, ,

Ketika Habitat Orangutan Bersebelahan dengan Tambang Batubara

Apa yang terjadi jika habitat orangutan bersebelahan dengan konsesi pertambangan terbuka batubara? Apakah orangutan akan terganggu dan kemudian pergi menghilang?

Dari sebuah hasil studi yang dilakukan oleh pakar konservasi Erik Meijaard dan Krystof Obidzinski, dari Center for International Forestry Research (CIFOR), disebutkan bahwa pertambangan batubara hanya menyumbang 1 persen dari seluruh deforestasi yang terjadi di Kalimantan dalam kurun periode 2000-2010.

“Namun dampak lingkungan dan dampak negatif dapat lebih buruk jika pasar untuk batubara meningkat dan perusahaan yang memiliki lisensi area konsesi mulai beroperasi,” jelas Obidzinski kepada Mongabay.com. “Termasuk jika penggunaan lahan komersial utama di Kalimantan dilakukan dan permintaan batubara akan terus meningkat, terutama dari India dan Tiongkok.”

Disisi lain peneliti dari York University, Anne Russon mengiyakan pernyataan tersebut, dia menyebutkan bahwa pertambangan batubara tidak menjadi penyebab utama deforestasi. “Dibandingkan misalnya usaha perkebunan, pertambangan batubara tidak menebangi hutan di tingkat yang sama, tetapi jika bicara tingkat kerusakan, mungkin jauh lebih buruk tingkat kerusakan habitat yang mereka lakukan.”

Mengambil contoh Taman Nasional Kutai (TNK), Russon yang saat ini bekerja untuk Orangutan Kutai Project di TNK, menjelaskan bahwa TNK merupakan salah satu habitat sub spesies orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio) terbesar di bagian Kalimantan timur utara.

Laju kehilangan hutan yang terjadi di pulau Kalimantan. Map courtesy: WWF

Kawasan TNK merupakan satu-satunya kawasan lindung di Indonesia yang masuk kategori IUCN I-IV. Kategori I-IV menunjukkan kawasan lindung berkonservasi tinggi yang paling terganggu. Pihak IUCN sendiri telah meminta negara-negara anggotanya untuk melarang seluruh upaya ekplorasi dan ekstraksi sumberdaya mineral di kawasan lindung yang masuk kategori I-IV.

Usaha pertambangan sendiri memang tidak dilakukan di dalam TNK, tetapi perusahaan tambang batubara Kaltim Prima Coal (KPC), yang dimiliki BUMI Resources, berada tepat di seberang sungai Sangatta yang merupakan batas utara TN, dan tambang batubara Indominico Mandiri, milik Indo Tambangraya Megah, terletak di batas tenggara TN.

BUMI Resource merupakan eksportir batubara tunggal terbesar di Indonesia, yang mengekspor 68,3 juta ton pada tahun 2012. Tambang KPC menghasilkan hampir setengah dari itu, dengan pendapatan US $ 3,6 miliar dengan produksi yang meningkat hampir 30 persen menjadi 53,5 juta ton pada 2013. Konsesi KPC meliputi hampir 91,000 hektar. Meskipun aktual lahan yang ditambang lebih sedikit dari konsesi yang dimiliki, eksploitasi lubang tambang dilakukan di area yang terpencar-pencar di seluruh konsesi.

***

“Konsesi KPC berada di seberang sungai dari lokasi penelitian orangutan kami, yang berada di dalam TNK. Kami dapat rasakan kalau mereka sedang lakukan peledakan [untuk membuka tambang],” jelas Anne Russon.

Kawasan TNK dengan luas sekitar 198.629 hektar, penunjukan menjadi TN dilakukan oleh Menhut pada tahun 1995. Dalam sejarahnya kawasan ini pernah mengalami masa-masa eksploitasi baik secara legal maupun ilegal. Bagian timur dari TNK telah rusak parah karena penebangan kayu, eksplorasi minyak dan pembukaan pertanian.  Ketika tambang KPC mulai beroperasi tahun 1989, para pekerja dan keluarga mereka membanjiri konsesi, menghidupkan kota Sangatta dan secara bersamaan mulai memunculkan frekuensi perambahan, perburuan liar dan penambangan emas liar yang meningkat.

