,

Asa para Peneliti Untuk Mengembalikan Habitat Orangutan yang Terputus di Area Eks PLG Kalteng

Dalam dasawarsa 1990-an, sebuah proyek ambisius Pemerintah Indonesia untuk mengubah bentang satu juta hektar hutan untuk dijadikan lahan persawahan dilakukan di Kalimantan Tengah. Hutan gambut dikonversi, kanal-kanal untuk mengeringkan air dibangun, namun yang terjadi pada akhirnya adalah kegagalan besar, -yang menyebabkan area ini ditelantarkan. Inilah sepenggal cerita dari Mega Rice Project (MRP) atau yang dikenal sebagai Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar.

Secara umum, laju deforestasi di Kalimantan terjadi secara dramatis pada tahun 1980-an dan 1990-an, yang telah mengganti hutan primer menjadi area konsesi HPH dan perkebunan sawit. Berdasarkan WWF, dari total sekitar 54 juta hektar daratan Kalimantan, 14 juta hektarnya berada di bawah konsesi HPH hingga tahun 2000-an. Menurut data Global Forest Watch (GFW), Kalimantan telah kehilangan tutupan hutannya sebanyak 11 persen diantara tahun 2001-2012, atau sekitar 6 juta hektar tutupan hutan.

Bagi satwa seperti orangutan, penebangan hutan berarti terjadinya fragmentasi (habitat terpenggal) yang menyebabkan orangutan terpecah dalam pulau-pulau habitat kecil. Sejak tahun 1950-an hingga saat ini populasi orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), diperkirakan telah anjlok antara 50-84 persen. Hasil survey di tahun 2000 dan 2003 memperkirakan jumlah orangutan berkisar 45 – 69 ribu untuk seluruh Kalimantan. Dengan ancaman eksploitasi karena ekspansi perkebunan, penebangan, kebakaran dan perburuan dapat dipastikan jumlah orangutan telah jauh menurun lagi saat ini.

Lahan yang terbakar dan terdeforestasi di eks area PLG. Foto: Megan Cattau and OuTrop.

Khusus, di dalam dan sekitar eks area PLG diperkirakan lebih dari separuh populasi orangutan Kalimantan di wilayah ini telah lenyap hanya dalam waktu 14 tahun. Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh Columbia University, OuTrop (Orangutan Tropical Peatland Project) dan CIMTROP (Center for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatlands) di tahun 2009, jumlah orangutan telah berkurang dari 4.100 individu di tahun 1995 menjadi hanya sekitar 1.500–1.700 individu saja.

“Enam puluh tahun yang lalu, orangutan dapat menyeberangi sungai Sebangau, melintasi pohon ke pohon, tetapi sekarang sejak hutan dibabat habis, tidak ada lagi orangutan yang mampu melintasi sungai, populasi mereka jadi terisolasi,” jelas Simon Husson, pendiri dan peneliti dari OuTrop yang melakukan penelitian di eks area PLG.

Berdasarkan hasil penelitan OuTrop, pembangunan kanal-kanal drainase di area PLG telah menyebabkan munculnya titik-titik api kebakaran di 70 persen wilayah blok C di eks PLG, dan hampir semua di blok A, B dan D. Kanal juga digunakan sebagai rute para illegal loggers.

Merujuk kepada data Global Forest Watch, area eks PLG dan sekitarnya telah kehilangan 321 ribu hektar tutupan pohon diantara tahun 2001 hingga 2012. Karena merupakan area rawa gambut yang dikeringkan, maka wilayah ini menjadi rawan terbakar. Dalam waktu seminggu (30 September – 7 Oktober 2014) saja, -berdasarkan citra satelit milik NASA, telah terjadi lebih dari seratus kebakaran di wilayah ini.

Hutan dan lahan yang terbakar di Kalimantan Tengah pada tahun 2006. Foto: OuTrop

Orangutan Masih Bertahan di Sisa Hutan di Kawasan Eks PLG

Penelitian yang dipimpin oleh Megan Cattau dari Columbia University bersama koleganya dari OuTrop dan CIMTROP mengamati area eks PLG sebagai fokus kajian, karena adanya fragmentasi habitat akibat deforestasi yang terjadi secara masif di area ini. Penelitian ini mencakup wilayah seluas 4.500 km persegi yang terbagi menjadi lima blok, dari A sampai E.

Para peneliti menduga meskipun telah terdapat penebangan hutan, pembalakan liar, pengeringan lewat kanal (drainase), kebakaran dan degradasi, namun masih ada sisa fragmen hutan yang tidak terganggu di blok C.

“Kami terkejut dan senang saat menemukan orangutan di kelompok hutan yang lebih kecil,” jelas Cattau. “Meskipun dalam jangka panjang hilangnya hutan akan terus mengurangi populasi mereka.”

“Mereka ini orangutan yang beruntung, karena masih bisa bertahan setelah berbagai tekanan terhadap tempat hidupnya,” menambahkan Simon Husson. “Pasti banyak yang mati karena kelaparan, ditembak atau mati dalam kebakaran yang terjadi.”

