,

Aparat Gabungan Kembali Evakuasi Dua Individu Orangutan di Ketapang

Kepolisian Resor Ketapang bekerja sama BKSDA dan Yayasan IAR Indonesia (YIARI), kembali mengevakuasi dua individu orangutan sub-jenis Pongo pygmaeus wurmbii. Aparat gabungan menyita satwa langka ini dari tangan pemiliknya di Dusun Sengkuang, Desa Harapan Baru, Kecamatan Air Upas dan Marau, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Selasa (28/10/2014).

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, tim gabungan akhirnya tiba di Kota Ketapang pada pukul 23.17 WIB dan disambut Kapolres Ketapang, Kepala Seksi BKSDA Ketapang, dan beberapa anggota YIARI.  Selanjutnya, orangutan tersebut langsung dibawa ke Pusat Rehabilitasi Orangutan YIARI Ketapang untuk mendapatkan perawatan.

Manajer Perlindungan Satwa Yayasan Palung, Edi Rahman, mengatakan dalam rentang waktu bulan ini, ada empat kasus pemeliharaan orangutan oleh masyarakat yang sudah teridentifikasi. Hal ini sudah disampaikan kepada pihak BKSDA dan telah diselamatkan.

“Hasil monitoring kita, ada empat individu orangutan yang sudah diselamatkan aparat BKSDA dan YIARI. Masing-masing satwa disita di Kecamatan Manis Mata, Tumbang Titi, Marau, dan Kecamatan Air Upas,” kata Edi di Ketapang, Rabu (29/10/2014).

Keberadaan orangutan peliharaan warga ini bersentuhan langsung pada kantong-kantong habitat yang secara kasat mata berada di wilayah rawan karena telah dikelilingi area perkebunan dan pertambangan.

Kapolres Ketapang AKBP Agus Setiyoko mengimbau masyarakat turut serta membantu pemerintah melindungi satwa-satwa langka seperti orangutan. “Tetapi, cara melindunginya bukan dengan memelihara di rumah secara pribadi, melainkan membiarkan hidup di habitat aslinya secara bebas,” katanya.

Sementara Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Ketapang, Junaidi, mengatakan bahwa jumlah orangutan yang direhabilitasi di Ketapang saat ini sudah mencapai 75 individu. Terhitung Oktober 2014 sudah enam individu yang diselamatkan. “Harapan kita ke depan, masyarakat tidak hanya menjaga populasi satwa liar ini, tetapi juga menjaga keutuhan hutan sebagai habitatnya,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Karmele dari YIARI. Dia menghimbau agar semua pihak bersama-sama memikirkan dan bertindak untuk menyelamatkan hutan yang menjadi habitat orangutan. “Sebaiknya kita berupaya mengurangi konflik ruang antara orangutan dan manusia agar satwa langka ini tetap ada di Bumi Ketapang,” pintanya.

Kini, kedua orangutan tersebut ditempatkan di Pusat Rehabilitasi Orangutan YIARI di Desa Sei Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang. Satwa tersebut akan direhabilitasi hingga siap dilepasliarkan di habitat aslinya.

Selain menyelamatkan satwa tersebut dari masyarakat, BKSDA dan YIARI sudah melakukan serangkaian aksi seperti penyuluhan tentang perlindungan satwa liar di desa-desa dan sekolah, khususnya di lokasi yang memiliki tingkat konflik dengan satwa liar cukup tinggi. Upaya ini dilakukan untuk membangun kesadartahuan masyarakat tentang perlindungan  satwa liar.

Kapolres Ketapang, BKSDA Ketapang dan YIARI menyambut tim gabungan yang telah mengevakuasi dua individu orangutan. Foto: Dok. YIARI
Kapolres Ketapang, BKSDA Ketapang dan YIARI menyambut tim gabungan yang telah mengevakuasi dua individu orangutan. Foto: Dok. YIARI

Sita rangkong badak               

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, sebelumnya pada Sabtu malam (25/10/2014) mengamankan seekor burung rangkong badak dari pemiliknya di Gang Ilham No 8 A, Kota Baru, Pontianak.

Kepala BKSDA Kalbar, Sustyo Iriyono, menyatakan pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat terkait keberadaan burung tersebut. “Kami koordinasi dengan aparatur hukum baik Polresta maupun Polsekta Pontianak Kota, untuk mengevakuasi satwa liar yang dilindungi tersebut dari pemiliknya,” ujarnya, Senin (27/10).

Sustyo mengatakan, pemiliknya secara kooperatif menyerahkan rangkong badak yang telah dua tahun dipelihara. Diperkirakan, burung tersebut akan mengalami kesulitan terbang karena terlalu lama di kurung dalam kandang yang sempit. Untuk itu, BKSDA Kalbar bekerja sama dengan Sinka Zoo, akan merehabilitasi burung tersebut, sebelum dilepasliarkan. “Sinka Zoo mempunyai kandang yang luas, sehingga rangkong ini bisa beradaptasi secepat mungkin,” katanya.

Sustyo menjelaskan memelihara satwa liar yang dilindungi adalah menyalahi aturan dan ketentuan. Pemelihara satwa dilindungi akan dikenakan denda Rp200 juta dan hukuman kurungan 5 tahun penjara. “Upaya perlindungan dan pengamanan satwa liar yang dilindungi harus dititikberatkan pada pencegahan, bukan pada penegakan hukum ketika sudah berada di luar habitat alaminya.”

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,