Cegah Bencana Longsor Dengan Rumput Vetiver

Korong Hilalang Gadang, Kenagarian Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat merupakan daerah yang sangat rentan dengan ancaman longsor. Daerahnya berada diketinggian dan dikelilingi perbukitan dengan jenis tanah pasir/regosol. Tekstur tanahnya kasar, mudah diolah serta daya menahan airnya sangat rendah.

Kebanyakan masyarakatnya memanfaatkan tanah perbukitan tersebut untuk kebutuhan bahan baku pembuatan batu bata, tanahnya tidak cocok untuk diolah untuk kegiatan pertanian sebab kurang subur. Banyak tebing-tebing curam terbentuk akibat penggalian bahan baku pembuatan batu bata.  Saat terjadi hujan, longsor mengancam dan akhirnya memperparah tingkat kerentanan terhadap ancaman bencana tanah longsor di tempat ini.

Untuk mencegah longsor di daerah tersebut, para penggiat lingkungan dan mahasiswa yaitu dari Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) bersama WALHI Sumatera Barat, KOMMA Universitas Andalas dan Mapala Alphicanameru IAIN Imam Bonjol melakukan kegiatan sosialisasi manfaat tanaman rumput vetiver serta pembibitannya untuk mencegah longsor sering terjadi di Korong Hilalang Gadang pada akhir bulan Oktober 2014. Kegiatan ini disambut dengan antusias oleh masyarakat dan diakhir sesi pertemuan masyarakat secara bersama-sama melakukan pembibitan di daerah mereka.

Kegiatan sosialisasi dan pembibitan rumput vetiver di Korong Hilalang Gadang, Kenagarian Parit Malintang Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman. Foto : Riko Coubut
Kegiatan sosialisasi dan pembibitan rumput vetiver di Korong Hilalang Gadang, Kenagarian Parit Malintang Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman. Foto : Riko Coubut

Rumput vetiver merupakan sejenis rumput-rumputan berukuran besar dan memiliki banyak keistimewaan. Tanaman ini di Indonesia dikenal dengan nama akar wangi (Vetiveria zizanioides) atau usar (Vetiver nigritana), dapat tumbuh diberbagai bentuk kondisi tanah; areal perbukitan, dataran rendah, daerah rawa dan bahkan pada areal bekas tambang. Selanjutnya tanaman ini tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 1,5 hingga 2,5 meter serta dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan rendah maupun daerah yang curah hujan cukup tinggi.

Rumput ini dikenal dengan beragam nama di Indonesia. Di daerah Sumatera Barat dikenal dengan sebutan urek usa; di Sumatera Utara disebut hapias ; di aceh disebut useur; di daerah Jawa disebut narwasetu, usar dan larasetu; di Madura disebut karabistu; di Ternate disebut garamakusu batawi; di daerah torontalo di sebut tahele; di daerah Halmahera di sebut babuwamendi;  di daerah Tidore disebut baramakusu buta; di Sulawesi Selatan disebut sere ambong; di Buol disebut akadu dan di Makasar disebut nausina fuik.

Fabio Dinasti, Koordinator Wilayah Padang Pariaman dari LP2M mengatakan Korong Hilalang Gadang merupakan daerah binaan LP2M dalam kegiatan mendorong masyarakat tangguh bencana melalui pendekatan perbaikan ekonomi perempuan dan rehabilitasi lahan yaitu dengan penanaman rumput vetiver ini.

“Jika tidak ditanggulangi, saat terjadi longsor, sedimen tanah dapat menimbun areal pertanian seperti sawah dan ladang yang masih dikelola masyarakat,” katanya.

Rumput vertiver bernilai ekonomis, bibitnya dapat dijual, rumputnya dapat dijadikan pakan ternak dan akarnya dapat diolah menjadi kerajinan tangan. Selain itu rumput ini dapat merehabilitasi lokasi-lokasi yang kurang subur serta dapat menjaga kelestarian lingkungan.

“Kami menyambut baik kegiatan sosialiasi  kegiatan pemanfaatan rumput vetiver ini, sekaligus berterima kasih kepada LP2M, WALHI, KOMMA dan Mapala Alphicanameru yang telah menyelenggarakan kegiatan ini dikorong ini. Korong kami sangat tinggi ancaman longsornya dan berharap pemerintah juga dapat melakukan hal yang sama,” ucap Al Putra selaku perwakilan masyarakat dalam acara tersebut (26/10).

Bibit rumput vetiver yang dikembangkan untuk persiapan penanaman di tebing-tebing bukit di Korong Hilalang Gadang. Foto : Riko Coubut
Bibit rumput vetiver yang dikembangkan untuk persiapan penanaman di tebing-tebing bukit di Korong Hilalang Gadang. Foto : Riko Coubut

Akar rumput vetiver berbentuk serabut dan jauh masuk kedalam tanah setelah tumbuh, akarnya dapat mencapai hingga kedalaman 5.2 meter. Jika ditanam di lereng-lereng keras dan berbatu, ujung-ujung akar vetiver mampu masuk menembus dan menjadi semacam jangkar yang kuat.

Akar-akar ini mampu menahan partikel-partikel tanah sehingga dapat mencegah erosi. Batangnya kaku dan keras, tahan terhadap aliran air. Jika ditanam rapat atau berdekatan, akan membentuk pagar dan mampu mengurangi kecepatan aliran air dan menahan matrial sediment. Tumbuhan ini tidak menghasilkan bunga dan biji-bijian namun dapat tumbuh menyebar seperti alang-alang atau rerumputan lainnya.

Dalam acara tersebut juga dilakukan pemutaran film tentang keunggulan rumput vetiver dan prospek pemasarannya. Sosialisasi ini juga didukung oleh Kelompok Studi Bencana (KSB) Hilalang Gadang. Masyarakat sangat antusias mengikuti acara ini, selain menguntungkan terhadap peningkatan ekonomi namun juga menguntungkan pada kelestarian lingkungan.

Rumput vertiver tanaman yang ampuh mencegah erosi dan dapat diolah untuk untuk kerajinan tangan seperti tas laptop, pembatas ruangan, taplak meja dan lain sebagainya.

Uslaini, selaku Direktur WALHI Sumatera Barat mengatakan rumput vetiver memiliki daya tahan hidup yang cukup tinggi. Tanaman ini sangat efektif digunakan untuk menahan tanah dan mengontrol erosi, praktis untuk ditanam, mudah dipelihara, tidak mahal, serta dapat digunakan dalam kegiatan rehabilitasi lahan. Tanaman ini sangat cocok di tanam di daerah tebing dan kelerengan. Namun sayangnya banyak dari kalangan pemerintah tidak mengetahui keunggulan tanaman ini.

Uslaini mengatakan banyak kegiatan penghijauan dilakukan diberbagai tempat cenderung tidak membuahkan hasil. Kebanyakan tanaman tersebut tidak tumbuh dengan baik dan mati. Kegiatan penghijauan cenderung dilaksanakan hanya untuk kegiatan seremonial belaka, tanpa membuat rencana tindak lanjut dari penanaman tersebut.

Rumput vetiver telah banyak dibudidayakan di Indonesia dan bahkan telah diolah menjadi minyak akar wangi untuk kebutuhan ekspor. Disisi lain tanaman ini belum terpublikasi secara luas mengenai manfaatnya dalam mitigasi erosi dan tanah longsor, perlindungan lingkungan dan konservasi tanah dan air.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,