,

Berharap Keadilan di PTUN Semarang, Warga Rembang Gugat Soal Pabrik Semen

Dengarkan suara kami. Pejabat jangan diam! Tarik Alat Berat dari Bumi Rembang. Batalkan Izin Lingkungan PT Semen Indonesia. Save Rembang. Jangan Tukar Kami dengan Semen!”

Sebelas orang berjajar sembari bergandeng tangan. Mereka melakukan long march sejauh kurang lebih 150 meter menuju Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah pada Kamis, (06/10/2014). Mengenakan kaos berwarna hitam dan tersablon huruf berwarna putih. Rangkaian huruf dikaos mereka tersusun tulisan “Save Rembang”. Tepat dibarisan belakang, empat ibu-ibu asal Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang menembang lagu Jawa di atas mobil orasi.

Panas terik matahari tidak mengendurkan semangat warga dan Koalisi Semarang untuk Kendeng (KSUK) yang melakukan aksi di PTUN Semarang tersebut, bertepatan dengan digelarnya sidang gugatan warga terhadap surat keputusan Gubernur Jawa Tengah bernomor 668/1/17 tahun 2012 yang ditandatangani Bibit Waluyo pada 7 Juni 2012 lalu, atas ijin lingkungan yang diberikan kepada PT Semen Gresik (Persero) Tbk, sekarang PT Semen Indonesia.

Joko Prianto, warga Tegaldowo, yang juga sebagai pengugat mengatakan mereka datang karena tidak ingin lahan pertanian hilang akibat adanya pertambangan dari PT Semen Indonesia. Mereka sudah sejahtera dengan bertani. Hadirnya pertambangan akan berdampak pada hilangnya sumber air yang akan menjadi kebutuhan kehidupan kami sehari-hari, ternak dan lahan pertanian. Selain itu, debu pertambangan akan berdampak pada menurunnya hasil pertanian kami.

“Kami tidak lagi menolak pertambangan PT Semen Indonesia di Rembang, tapi melawan,” kata Joko Prianto ketika berorasi di depan gerbang PTUN Semarang.

Hari itu, sidang pembacaan gugatan Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim Husein Amin Effendi SH, Desy Wulandari SH  dan Susilowati Siahaan SH sebagai hakim anggota digelar.

Gugatan yang diajukan oleh enam warga yakni joko Prianto, Sukimin, Suyasir, Rutono, Sujono dan Sulijan. Keenamnya merupakan perwakilan dari warga desa Tegaldowo, Suntri, Timbrangan, Tengger, Bitingan dan Dowan. Selain itu, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga menjadi salah satu penggugat dengan menggunakan hak gugat legal standing.

Aksi warga melakukan pembakaran menyan, sekaligus berdoa agar gugatan warga diterima dan penambangan semen dibatalkan. Foto : Tommy Apriando
Aksi warga melakukan pembakaran menyan, sekaligus berdoa agar gugatan warga diterima dan penambangan semen dibatalkan. Foto : Tommy Apriando

Sebagai pengacara/kuasa hukum warga dan WALHI dihadiri oleh Muhnur SH, Ridwan Bakar SH dan M. Ainul Yaqin, SHI. Sedangkan pihak tergugat yakni Gubernur dikuasakan kepada Biro Hukum Pemprov Jateng.

Menurut Muhnur, kepada Mongabay mengatakan, latar belakang pengajuan gugatan adalah penambangan yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia tersebut berada di kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih yang merupakan kawasan lindung geologi. Berdasarkan hasil penelitian Semarang Caver Association (SCA) dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), dikawasan tersebut ditemukan 49 Goa yang tersebar dan 4 diantaranya merupakan Goa yang memiliki sungai bawah tanah aktif. Selain itu juga terdapat 109 mata air yang tersebar di wilayah CAT Watu Putih sebagai mata air parenial yang mengalir di sepanjang musim kemarau dan penghujan.

“Kami meminta agar izin lingkungan ditangguhkan/ditunda pelaksanaannyasampai dengan adanya putusan pengadilan yang tetap,” kata Muhnur.

