,

Sirkus, Komsumsi dan Perdagangan Satwa Melanggar Hak Asasi Satwa

Tidak hanya manusia yang punya hak asasi. Rabu (15/10/2014) kemarin merupakan hari peringatan hak asasi satwa. Hari Hak Asasi Hewan lahir dari deklarasi universal kesejahteraan hewan yang didukung 46 negara dan 330 kelompok pendukung hewan, sebagai keprihatinan atas banyaknya kasus kekerasan pada hewan yang biasanya terjadi di kebun binatang dan sirkus.

Profauna berpendapat tidak semua kebun binatang tegas mengatur perlakuan pengunjung pada satwa koleksinya. Hal ini menimbulkan risiko pelanggaran hak asasi hewan,  misalnya ketika pengunjung memberi makan yang tidak sesuai atau membuat satwa tidak nyaman.

“Hak asasi hewan terdiri atas 5 kebebasan, yakni bebas dari rasa haus dan lapar, rasa tidak nyaman, mengekspresikan tingkah laku alami, stres dan takut, serta dilukai dan sakit,” kata Irma Hermawati, di Jakarta, pada Rabu (15/10/2014).

Sementara itu dari Bali, Ajiq Cool penggebuk drum  grub band The Bullhead yang baru saja meluncurkan single “A Paradise Of The Dog” kepada Mongabay Indonesia berharap berharap masyarakat untuk lebih menghargai hak-hak hidup satwa.

Dia mengatakan tingkat kesadaran masyarakat saat ini sudah lebih baik. Bisa dilihat dari meningkatnya peran aktif masyarakat dalam hal penyebaran informasi yang berkaitan dengan pemahaman kesejahteraan satwa, pelanggaran-pelanggaran hukum perlindungan satwa, dan juga ikut andil dalam aks-aksi protes terhadap kebijakan pemerintah yang tidak memihak hak-hak hidup satwa itu sendiri.

“Saya berharap seluruh masyarakat, tanpa terkecuali, bisa menjadi pahlawan yang secara independen bisa melindungi satwa sesuai lima prinsip Animal Welfare. Tidak perlu menunggu siapa atau membuat organisasi dulu untuk mewujudkan hal itu. Mulailah dari diri sendiri,” kata Ajiq.

Pendiri Animal Friend Jogja (AFJ), Dessy Zahara Angelina Pane atau akrab disapa Ina kepada Mongabay mengatakan, saat ini sudah banyak yang peduli akan satwa, namun problemnya saat ini ada pada aturan dan penegakan hukum.

“Kami sedang melakukan kampanye stop perdagangan daging anjing dan stop makan daging anjing, juga kampanye stop sirkus lumba-lumba, yang keduanya adalah bentuk eksploitasi satwa dan melanggar hak asasi satwa,” katanya.

Aksi Menagih Janji Menteri untuk Stop Sirkus Lumba-Lumba di DIY. Foto : Tommy Apriando
Aksi Menagih Janji Menteri untuk Stop Sirkus Lumba-Lumba di DIY. Foto : Tommy Apriando

Informasi terakhir sirkus lumba-lumba sedang berlangsung di Lapangan Albatros Sidoarjo, dekat Bandara Juanda, Jawa Timur dan di Bogor, Jawa Barat,  dan kebetulan kedua sirkus itu dilakukan di landasan udara milik TNI.

Ina mengatakan praktek pentas Lumba-lumba dan aneka satwa tidak mendidik, bahkan melecehkan nilai edukasi dan konservasi. Edukasi dan konservasi yang diklaim oleh sirkus satwa hanyalah tabir pembenaran eksploitasi satwa liar untuk hiburan dan kepentingan komersial belaka.

Praktek edukasi yang salah ini akan mencetak generasi-generasi baru Indonesia yang tidak terpuji, mengancam kelestarian satwa liar di habitat alaminya, serta mendorong penangkapan dan perdagangan ilegal satwa liar.

“Pertunjukan sirkus ;umba-lumba keliling ini adalah yang terakhir di dunia. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang masih membiarkan ini berlangsung,” kata Ina.

Lumba-lumba adalah mamalia cerdas, dapat mengenali simbol dan berinteraksi dengan manusia. Banyak kisah lumba-lumba menyelamatkan manusia yang tenggelam di lautan. Tapi demi sirkus, lumba-lumba ditangkap dari habitat, dirampas haknya, lalu ditaruh kolam, ibarat aktivis yang dihilangkan dari habitatnya. Lumba-lumba diangkut keliling tanpa air cukup, diminta lompati api atau bermain bola dengan imbalan makanan. Sesuatu yang tak dilakukan alamiah di habitatnya.

Pada tahun 2013 lalu, Dirjen PHKA No. S. 388/IV-KKH/2013 tanggal 19 Agustus 2013 sudah mengeluarkan surat edaran untuk menghentikan sirkus Lumba-lumba keliling, namun hanya BKSDA Yogyakarta yang patuh menjalankan surat edaran tersebut. Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur masih terus berlanjut.

Surat PHKA Kementerian Kehutanan tentang anti lumba-lumba. Foto : Tommy Apriando
Surat PHKA Kementerian Kehutanan tentang anti lumba-lumba. Foto : Tommy Apriando

Ina melanjutkan mereka sudah bertemu dengan kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul terkait kampanye “Dogs Are Not Food”  dan bersepakat bahwa anjing bukan untuk di konsumsi.

Pramudya Harzani, dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengatakan untuk beberapa satwa lliar yang dilindungi di Indonesia cukup kuat perlindungannya. Ia menambahkan, mengenai hak asasi hewan/satwa di Indonesia, KUHP Pasal 302 dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500 sudah mengaturnya.

Selain itu, undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Alam Hayati dan Ekosistemnya disebutkan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati. Pengecualian hanya untuk penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan.

“Kita perlu penegakan hukum yang tegas. Jangan menonton sirkus, jangan mengkonsumsi Anjing, jikapun mengkonsumsi daging hewan konsumsi, cari tahu asal-usul daging tersebut. Hormati hak asasi satwa sebagai makhluk hidup,” kata Pramudya.

Sedangkan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Partogi Dame Pakpahan melarang anjing dikonsumsi karena bukan hewan ternak.

“Kami sudah mendapatkan laporan bahwa anjing yang masuk ke Jogja berasal dari Jawa Barat. Selain di konsumsi, hasil penelusuran kami di lapangan kulit anjing juga dieksploitasi oleh masyarakat untuk dompet, tas, jaket dan lainnya. Anjing bukan untuk di konsumsi dan di ekploitasi bagian tubuhnya. Itu melanggar hak anjing dan sudah ada aturan yang melarangnya,” katanya.

“Bantul ini sudah bebas Rabies. Mengkonsumsi daging Anjing itu dilarang dan berpotensi terkena penyakit rabies. Kami terus melakukan penyuluhan agar masyarakat paham untuk menghindarinya,” kata Partogi.

Ia menambahkan pihaknya akan membuat peraturan yang tegas. Tidak sebatas pada edaran semata yang bersifat himbauan yang tanpa adanya hukuman pemidanaanya.

“Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi untuk menindaklanjutinya. Kita ingin hak satwa/hewan itu dijunjung tinggi. Aturan hukumnya ditaati dan tidak ada lagi yang konsumsi daging anjing,” tutupnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,