguna jika tak dipantau,” ujar dia.

Seharusnya, ucap Islah, dalam enam bulan audit itu harus dipenuhi. “Ini sudah setahun lebih tak tahu hasilnya.”

Wawan, meskipun ikut pada pertemuan dengan deputi V dan Walhi pada Februari 2014, tetapi mengaku tak mengetahui perkembangan implementasi rekomendasi audit oleh perusahaan. “Kami sarankan kirim surat atau langsung ke Deputi Tata Lingkungan yang tangani audit lingkungan.”

Kondisi sungai kala kemarau, air bak kopi susu, coklat dan hitam serta berbau menyengat. Foto: Riung Hijau
Kondisi sungai kala kemarau, air bak kopi susu, coklat dan hitam serta berbau menyengat. Foto: Riung Hijau
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,