Ia menambahkan, air yang dihasilkan dari sumber mata air yang ada di sekitar kawasan Karst CAT Watu Putih melebihi kebutuhan dasar masyarakat akan air yang rata-rata membutuhkan 10-20 liter/hari/orang. Mata air yang digunakan pabrik semen menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan air  masyarakat di 14 kecamatan, di Kabupaten rembang dengan estimasi memenuhi kebutuhan 607.188 jiwa, selain itu juga untuk kebutuhan PDAM. Sementara itu, dalam konteks bencana, hilangnya jeda waktu air tersimpan sehingga pada saat musim hujan, air yang seharusnya terserap ke dalam tanah akan berubah menjadi air pemukaan/run off.

“Dari hasil perhitungan, potensi hilangnya cadangan air yang ada di CAT Watu Putih akibat rencana aktivitas penambangan adalah 4 juta meter kubik air,” kata Ridwan Bakar SH, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum  Indonesia.

Berdasarkan aturan hukum Perda Jateng Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jateng tahuun 2010-2030 menyebutkan bahwa kawasan imbuhan air merupakan kawasan lindung geolog.  Selain itu, izin lingkungan Gubernur Jateng No. 660.1/17 tahun 2012 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 junto Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang tahun 2011-2031 junto Keppres Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah.

“CAT Watuputih merupakan kawasan lindung geologi. Disinilah persoalannya, ketika Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan izin lingkungan diatas kawasan CAT Watuputih yang seharusnya dilindungi,” tambah Ridwan Bakar.

Kendaraan berat bermuatan adukan semen hilir mudik melewati tenda perjuangan warga warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan  Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang , Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando.
Kendaraan berat bermuatan adukan semen hilir mudik melewati tenda perjuangan warga warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang , Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando.

Selain bertentangan dengan peraturan yang ada, gugatan diajukan karena proses terbitnya izin lingkungan telah bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, diantaranya asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, dan asas keterbukaan.

“Selama ini minim sekali pelibatan masyarakat terkena dampak penambangan dalam proses penyusunan AMDAL. Bahkan tidak dilibatkan sama sekali,” tambah Ridwan.

Sebelumnya, PT Semen Indonesia melalui Sekretaris Perusahaan Agung Wiharto mengatakan, dia membantah pihaknya tidak melibatkan warga dalam dalam penyusunan AMDAL. Penyusunan AMDAL telah melalui 35 ijin dan 12 persyaratan, termasuk syarat sosialisasi dan melibatkan masyarakat.  PT Semen Indonesia mempersilahkan warga mengajukan gugatan. Mereka berjanji akan mematuhi putusan pengadilan.

“Tapi jika pengadilan memutuskan kami yang menang. Kami harap warga yang menggugat bisa menghormati hasil keputusan pengadilan,” kata Agung.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mempersilahkan warga menggugat, karena proses pembangunan pabrik  telah dimulai setelah semua syarat administrasi dan izin sudah selesai.  “Jika warga keberatan maka silahkan melakukan gugatan ke PTUN saja,” kata Ganjar Pranowo. pada 19 Juni 2014 lalu.

Empat Bulan Ibu-Ibu Rembang di Tenda Tapak Pabrik

Sehari sebelumnya, (Rabu, 05/11/ 2014), sekitar pukul 13.00, sekitar 30 orang  yang tergabung Koalisi Semarang untuk Kendeng (KSUK) melakukan aksi solidaritas atas perjuangan Ibu-ibu Rembang berada ditenda tapak pabrik sejak 16 Juni 2014. Aksi dilakukan dengan melakukan long march  dari depan Patung Kuda, Pleburan menuju ke depan gerbang kantor Gubernur Jateng.

Massa aksi mengenakan caping hitam, membawa payung hitam, mengenakan kaos hitam dan berjajar membentuk tulisan “Save Rembang”. Di barisan paling depan seorang petani berjalan mengenakan surjan (pakaian jawa), memakai caping sembari meniup suling.

Di gerbang depan kantor Gubernur, massa aksi membentangkan dan mengikat spanduk berukuran panjang 10 meter x 2 meter. Spanduk hitam dan huruf berwarna putih bertuliskan “Batalkan Izin Lingkungan PT Semen Indonesia”.

