Belajar dari Petani-petani Muda di Ekuador (Bagian 1)

Martin Bautista Sol, tak pernah berhenti tersenyum selama bertemu kami November lalu. Petani muda 36 tahun di Esmeraldas, Ekuador, bagian barat itu antusias menunjukkan kebun kakao. Selama sekitar dua jam, Martin Don Augustin mengajak kami melihat tiga hektar lahan di pantai barat Ekuador itu.

Berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik, Esmeraldas merupakan salah satu provinsi penting bagi pariwisata Ekuador, Amerika Selatan. Di sini terdapat beberapa pusat pariwisata termasuk di Atacames di mana kebun Martin berada.

Bagi sebagian orang, pantai landai di Atacames adalah surga di antara bukit dan gunung yang dominan di lansekap Ekuador. Bagi Martin, surga itu adalah 10 hektar kebun di belakang rumah.

“Tinggal di sini seperti di surga. Tenang. Saya tidak lagi merokok maupun minum (alkohol). Hanya sesekali ke pesta. Itupun bersama istri saya,” katanya sambil tersenyum melirik istri.

Petang itu, matahari di Esmeraldas beranjak pulang. Cahaya samar-samar masuk di antara rimbun pohon mangga, kakao, dan pisang di kebun Martin. Rasanya hangat dan damai.

Seperti anak muda di desa, Martin pernah merantau ke kota. Dia bekerja sebagai pegawai asuransi di Guayaquil, kota terbesar di Ekuador. Setelah memiliki cukup uang, dia kembali ke desa kelahiran, membeli tanah, dan bekerja sebagai petani. “Sekalian melanjutkan pekerjaan orang tua saya.”

Tiga dari 10 hektar kebun Martin adalah kakao. Di lahan sebagian berupa bukit, Martin merawat kakao yang sebagian berumur lebih 20 tahun. Agar berkelanjutan, dia menanam kakao baru di sana.

Sisa lahan ditanami komoditas lain seperti pisang, kopi, dan mangga. Namun, kakao tetap komoditas andalan bagi Martin maupun petani lain di daerah Esmeraldas.

Beberapa sumber menyatakan, provinsi ini memiliki kakao terbaik di dunia disebut Fino de Aroma. Dalam dunia kopi, Fino de Aroma berarti kakao dengan aroma terbaik ini semacam specialty coffee dalam dunia kopi. Bedanya, specialty coffee bisa tumbuh di beberapa tempat, kakao jenis ini hanya di Esmeraldas dan Manabi, provinsi tetangga Esmeraldas dan sebagian di Peru, negara tetangga Ekuador.

Secara fisik, kakao di kebun Martin berukuran lebih kecil dibanding, misal, di Sulawesi atau Flores, Indonesia. Begitu pula biji kakao. Namun, rasa lebih manis.

Kakao-kakao terbaik semacam inilah yang tumbuh subur di lahan Martin dan petani lain di Esmeraldas. Tiap tahun, dari tiga hektar lahan, Martin menghasilkan 60–80 kuintal kakao basah atau sekitar satu sampai dua ton per hektar per tahun.

“Saat ini lebih sedikit panen karena ada yang kena hama.”

Pameran menjadi salah satu cara mengenalkan pertanian ke anak muda. Organisasi petani cukup kuat hingga petani memiliki   daya tawar tinggi. Foto: Anton Muhajir
Pameran menjadi salah satu cara mengenalkan pertanian ke anak muda. Organisasi petani cukup kuat hingga petani memiliki daya tawar tinggi. Foto: Anton Muhajir

Harga kakao Fina de Aroma ini $56 atau Rp700.000 per kuintal. Total sekitar Rp55 juta setahun atau Rp4,6 juta per bulan. Jumlah ini 3x lipat dari upah minimum regional di Badung, daerah paling kaya di Bali.

Tingginya pendapatan dari sektor pertanian kakao itulah yang menarik anak-anak muda Ekuador seperti Martin.

Ada juga Jairon Quiñonez, 24 tahun. Seperti anak muda di desa, Jairon pernah merantau ke kota. Dia bekerja di Esmeraldas. Selain nama provinsi, Esmeraldas adalah ibukota sekaligus kota terbesar di provinsi ini. Jairon mengaku, tidak suka bekerja di kota. “Di kota banyak godaan seperti alkohol dan narkotika. Itu tidak bagus bagi saya,” katanya.

Jairon kembali ke Atacames, tempat kelahiran. Atacames berjarak sekitar satu jam perjalanan dari Esmeraldas. “Saya ingin meneruskan pekerjaan ayah saya sebagai petani terutama bertani kakao.” Dia tak ingin melihat kebun kakao telantar ketika ayah makin tua dan tidak ada penerus pekerjaan petani.

Bersama orang tua, Jairon mengelola 20 hektar lahan.“Jika semua sudah ada di desa, kenapa harus ke kota? Masa depan saya di desa, bukan di kota.”

Namun, tak semua anak muda kembali ke pertanian itu bekerja di kebun seperti Jairon dan Martin. Ada pula anak-anak muda bekerja di rantai lain dalam pertanian. Javier Meza, misal. Tidak hanya bertani di kebun, anak petani kakao ini menjalankan peran penting dalam rantai kakao, yakni, menjaga kualitas.

Mereka semua, termasuk Javier, anggota APROCA, organisasi petani kakao di Atacames. Setelah lulus sekolah jurusan pertanian selama tiga tahun, Javier bekerja di UOPROCAE, perusahaan pengolahan kakao di mana APROCA menjadi salah satu pemilik. Dari Atacames, Ekuador produk kakao olahan mereka diekspor ke Amerika dan Eropa.“Hal paling saya suka dari seluruh rantai kakao adalah penanganan pasca-panen,” kata Javier.

Diapun memilih bekerja sebagai penjaga kualitas kakao. Tanggung jawab utama memeriksa kualitas kakao sejak fermentasi hingga pasta. Dia sangat antusias dengan pekerjaan ini karena bisa menggabungkan teori dan praktik.

Minggu awal November lalu, dalam sebuah pameran di Esmeraldas, Javier memperlihatkan contoh tahap demi tahap pemantauan kualitas kakao. Sambil sesekali menyeka keringat karena tempat pameran gerah. Berpakaian jubah putih ala petugas laboratorium, dia menjelaskan cara memeriksa kualitas biji kakao, proses fermentasi, hingga pengolahan kakao jadi pasta.

Menurut Javier, memantau kualitas merupakan tahap penting dalam rantai kakao. Selama ini, petani hanya melihat kakao sebatas proses di kebun.

Dengan pendapatan dan kapasitas pengolahan pertanian pascapanen yang terus meningkat, anak-anak muda di Ekuador membawa harapan baru bagi pertanian di negara mereka. (Bersambung)

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,