Area konsesi batubara yang dimiliki oleh KPC. Pertambangan tidak merusak hutan seluas HPH atau perkebunan, tetapi daya rusaknya dalam. Foto: Kevin Yeoh

Diluar itu semua, TNK masih merupakan rumah utama dari perlindungan sepuluh spesies primata penting Kalimantan, termasuk orangutan, owa kalimantan (Hylobates muelleri) dan bekantan (Nasalis larvatus) -ketiganya terdaftar dalam  IUCN Red List dalam daftar terancam punah, dan lutung (Presbytis hosei) yang masuk kategori rentan (vulnerable). Sembilan puluh spesies lain mamalia, termasuk macan tutul dan beruang madu, dan 300-an spesies burung juga juga berada di lokasi ini.

Dalam sebuah survei pada tahun 2010, jumlah orangutan telah meningkat dari 600 pada tahun 2004 menjadi sekitar 2.000 individu di TNK. Meskipun ini kabar baik, tetapi Anne Russon menganggap angka ini ketinggian. “

“Secara pribadi, saya akan menebak [jumlah individu orangutan] mendekati 1.000, tapi itu pemikiran konservatif saya pribadi …”

Jadi ada berapa banyak orangutan di daerah ini?

Yaya Rayadin, dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman di Samarinda dan Kepala ECOSITROP (Ecology and Conservation Center for Tropical Studies), adalah orang yang selalu terlibat di dalam survey, termasuk yang dilakukan di TNK. Yaya telah melakukan plot transek sepanjang 66 kilometer di dalam hutan primer, hutan sekunder, hutan karst, area reklamasi bekas tambang, HTI dan area perkebunan sawit. Dalam metodologi ini penghitungan orangutan dilakukan lewat kepadatan individu per kilometer persegi, kemudian dilakukan rata-rata.

Citra satelit yang menunjukkan ekspansi pertambangan di konsesi KPC antara 2005-2014. Map courtesy: JATAM

Kepadatan orangutan tertinggi tercatat berada di lokasi area reklamasi tambang, dengan tingkat 7,66 orangutan per kilometer persegi. Yaya menyebutkan bahwa fragmentasi (penggalan habitat) di konsesi tambang, telah menyebabkan orangutan menghuni lokasi di daerah-daerah kecil, sehingga populasinya menjadi lebih padat di pulau-pulau habitat.

Tapi ketika dikonversi ke seluruh daerah, Yaya menyebutkan “Jumlah individu orangutan tidak begitu tinggi, yaitu antara delapan sampai duabelas,”  suatu kepadatan yang sangat rendah untuk hampir 91.000 hektar dari area konsesi tambang.

Yaya menegaskan dia telah merekomendasikan bahwa orangutan yang datang terlalu dekat dengan wilayah kerja dipindahkan untuk menghindari konflik dengan manusia. Dia juga telah merekomendasikan agar koridor hutan tetap dipertahankan untuk memungkinkan orangutan terhubung ke TNK dan daerah lain untuk mencari makan.

Peta yang menunukkan konsesi PT Indominico Mandiri coal mining di batas tenggara TN Kutai dan HTI akasia di barat daya TN. Sumber: Meijaard et al.

Berdasarkan KPC Sustainability Report 2012, disebutkan bahwa paling kurang terdapat 8 orangutan untuk empat bidang reklamasi. Jumlah daerah reklamasi tidak disebutkan, tetapi dengan hitungan terbaru, dari 18 lubang tambang aktif mungkin ada beberapa yang telah ditutup dan direklamasi sejak 1989 saat mulainya operasi KPC. Beberapa hutan primer dan sekunder di beberapa area konsesi pertambangan juga ditemui. Sehingga bisa jadi angkanya lebih tinggi dari delapan hingga duabelas seperti yang dikutip oleh Yaya Rayadin.