Menurut Husson, di kelompok hutan tersisa masih terdapat makanan yang cukup untuk mendukung orangutan yang ada disitu. Tetapi jika ada para orangutan “pengungsi” dari tempat lain yang pindah ke sana, lama-kelamaan sumberdaya makanan akan semakin menurut.

“Berapa lama mereka dapat melakukan ini untuk, kita tidak tahu, termasuk berapa kapasitas di tingkat kepadatan yang masih dapat tertampung seperti saat ini.”

Menurut Cattau, orangutan berkumpul di suatu tempat dapat dipahami lewat teori “berkerumun akibat tekanan” (crowding compression), dimana populasi orangutan yang tinggi dapat dijumpai di suatu daerah daripada di daerah lain akibat adanya tekanan. Dengan demikian dampak penuh dari deforestasi terhadap satwa liar dalam jangka pendek belum segera terlihat.

Penampakan eks area PLG lewat citra Google Earth. Kanal-kanal terlihat secara jelas. Courtesy: Google Earth

“Orangutan akan berkerumun ke hutan yang tersisa yang dapat mereka jangkau, akan ada jeda waktu sebelum populasi akhirnya menurun karena tekanan kepadatan meningkat. Dimasa yang akan datang kita bisa lihat kemungkinan turunnya populasi akibat gangguan pada saat ini.”

Para peneliti memiliki hasrat yang ambisius untuk menyambung kembali fragmen habitat yang tersebar di ribuan hektar kawasan eks PLG. Jika ini menjadi kenyataan, maka sub-sub populasi yang terisolasi dapat terhubung kembali menjadi satu dari 10 populasi terbesar orangutan yang ada di Kalimantan.

“Ini sangat sulit, karena rencana proyek semacam ini belum pernah dicoba sebelumnya,” jelas Husson. “Apalagi lebih banyak dana besar yang masuk ke Kalimantan lebih memilih hutan yang masih utuh, alih-alih hutan yang sudah terdegradasi, yang perlu restorasi dan rehabilitasi.”

Namun demikian, para peneliti percaya masih ada harapan. Menurut Husson, apa yang masih ada di daerah yang terkena dampak perlu dilindungi. Itu berarti termasuk menghentikan kebakaran, mengatur kembali kanal-kanal air, mencegah perambahan dan melakukan penanaman kembali. Termasuk didalamnya melakukan penyusunan zonasi dan membangun rencana konservasi.

“Menyambungkan kembali fragmen demi fragmen hutan ini layak, tidak seperti di banyak proyek koridor yang diusulkan di tempat lain, dimana lokasinya banyak yang terpotong jalan raya maupun proyek infrastruktur. Bagaimanapun saya masih percaya dan punya harapan untuk masa depan hutan dan masa depan orangutan di daerah ini,” jelas Cattau mengakhiri.

Titik api yang terlihat melalui satelit NASA pada 29 September – 6 Oktober 2014. Di lokasi eks PLG tercatat 116 titik api. Courtesy: Global Forest Watch Fires
Lokasi eks PLG dalam peta. Tampak lokasi 2,5 juta hektar, dimana 1 juta hektar merupakan area PLG. Sekitar 321.000 hektar tutupan hutan telah menghilang diantara periode 2001-2012. Paling banyak di area eks PLG. Map courtesy: Global Forest Watch

Referensi:

  • Morrogh-Bernard, H., Husson, S., Page, S. E., & Rieley, J. O. (2003). Population status of the Bornean orang-utan (Pongo pygmaeus) in the Sebangau peat swamp forest, Central Kalimantan, Indonesia. Biological Conservation, 110(1), 141-152.
  • Haraguchi, A. (2007). Effect of sulfuric acid discharge on river water chemistry in peat swamp forests in central Kalimantan, Indonesia. Limnology, 8(2), 175-182.
  • Boehm, H. D. V., & Siegert, F. (2001, November). Ecological impact of the one million hectare rice project in Central Kalimantan, Indonesia, using remote sensing and GIS. In Paper presented at the 22nd Asian Conference on Remote Sensing (Vol. 5, p. 9).
  • Hansen, M. C., P. V. Potapov, R. Moore, M. Hancher, S. A. Turubanova, A. Tyukavina, D. Thau, S. V. Stehman, S. J. Goetz, T. R. Loveland, A. Kommareddy, A. Egorov, L. Chini, C. O. Justice, and J. R. G. Townshend. 2013. “UMD Tree Cover Loss and Gain Area.” University of Maryland and Google. Accessed through Global Forest Watch on 7 September 2014.
Artikel asli dalam bahasa Inggris dapat dilihat dalam tautan ini:

http://news.mongabay.com/2014/1007-gfrn-joshi-bornean-orangutan-1.html

http://news.mongabay.com/2014/1008-gfrn-joshi-orangutans-2.html

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,