Zainal Arifin, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang salam orasinya mengatakan, aksi kami disini sebagai bentuk solidaritas untuk perjuangan ibu-ibu dan warga Rembang yang hingga sampai saat ini, sudah empat bulan melakukan aksi di tenda perjuangan. Selain itu, kawasan karst CAT Watuputih adalah kawasan lindung. Tidak boleh ada pertambangan. “Tarik mundur alat berat PT Semen Indonesia di Rembang. Batalkan izin pertambangan dan hentikan semua aktivitas pertambangan sampai ada putusan PTUN Semarang yang tetap,” kata Zainal.

Pertanyakan Hakim Bersertifikasi Lingkungan

Pada 18 September 2014, WALHI sudah mengajukan permohonan kepada Kepala PTUN Semarang, agar sidang gugatan izin lingkungan Nomor 660.1/17 Tahun 2012 untuk nomor register perkara 064/G/2014/PTUN Semarang harus dipimpin oleh majelis hakim dengan sertifikat hakim lingkungan hidup.

“Kami belum mengecek dan dapat informasi, apakah Ketua Majelis Hakimnya sudah memiliki sertifikasi lingkungan. Dalam aturannya, ketua majelis harus bersertifikasi lingkungan,” kata Muhnur.

Permohonan Walhi tersebut didasari banyak kasus terkait lingkungan hidup di Indonesia yang putusannya tidak adil, karena dipimpin oleh hakim yang tidak paham dampak kerusakan yang merugikan masyarakat maupun lingkungan, baik sebelum maupun sesudah suatu kegiatan usaha (pertambangan) dilakukan.

Permohonan Walhi ini berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung No.134/KMA/SK/IX/2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup, dimana pada pasal 21 ayat (1) berbunyi bahwa perkara lingkungan hidup pada tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara harus diadili dengan ketua majelis adalah hakim bersertifikat lingkungan hidup.

“Dengan dipimpin oleh hakim bersertifikasi lingkungan, diharapkan majelis hakim dapat memeriksa perkara dengan baik, karena kasus-kasus lingkungan ini bersifat spesifik dan perlu pemahaman dan pemikiran yang pro terhadap lingkungan (pro natura),” kata Muhnur.

Sedangkan Deni Bram, dosen Fakultas Hukum Universitas Taruma Negara kepada Mongabay mengatakan, jika mengacu pada keputusan MA maka ketua majelisnya wajib bersertifikasi lingkungan. Namun, kadang hakim ketuanya juga sering berbohong. Mengaku bersertifikasi, namun saat di cek ternyata hanya ikut pelatihan, namun tesnya tidak lulus. Ini pernah terjadi di PN Malang saat kasus gugatan mata air Umbul Gemulo.

“Jika ketua majelis hakimnya tidak bersertifikasi lingkungan maka putusannya menjadi batal demi hukum dan hakim-nya sendiri dapat diberikan sanksi karena melanggar Keputusan MA tersebut,” kata Deni.

Mongabay Indonesia melakukan verifikasi langsung ke ketua majelis hakim, Husein Amin Effendi SH, namun ia enggan berkomentar dan meminta saya untuk mewawancarai panitera persidangan Ilham Hamir SH.,MH. “Setahu saya ketua majelisnya sudah ada atau sudah bersertifikasi lingkungan. Di majelis hakim sudah ada yang bersertifikasi lingkungan. Namun, terkait kepastian ketua majelisnya sudah bersertifikasi atau belum bisa ditanyakan langsung kepada ketua majelisnya,” kata Ilham Hamir ketika dikonfirmasi.

Mongabay Indonesia menanyakan nama ketua majelis hakim atas nama Husein Amir Effendi SH ke Pusat Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL). Menurut Reynaldo Sembiring selaku kepada Divisi Advokasi Kasus dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ICEL mengatakan, berdasarkan data base dan tracking mereka, data terakhir yang kami punya, hingga data sebagai peserta pelatihan hakim bersertifikasi lingkungan tahun 2014 tidak ada atas nama beliau.

“Atas nama tesebut bukan dan belum bersertifikasi lingkungan,” kata Reynaldo.

Mongabay Indonesia juga mendapatkan verifikasi dari Deni Bram. Ia mengatakan bahwa sudah melakukan verifikasi kepada teman pemegang database nama hakim bersertifikasi lingkungan. Informasi yang ia peroleh ketua majelis hakimnya bukan hakim lingkungan. Ini valid, ia tidak tercatat bahwa nama hakim tersebut bersertifikasi lingkungan hidup.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,