,

Hidup Puluhan Tahun di Lahan Gambut, Warga Air Sugihan Kesulitan Air Bersih

Sejak tahun 1980-an, masyarakat di Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, yang hidup di atas lahan gambut, sangat membutuhkan air bersih.  Pada musim kemarau seperti saat ini, bukan hanya kabut asap yang membuat sekitar 35 ribu warga menderita, tetapi juga sulitnya mendapatkan air bersih. Apa solusinya?

“Pemerintah Kabupaten OKI berencana membangun perusahaan air minum (PAM) di Air Sugihan. Sehingga, kedepannya masyarakat tidak akan mengalami kesulitan air bersih seperti yang dirasakan seperti sekarang ini,” ujar Dedi Kurniawan, Kabag Humas dan Protokol Kabupaten OKI, Sabtu (25/10/2014).

Dijelaskan Dedi, saat ini guna memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya air minum, masyarakat terpaksa membeli air kemasan, menyaring air dari sungai atau menampung air hujan.

Kualitas airnya tentu saja tidak begitu baik. Sebab PH air dari wilayah gambut berkisar 3-5. Sementara air yang baik untuk dikonsumsi PH-nya berkisar 6-7.

“Dalam mewujudkan hal ini, pemerintah Kabupaten OKI sangat mengapresiasi adanya dukungan dari pihak swasta, khususnya sejumlah perusahaan yang berada di sekitar Air Sugihan,” ujarnya.

Terhadap rencana Pemerintah OKI tersebut, perusahaan pabrik kertas terbesar di Asia, PT. OKI Pulp & Paper Milss yang berada di Desa Jadi Mulya, Air Sugihan, menyambut baik. “Rencana yang baik. Kami siap mendukungnya. Memang berdasarkan pemantauan yang kami lakukan selama ini, masyarakat Air Sugihan sudah puluhan tahun hidup dengan air bersih yang terbatas dan berkualitas rendah. Kami memang punya rencana membangun PAM teruntuk masyarakat Air Sugihan,” kata Gadang Hasta Hertawan, Humas PT. OKI Pulp & Paper Milss, yang dihubungi, Sabtu (25/10/2014).

Gadang pun melihat posisi terbaik untuk pembangunan PAM tersebut. “Menurut saya di Desa Bukit Batu, lokasi dekat dengan Sungai Air Sugihan, dan strategis sebagai titik tengah penyebaran instalasi pipa air bersihnya ke rumah masyarakat,” ujarnya.

“Kami juga memiliki bahan baku berupa kapur, yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas air, khususnya PH. Yang jelas dapat digunakan untuk PAM tersebut,” katanya.

Lahan pertanian warga di lahan gambut di OKI. Sawah warga diolah menggunakan kerbau sehingga tidak menggangu ekosistem gambut. Foto: Muhammad Hairul Sobri

Wacana pemekaran

Luas kecamatan Air Sugihan sekitar 2.600 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 35 ribu jiwa yang tersebar di 19 desa.

Pada masa lalu Air Sugihan nyaris tidak dikenal. Wilayah yang sebagian besar merupakan lahan gambut ini mulai dikenal tahun 1980-an awal, saat pemerintah menjalankan program transmigran di wilayah ini.

Banyak cerita negatif mengenai kehidupan para transmigran saat itu. Bahkan akibat kemarau panjang, ada warga transmigran yang meninggal dunia karena kelaparan.

Saat kehidupan mulai transmigran membaik, wilayah ini mengalami kebakaran hutan dan lahan gambut pada tahun 1997-1998, yang menyebabkan ratusan ribu hektar lahan menjadi padang rumput.

Pasca-peristiwa tersebut, hadirlah sejumlah perusahaan perkebunan sawit, dan disusul perusahaan hutan tanaman industri (HTI) berupa akasia. Kehadiran perusahaan ini memang memberikan dampak positif. Tapi, dampak negatifnya tetap dirasakan masyarakat, seperti konflik lahan, kebakaran akibat lahan gambut yang kian mengering, serta belum tersedianya air bersih.

Terhadap kondisi ini muncul reaksi dari masyarakat untuk memekarkan diri, berupa pembentukan kabupaten baru yakni Kabupaten Pantai Timur. Tapi, sejumlah pihak menilai kabupaten baru ini justru akan membuat wilayah lahan gambut menjadi kian rusak, akibat pembangunan dan perluasan wilayah perkebunan untuk meningkatkan penghasilan kabupaten baru.

Pemerintah Kabupaten OKI tampaknya masih menunda keinginan tersebut. Mereka pun mencoba meningkatkan pembangunan fasilitas di wilayah Pantai Timur, termasuk di Air Sugihan, yang menjadi dasar upaya pemekaran. “Pembuatan PAM merupakan salah satu upaya meningkatkan fasilitas masyarakat di sana,” kata Dedi.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,