“Saya tidak terlalu yakin dengan angka yang menyebutkan jumlah orangutan rata-tata delapan di area reklamasi,” sebut Russon. “Menurut saya itu terlalu rendah. Apalagi KPC juga telah melakukan translokasi orangutan yang ada di konsesinya. Saya tidak tahu berapa pastinya, tetapi sebagian mungkin pindah ke area taman nasional. ”

Sebaliknya laporan keberadaan orangutan tidak dijumpai di area konsesi Indominico Mandiri Coal Mining, konsesi seluas 25 ribu hektar yang terletak di perbatasan TNK.

“Berdasarkan perbedaan area tutupan hutan kami mendirikan 12 lokasi plot permanen pemantauan, kami bekerja sama dengan para ahli dari Universitas Mulawarman dan ECOSITROP,” jelas Puji Rahadin dari Quality, Safety and Environment officer Indo Tambangraya Megah (ITM), perusahaan pemilik Indominico Mandiri. “Kami tunduk kepada peraturan pemerintah dan mengikuti Rencana Aksi Orangutan yang disusun.”

Hasil batubara yang diangkut oleh tongkang di sungai Mahakam, melewati kota Samarinda. Foto: David Fogarty

Yang mengejutkan adalah di bagian barat daya TNK, bersebelahan dengan konsesi Indominico Mandiri, terdapat dua konsesi HTI pulp dan kertas. Sebuah survey pada tahun 2010, memperkirakan terdapat 1.938 orangutan di blok konsesi perusahaan. Suatu temuan yang tidak terduga.

“Penelitian terbaru kami masih menemukan kepadatan yang cukup tinggi orangutan di area perkebunan dan lansekap area lainnya [seperti tambang batubara],” jelas Stephanie Spehar, peneliti dari University of Wisconsin. Dia telah bekerja sama dengan Yaya Rayadin untuk isu-isu yang mempengaruhi konservasi orangutan.

“Kami masih belum cukup tahu tentang dampak jangka panjang potensi berbagai area peruntukan lahan ini pada orangutan,” kata Spehar. “Orangutan adalah hewan berumur panjang yang sangat mudah beradaptasi. Tapi mungkin ada batas untuk adaptasi itu dan mungkin butuh waktu lama untuk melihat hal tersebut. Hanya karena ada banyak orangutan di sana sekarang, bukan berarti akan ada banyak di sana di masa depan.”

Menurut Spehar, berbagai jenis peruntukan lahan, -dimana banyak terdapat aktivitas manusia, merupakan sebuah tantangan tersendiri dalam konservasi orangutan.

“Jika kita melihat upaya pelestarian orangutan, kita perlu tahu bagaimana mereka menggunakan bentang alam ini, dan apa yang kita lakukan untuk mengelola populasi ini dengan benar untuk memastikan kelangsungan hidup jangka panjang mereka.”

Mengacu dari hasil survei dan adaptasi tinggi orangutan, tampaknya sedikitnya terdapat 3.000 dan kemungkinan lebih dari 4.000 orangutan di bentang area yang tersebar di TNK, dua konsesi tambang dan area HTI. Populasi ini lebih kurang merupakan 10 persen dari total populasi orangutan di seluruh Kalimantan, yang diperkirakan oleh Russon berkisar 40 ribu dari populasi yang tersisa. Jauh menurun dari perkiraan angka 45-69 ribu yang dirilis IUCN Red List pada tahun 2003.

Semoga kedepan pemerintah semakin peduli dengan upaya untuk pelestarian kawasan konservasi dan satwa liar yang ada di dalamnya.

Artikel asli dalam bahasa Inggris dapat dilihat dalam tautan ini:

http://news.mongabay.com/2014/1021-sri-stiles-indonesia-coal.html

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,